Kasus BTS 4G, Perhitungan BPKP Dianggap Keliru

Saksi ahli menganggap metode perhitungan telah salah

Bandung, IDN Times - Sejumlah ahli menilai pendekatan total loss yang digunakan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Kejaksaan Agung untuk menetapkan kerugian keuangan negara sebesar Rp8,03 triliun dalam kasus dugaan korupsi pengadaan BTS 4G tidak tepat dan prematur.

Dalam penghitungan tersebut, BPKP tidak mempertimbangkan bahwa pekerjaan masih berlanjut dan ada pengembalian uang yang dilakukan oleh konsorsium pelaksana proyek sebesar Rp1,7 triliun kepada Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI).

“Dalam perkara dugaan korupsi, perhitungan kerugian keuangan negara itu harus nyata dan pasti. Apabila pekerjaan masih berjalan, maka belum nyata dan pasti perhitungannya,” kata Dian Puji Nugraha Simatupang, ahli hukum keuangan publik dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia saat memberi ketarangan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi BTS 4G dengan terdakwa Anang Achmad Latif, mantan direktur utama BAKTI Kominfo di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Dian menambahkan, perhitungan kerugian keuangan negara harus berdasarkan nilai buku yang wajar, dengan memperhitungkan berapa aset yang berkurang atau ke luar dan berapa yang masuk.

“Jadi, selain pengeluaran, perlu dilihat, apakah ada tercatat barang yang masuk, apakah ada pertambahan aset, apakah ada pengembalian aset ke kas negara? Pencatatan itu penting untuk membuktikan kerugian yang nyata dan pasti,” ujarnya.  

1. Perhitungan kerugian keuangan negara harus mempertimbangkan kejadian

Kasus BTS 4G, Perhitungan BPKP Dianggap KeliruKasus BTS 4G, Perhitungan BPKP Dianggap Keliru (IDN Times/istimewa)

Sementara itu Irmansyah, ahli audit keuangan negara, yang dihadirkan menjadi saksi ahli juga berpendapat senada. Perhitungan kerugian keuangan negara juga harus mempertimbangkan kejadian-kejadian penting yang bersifat material dan berpengaruh dalam nilai buku atau laporan keuangan.

“Apabila perhitungan menggunakan cut-off date tertentu, misalnya Maret 2022, tetapi ada kejadian-kejadian yang material yang berpengaruh, maka penghitungan tidak boleh berhenti di tanggal cut-off. Apabila kemudian terjadi pengembalian, maka harus ada koreksi atau penyesuaian laporan sebagaimana wajara dilakukan dalam membuat laporan audit. Kecuali, jika memang ada terminasi kontrak,” ujar Irmansyah.

Tak hanya itu, Irmansyah juga menjelaskan bahwa metode perhitungan total loss dapat digunakan apabila aset yang diperoleh tidak punya nilai manfaat lagi. Namun, apabila aset tersebut masih memiliki manfaat ekonomis di masa depan, maka perhitungan yang dilakukan harus menggunakan pendekatan selisih harga. 

“Perhitungan total loss dapat digunakan misalnya apabila kita butuh sepeda gunung, tetapi yang dibeli kemudian bukan sepeda gunung. Namun, apabila yang aset yang dibeli sudah sesuai, meski mungkin ada keterlambatan atau kesalahan prosedur, tetap harus dihitung karena barang-barang tersebut masih dicatat sebagain aset,” ujarnya.

2. BPKP sebut kerugian negara capai Rp8,03 triliun tapi proyek dipastikan tidak berhenti

Kasus BTS 4G, Perhitungan BPKP Dianggap KeliruTerdakwa kasus dugaan korupsi penyediaan infrastruktur BAKTI Kominfo Johnny G Plate menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (8/8/2023). (ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah)

Sebelumnya, BPKP dan Kejaksaan menyebutkan kerugian keuangan dan perekonomian negara dalam kasus korupsi pengadaan BTS 4G sebesar Rp8,03 triliun. Perhitungan ini mengacu kepada jumlah menara yang belum selesai dibangun sebanyak 3.242 BTS hingga 31 Maret 2022 dari total 4.200 BTS yang harus dikerjakan.

Padahal dalam persidangan, sejumlah saksi termasuk (Plt) Direktur Infrastruktur BAKTI, Danny Januar Ismawan mengatakana bahwa proyek tidak berhenti dan tetap berjalan meski ada adendum perpanjangan waktu.

Danny bahkan menyebut hingga Desember 2022, sudah ada 2.952 lokasi yang on air dan 2.190 yang sudah BAPHP (Berita Acara Pemeriksaan Hasil Pekerjaan), di luar dari 677 menara yang dikategorikan kahar.

3. Pembayaran pada konsorsium lebih kecil dari perhitungan kerugian negara

Kasus BTS 4G, Perhitungan BPKP Dianggap KeliruSidang dugaan korupsi proyek BTS 4G BAKTI Kominfo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (8/8/2023). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Sementara itu Plt Direktur Keuangan BAKTI Kominfo Ahmad Juhari di persidangan yang sama mengungkapkan, untuk pembangunan tahap I yang semula 4.200 menara BTS 4G, angka final pembelian yang dilakukan BAKTI hanya 4.112 titik dengan nilai total kontrak pembelian Rp10,8 triliun.

Nilai tersebut termasuk dengan pajak sebesar Rp1,3 triliun yang dipotong langsung. Kemudian, pada April 2022 ada pengembalian dari konsorsium sebesar Rp1,7 triliun yang masuk ke kas negara.

Dengan demikian, pembayaran bersih kepada konsorsium pelaksana proyek berkisar Rp7,7–7,8 triliun, lebih kecil dari perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP.

4. Pekerjaan BTS 4G masih berlanjut dan bisa dimanfaatkan

Kasus BTS 4G, Perhitungan BPKP Dianggap KeliruSidang perdana perkara korupsi BTS Kominfo dengan tersangka Eks Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Johnny G Plate (kiri), Direktur Utama Bakti Kominfo, Anang Achmad Latif (kanan) dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia Tahun 2020, Yohan Suryanto (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakpus, Selasa (27/6/2023). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Adapun Aldres Napitupulu, kuasa hukum Anang Achmad Latif mengatakan, berdasarkan keterangan ahli yang dihadirkan di persidangan, baik dari auditor, akuntan maupun ahli hukum keuangan negara, bisa disimpulkan bahwa penghitungan yang dilakukan BPKP tidak benar dan faktanya pekerjaan BTS 4G masih berlanjut sampai sekarang dan dapat dimanfaatkan.

“Ahli hukum keuangan negara tadi dengan tegas menyatakan bahwa harus benar penghitungannya. Berapa uang negara yang keluar itu baru bisa menilai kerugiannya berapa. Dalam perkara ini kan sidah ada uang yang dikembalikan. Jadi, nilai yang pasti dari uang negara itu hanya Rp7,7 triliun, tapi BPKP tetap menghitungnya sebesar Rp8 triliun,” ujarnya.

Baca Juga: Kejagung: Tersangka BTS Kominfo Edward Hutahaean Komisaris BUMN

Baca Juga: Kejagung Tangkap Sadikin Rusli, Tersangka Baru BTS Bakti Kominfo

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya