Kabar Hoaks Hambat Kecepatan Vaksinasi di Indonesia

Hoaks kerap tersebar di WhatsApp dan Facebook

Bandung, IDN Times – Percepatan vaksinasi COVID-19 massal di Indonesia bisa dibilang membuahkan hasil. Hingga berita ini diturunkan, vaksinasi COVID-19 dosis pertama di Indonesia telah menembus angka 108,5 juta. Sementara untuk dosis kedua, telah diberikan pada kurang lebih 63,5 juta penduduk Indonesia.

Namun, Juru Bicara Vaksinasi COVID-19 Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan, meski total jumlah vaksin yang disuntikkan mencapai 172 juta, masih terdapat pekerjaan rumah pemerintah terutama dari sisi sasaran vaksin, yaitu kelompok lanjut usia (lansia).

"Lansia baru 7,6 juta atau 35 persen yang mendapat vaksin dari total 21,5 juta orang. Artinya masih ada lansia yang belum mau divaksin," kata Siti Nadia dalam diskusi online dengan tema Masih Ada Hoaks di Antara Kita dan Vaksin COVID-19, Selasa (19/10/2021).

Siti mengakui jika kecepatan penyuntikan pada lansia terbilang lambat. Alasannya beraneka ragam, meski tak sedikit di antara para lansia yang memang terang-terangan menolak vaksin karena persepsi yang keliru.

"Persepsi yang salah ini bisa juga terjadi karena mereka menerima informasi atau pun hoaks yang kemudian membuat mereka tidak yakin untuk divaksin," ujarnya.

1. Mengapa berita hoaks soal vaksin mudah tersebar?

Kabar Hoaks Hambat Kecepatan Vaksinasi di IndonesiaIlustrasi vaksinasi COVID-19 (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)

Pada kenyataannya, pandangan yang keliru terkait vaksinasi tak hanya terjadi pada kalangan lansia. Di sisi lain, hoaks juga berdampak pada remaja usia 12 hingga 17 tahun di mana orangtua mereka ragu untuk mengizinkan anaknya divaksin.

Menurut Siti Nadia, sejak Januari 2021, tercatat 2.000 hoaks mengenai vaksinasi COVID-19 yang beredar. Sayangnya, sekitar 50 persen masyarakat Indonesia tidak mengecek kebenaran informasi yang didapat.

"Orang Indonesia sangat care dengan orang lain, sehingga begitu menerima berita yang sepertinya akan membahayakan kerabat, teman atau pun, langsung disebar ke kelompok WhatsApp grup. Langsung di-share. Ini kadang-kadang yang membaca menjadi ragu divaksin," tutur Nadia.

2. Hoaks kerap disebar lewat WhatsApp dan Facebook

Kabar Hoaks Hambat Kecepatan Vaksinasi di IndonesiaAplikasi-aplikasi media sosial. (Pixabay.com/Pixelkult)

Direktur Pengelolaan Media Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Nursodik Gunarjo mengakui jika jumlah hoaks yang beredar di masyarakat terkait COVID-19 sudah berjumlah dua ribu. Namun, jumlah itu merupakan anak-anak dari induk info hoaks.

"Induknya 363 substansi, tetapi dari substansi itu beranak pinak. Kalau data di kami 1.957 (kabar hoaks), tetapi itu data terakhir pada 19 September pukul 06.00 WIB di trust positif kominfo.co.id," kata Nursodik, dalam acara yang sama.

Ia memaparkan, info hoaks COVID-19 banyak disebar melalui WhatsApp dan Facebook . Dua platform ini sering dipakai masyarakat untuk menyampaikan kabar tak terkonfirmasi ke teman-teman mereka.

"Mereka dapat dari orang lain. Baca judul langsung disampaikan ke orang lain. Kami mengkhawatirkan karena literasi digital masyarakat rendah,” ujarnya.

“Ini konsidi berbahaya, karena kelihatan sepele tapi dampaknya sangat berpengaruh terhadap upaya-upaya kita dalam pemberantasan COVID-19. Apalagi terkait vaksin yang masih banyak terpapar oleh isu-isu tidak benar," tutur Nursodik.

3. Pemerintah lakukan penindakan di hulu hingga hilir hoaks

Kabar Hoaks Hambat Kecepatan Vaksinasi di IndonesiaIlustrasi hoaks (IDN Times/Sukma Shakti)

Sebenarnya, terkait informasi hoaks ini, pemerintah telah bersikap tegas. Nursodik bilang, menurut arahan dari pimpinan di Kominfo, hoaks vaksin akan langsung di-takedown.

Langkah takedown adalah upaya upaya hilir. Sedangkan di hulu, Kominfo melakukan edukasi dan literasi khususnya literasi digital mengenai COVID-19.

"Di tengah, Kominfo melakukan tracing dan tracking konten hoaks. Hilir ada takedown dan penegakkan hukum. Selama tiga hal ini (hulu, tengah, dan hilir) berjalan efektif dan kontinyu, konten hoaks akan berkurang," kata Nursodik.

Menanggapi itu, Redaktur Eksekutif Katadata.co.id, Muchamad Nafi mengatakan, isu hoaks mengenai vaksin COVID-19 dapat dilihat berdasarkan kontennya yang tidak baru. Informasi hoaks ini terkadang direproduksi dengan konteks yang sama, tetapi dikemas dalam bungkus sedikit berbeda.

"Memang ke depan masih perlu kolaborasi antara government dan stakehorder. Bagaimana membangun kerjasama dengan komunitas karena sekarang banyak komunitas berperan mengambil kebijakan di ekosistem, atau tokoh masyarakat, dan tokoh agama,” kata dia.

Baca Juga: Masih Marak, Hoaks dan Stigmatisasi bagi Pasien COVID-19 Bisa Fatal 

Baca Juga: Ketika Berita Hoaks Menghambat Target Vaksinasi di Indonesia

Baca Juga: Terpapar Hoaks, Lansia Semarang Susah Dibujuk Ikut Vaksinasi COVID-19

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya