Kongkalikong Pembangunan Gedung Anyar Polda Jabar yang Berujung Utang

Transaksi aneh memicu rencana menduduki gedung Polisi

Bandung, IDN Times – Delapan orang kontraktor berbondong-bondong menggeruduk kantor PT. Delima Agung Utama (DAU) yang berdiri di Jalan Suryalaya, Kota Bandung, Selasa (14/1). Kedatangan mereka tak lain untuk menagih utang kontraktor, yakni PT. DAU, dengan nilai miliaran rupiah atas peran mereka dalam membangun gedung Direktorat Lalu Lintas Markas Polisi Daerah Jawa Barat.

PT. DAU adalah perusahaan yang berhasil memenangi tender pekerjaan pembangunan lanjutan Gedung Ditlantas Polda Jabar Tahun Anggaran 2018. Dalam proyek senilai Rp35,91 miliar (nilai pagu) yang bersumber pada dana hibah Pemerintah Provinsi Jabar sebesar Rp38 miliar ini, PT. DAU mengalahkan lima pesaing lainnya.

Dalam pengerjaannya, PT. DAU tak sendirian. Ia kemudian menunjuk beberapa subkontraktor lain yang rata-rata berlokasi di Bandung Raya, mulai dari subkontraktor tata udara, hingga jenis pekerjaan lainnya.

Dalam situs Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), PT. DAU didapuk sebagai pemenang tender pada 30 September 2018 pukul 23.00 WIB. Selanjutnya, pada 11 Oktober 2018, mereka meneken kontrak perjanjian pengerjaan Gedung Ditlantas Polda Jabar (data).

Nama PT. DAU sebenarnya tak asing jika Anda mengikuti perkembangan berita dalam lima tahun terakhir. Direktur PT. DAU pada 2014, Yayan Suryana, pernah terbukti kongkalikong dengan Lilis Karyawati Hasan (adik kandung bekas Bupati Banten, Ratu Atut) dalam proyek pembangunan sodetan Sungai Cibinuangeun, Kabupaten Lebak, senilai Rp19 miliar dari APBN 2011. Keduanya kini telah mendekam di penjara.

Kembali ke proyek Polda Jabar. Seiring berjalannya waktu, Gedung Ditlantas Polda Jabar yang rencananya diluncurkan pada 2018 mengalami molor. Keterlambatan itu diakibatkan beberapa hal, salah satunya ialah telatnya pencairan dana pengerjaan dengan skema empat kali pembayaran (masing-masing 25 persen).

Kini, gedung tersebut telah berdiri tegak. Kabarnya, Polda Jabar akan segera me-launching gedung anyarnya itu dalam waktu dekat.

Sejatinya Polda Jabar berbahagia dalam menyambut gedung baru tersebut. Apalagi, ketertiban lalu lintas, khususnya di jalan tol, menjadi fokus pekerjaan sesuai dengan instruksi Kepala Polda Jabar, Inspektur Jenderal (Irjen) Rudy Sufahriadi tahun ini. Tapi, di balik gedung megah itu, ada hak subkontraktor beserta para pekerjanya yang belum terbayarkan.

Dan nilainya tak main-main, yakni mencapai Rp4,2 miliar!

Baca Juga: Polda Jabar Terjunkan 19.973 Personel untuk Amankan Imlek

1. Kongkalikong sejak awal

Kongkalikong Pembangunan Gedung Anyar Polda Jabar yang Berujung UtangGedung Ditlantas Polda Jabar (Istimewa)

Dalam membangun gedung tersebut, Direktur PT. DAU, Sudrajat, menunjuk seseorang bernama Novi sebagai operasional manajer pembangunan gedung tersebut. Bagaimana pun, kata Sudrajat kepada IDN Times pada Selasa (14/1), Novi berperan banyak dalam keputusan Polda Jabar memercayai proyek tersebut pada PT. DAU.

Novi dan Sudrajat sudah lama saling mengenal. Sebelum mengerjakan Gedung Ditlantas Polda Jabar, Novi dan Sudrajat pun bekerja sama dalam memenangi proyek pembangunan Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Polda Banten pada 2018 silam.

“Setelah membereskan rumah sakit, Novi mengabarkan saya lagi bahwa ada tender Gedung Ditlantas Polda Jabar. Maka kami ikutan,” tutur Sudrajat, ketika ditemui di kantornya.

Sedikit-banyak Sudrajat mengakui bahwa Novi membantu memenangi tender tersebut agar jatuh di tangan PT. DAU. Dari pertolongan itu, Novi meminta jabatan sebagai operasional manajer pembangunan.

Dengan status itu, Novi mengemban banyak tugas, mulai dari menjadi penyambung lidah “orang lapangan” dengan penyelenggara proyek, hingga memantau pekerjaan para subkontraktor.

2. Status para subkontraktor

Kongkalikong Pembangunan Gedung Anyar Polda Jabar yang Berujung UtangGedung Ditlantas Polda Jabar (Istimewa)

Sebetulnya, perjanjian kerja antara PT. DAU dan para subkontraktornya agak muskil dipahami. Sejak awal, para subkontraktor itu tidak membawa nama perusahaannya masing-masing dalam menjalin kerja sama. Mereka menggunakan namanya pribadi untuk mengakali Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

“Sejak awal, mereka (PT. DAU) bilang kalau PPN ditanggung mereka. Maka pada akhirnya kami membawa nama pribadi, bukan nama perusahaan. Jadi kesan di mata penyelenggara proyek (Polda Jabar), kami adalah pekerja dari PT. DAU,” kata salah satu subkontraktor yang enggan disebutkan namanya, ketika ditemui IDN Times pada Selasa (14/1).

Menurut penafsiran KBBI, skema pengerjaan proyek ini lebih layak dibilang konsorsium. Namun, ketika dikonfirmasi, para subkontraktor menolak untuk menyebut pekerjaan mereka sebagai konsorsium.

Ada pula kesepakatan lain yang dijalin PT. DAU dengan para subkontraktor. Mereka sepakat bahwa pencairan pembayaran akan dilakukan sebanyak empat termin. “Masing-masing termin 25 persen. Artinya, ketika kami sudah membereskan 25 persen pekerjaan kami, maka duit sebesar 25 persen baru dicairkan,” ujarnya.

3. Ketika masalah datang

Kongkalikong Pembangunan Gedung Anyar Polda Jabar yang Berujung Utangilustrasi korupsi. (IDN Times/Sukma Shakti)

Problem datang ketika memasuki tagihan termin ketiga, di mana pengerjaan sudah memasuki 75 persen pada 2019. PT. DAU mengatakan bahwa mereka tidak bisa segera mencairkan anggaran tersebut, karena banyak alasan. Dampaknya, para subkontraktor sempat menghentikan dahulu pengerjaan proyek karena keterbatasan modal dan berbuntut pada molornya target pembangunan Gedung Ditlantas Polda Jabar.

Pada masa itu, seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang mewakili PT. DAU kemudian melakukan pertemuan dengan para subkontraktor. “Dalam pertemuan itu, PPK datang dan memberi jaminan bahwa pelunasan pembayaran termin ketiga dan keempat akan dilakukan di akhir pekerjaan. Jadi pembayarannya sekaligus di akhir pengerjaan proyek. Karena PPK yang menjamin, jadi kami percaya saja,” tutur dia.

Sampai juga akhir Desember 2019, di mana semua subkontraktor sudah merampungkan gedung tersebut. Merujuk pada janji yang diutarakan Sudrajat dan disaksikan langsung perwakilan Biro Logistik Polda Jabar, uang tersebut akan dicairkan pada 14 Desember 2019 langsung kepada rekening masing-masing subkontraktor.

“Kami kemudian diminta membuat rekening Bank Bukopin. Katanya biar seragam, dan supaya transfernya gak repot. Maka kami bikin itu rekening Bank Bukopin,” ujar subkontraktor.

Namun apa yang direncanakan tidak berjalan dengan mulus. Setelah Polda Jabar mencairkan sisa pembayaran pada PT. DAU, Sudrajat selaku direktur malah memberikan duit para kontraktor itu kepada seseorang bernama Stali Gandawijaya.

Kepada IDN Times, Sudrajat mengakui hal tersebut. “Iya, Stali yang meminta uang itu agar dicairkan kepadanya. Saya nurut saja, karena saya tahu diri. Siapa sih saya ini? Sementara pejabat-pejabat polisi saja manut sama Stali, masa mungkin saya bisa melawan?” kata Sudrajat.

Lalu, siapa sebenarnya Stali? Bagaimana bisa Direktur PT. DAU dengan enteng memberikan hak para subkontraktor kepadanya?

Kongkalikong Pembangunan Gedung Anyar Polda Jabar yang Berujung UtangGrafis Utang di Balik Gedung Ditlantas Polda Jabar (IDN Times/Arief Rahmat)

4. Siapa Stali?

Kongkalikong Pembangunan Gedung Anyar Polda Jabar yang Berujung Utangpexels.com/Pixabay

Sudrajat mengatakan jika ia sebenarnya tak mengenal Stali secara dekat. Pertama kali mengetahui Stali adalah ketika keduanya bertemu dalam momentum ground breaking pembangunan RS Bhayangkara Polda Banten pada 2018.

“Itu pun saya tidak dikenalkan langsung dengan Stali. Hanya saja waktu itu orang-orang langsung sibuk ketika Stali datang. Pejabat-pejabat polisi juga terlihat sangat menuruti kemauan dia,” ujarnya.

Di sana pula Sudrajat baru menyadari bahwa Novi ternyata merupakan orang dekat Stali. Ia baru mengetahui hal tersebut ketika PT. DAU kembali memenangi proyek pembangunan Gedung Ditlantas Polda Jabar pada 11 Oktober 2018.

Dalam acara teken kontrak pembangunan tersebut, Sudrajat diundang untuk bertemu sederet pejabat Polda Jabar. Di sana ternyata telah hadir Novi beserta Stali. “Di sana saya semakin tahu bahwa Stali merupakan pengusaha yang dekat dengan para pejabat Polri,” ujar Sudrajat.

Kontrak pun diteken, dan PT. DAU segera menurunkan rombongan subkontraktor untuk segera bekerja. Namun, di tengah jalan, kata Sudrajat, Stali sempat datang ke proyek sambil mencak-mencak.

“Dia marah-marah, katanya proses pembangunan telat dan menuding Novi sebagai penyebab utamanya. Mangkanya dia memecat Novi, dan menggantikannya dengan Andri. Padahal seharusnya yang berhak menentukan siapa operasional manajer adalah PT. DAU, bukan Stali (yang tidak memiliki status resmi dalam proyek tersebut),” katanya.

Maka itu, tak ada istilah yang tepat untuk mewakili hubungan kerja antara Sudrajat dan Stali. Namun, para subkontraktor menyebut hubungan antara Stali dan Sudrajat sebagai kontrak “pinjam bendera”. Artinya, nama PT. DAU hanya didompleng untuk proyek yang sebetulnya dimenangkan Stali secara pribadi.

5. Subkontraktor ancam duduki Gedung Ditlantas Polda Jabar

Kongkalikong Pembangunan Gedung Anyar Polda Jabar yang Berujung UtangGedung Ditlantas Polda Jabar dilihat dari area parkir - IDN Times/Galih Persiana

Di hadapan IDN Times, Sudrajat mencoba untuk menghubungi Stali berkali-kali guna membuktikan bahwa ia benar-benar telah menagih uang para subkontraktor. Namun, alih-alih mendapat jawaban, nomor ponsel Stali tidaklah aktif. Sudrajat pun kemudian mencari informasi tentang kediaman Stali.

Menurut orang lingkaran dalamnya, Stali tinggal di Kompleks Setra Duta, salah satu kompleks perumahan mewah di Kota Bandung. Namun, tak satu pun dari mereka yang mau membocorkan di mana alamat Stali sebenarnya.

“Saya jadi bingung sendiri. Posisi saya ada di tengah-tengah, di mana ditekan oleh subkontraktor dan oleh Stali. Sekarang saya yang harus tanggung jawab,” ujarnya.

Sejak Desember 2019, sebanyak delapan subkontraktor itu sudah getol melakukan tagihan. Mereka berbondong-bondong mendatangi Polda Jabar untuk bertemu Kepala Biro Logistik dan melaporkan bahwa kewajiban pembayaran Polda belum sampai di rekening mereka.

Polda, yang sebenarnya sudah membereskan kewajiban pembayaran, sempat mengirimi Stali surat meski tak digubris. Barulah pada 7 Januari 2020, delapan subkontraktor itu mendapat angin segar. Mereka berhasil menemui seseorang benama Idod Juhadi, yang mana merupakan orang kepercayaan Stali.

Kepada para subkontraktor, Idod, yang mewakili Stali, bilang jika bosnya akan segera melunasi utang tersebut. Namun tak seluruhnya, melainkan hanya 50 persen dari total utang sebesar Rp4,2 miliar, atau sekitar Rp2,1 miliar.

“(Dari Rp2,1 miliar) Katanya Andri akan membayar Rp300 juta paling lambat 14 Januari 2020, dan sisanya akan dibayarkan oleh Stali dan Novi dalam waktu yang lebih cepat,” ujar subkontraktor lainnya, yang ditemui IDN Times pada waktu dan tanggal berbeda.

Namun janji tinggal janji. Delapan subkontraktor tersebut hingga berita ini diturunkan masih di ambang kebingungan. Mereka merasa tertipu oleh kongkalikong antara PT. DAU dan Stali dan tak tahu apa lagi yang mesti dilakukan agar bisa mendapatkan uangnya.

“Yang pasti, kalau sampai hari launching utang tersebut belum dilunasi, kami akan menduduki Gedung Ditlantas Polda Jabar. Saya akan bawa pekerja untuk bikin ramai acara launching itu, agar semua tahu bahwa gedung baru itu masih bermasalah,” tutur salah satu subkontraktor.

6. Kewajiban Polda Jabar telah tuntas

Kongkalikong Pembangunan Gedung Anyar Polda Jabar yang Berujung UtangGedung Ditlantas Polda Jabar (Istimewa)

Kepala Bagian Fasilitas dan Konstruksi Biro Logistik Polda Jawa Barat, Ajun Komisaris Besar (AKBP) Satrio, kepada IDN Times memastikan jika Polda Jabar telah menuntaskan kewajiban pembayarannya sebesar Rp34 miliar untuk membangun gedung tersebut. “Sisa uang hibah itu pun telah kami kembalikan lagi (ke Pemprov Jawa Barat),” kata Satrio, ketika ditemui di Gedung Sarpras Polda Jabar, Jalan BKR, Kota Bandung, Kamis (23/1).

Satrio mengaku tak tahu-menahu soal kemelut uang pembangunan tersebut di dalam internal PT. DAU. Barulah pada akhir Desember 2019, ia didatangi sejumlah subkontraktor yang mengeluh bahwa duit termin tiga dan empat belum sampai ke rekening mereka.

“Saya tentu kaget, karena kami sudah membayarkan semua itu. Para subkontraktor bilang: kami bingung harus cerita tentang ini ke siapa, selain ke saya,” ujarnya.

Biro Logistik Polda Jabar sebenarnya telah berinisiatif untuk memediasi pihak-pihak yang terlibat kemelut itu, antara lain PT. DAU, Stali Gandawijaya, dan delapan subkontraktor, pada 7 Januari 2020. Semua pihak hadir, kata Satrio, kecuali Stali yang malah diwakilkan orang kepercayaannya yakni Idod Juhadi.

Namun, seperti yang dijelaskan sebelumnya, janji yang muncul dalam sawala itu tidak ditepati Stali.

7. Berharap tak ada demonstrasi

Kongkalikong Pembangunan Gedung Anyar Polda Jabar yang Berujung UtangIlustrasi aksi demonstrasi - IDN Times/Debbie Sutrisno

IDN Times berulang kali mencoba menghubungi Stali Gandawijaya melalui nomor WhatsApp-nya. Kami mengiriminya pesan permintaan wawancara guna mengonfirmasi kabar tersebut saban hari sejak Rabu (22/1) hingga berita ini diturunkan. Dari pesan kami yang telah terbubuhi centang dobel berwarna biru tanda pesan telah dibaca, Stali tidak menggubris permintaan kami.

Saat ini, Biro Logistik Polda Jabar hanya bisa berharap agar deretan subkontraktor itu tak “bikin ramai” acara peluncuran Gedung Ditlantas Polda Jabar. Rencananya gedung akan diresmikan langsung oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil—sebagai pemberi dana hibah, dan para pejabat juga tokoh Jawa Barat lainnya.

Aksi yang direncanakan para subkontraktor sedikit banyak akan mengganggu jalannya peluncuran gedung Ditlantas Polda Jabar yang diharapkan dapat berlangsung kondusif.

“Saya dapat kabar kalau utang tersebut akan segera dilunasi pekan depan. Semoga benar, agar semuanya berjalan lancar. Kalau tidak, saya hanya bisa meminta janganlah ada ribut-ribut kayak gitu,” kata AKBP Satrio.

Baca Juga: Hujan Deras Diprediksi Guyur Bandung, BPBD Siaga Ancaman Banjir

Topik:

  • Galih Persiana
  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya