Jangan Ceroboh, Apa Saja Batasan Berekspresi di Dunia Digital?

Kecerobohan di dunia digital bisa berdampak buruk, lho!

Bandung, IDN Times – Pada Selasa (13/9/2022), IKP Kominfo RI dan Komisi 1 DPR RI menggelar diskusi virtual dengan tema “Bebas dan Terbatas Dalam Berekspresi di Dunia Digital”. Diskusi dihadiri oleh berbagai ahli yang menerangkan berbagai batasan dalam berkspresi di dunia digital.

Literasi digital dan aturan-aturan yang melekat pada berbagai platform digital, perlu dipahami dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Bagaimana tidak, semakin hari jumlah masyarakat yang melek digital semakin banyak.

Hal tersebut menjadi keuntungan sekaligus ancaman bila masyarakat memang tak mengerti apa saja batasan berekspresi di ranah digital.

1. Setiap warga punya kesamaan hak dalam berpendapat

Jangan Ceroboh, Apa Saja Batasan Berekspresi di Dunia Digital?pexels.com/cottonbro

Prof. Henri Subiakto, Guru Besar Universitas Airlangga yang membuka diskusi ini menuturkan bahwa setiap warga negara memiliki kesamaan hak untuk berpendapat di dunia digital. Meski pun Henri menyadari bahwa media sosial sejauh ini telah menyamakan semua orang yang sejatinya tidak setara.

Ia menjelaskan bahwa aturan-aturan berekspresi di sosial media seharusnya dibuat oleh setiap platform media sosial, yang tentu disepakati oleh pemerintah dan mudah dipahami oleh masyarakat Indonesia.

“Adanya aturan komunitas di setiap kanal media sosial, dan aturan terkait larangan berbuat jahat membongkar IT, kejahatan dan penipuan melalui IT,” tutur Prof. Henri.

2. Isu di luar norma selalu menjadi perhatian

Jangan Ceroboh, Apa Saja Batasan Berekspresi di Dunia Digital?Instagram

Sementara itu Fahmi Alfansi Putra Pane, pegiat literasi, sepakat jika setiap warga negara diizinkan untuk berekspresi di berbagai platform, salah satunya sosial media. Namun, ada banyak sekali hal yang belum dimengerti oleh masyarakat, utamanya terkait norma sosial yang tak boleh dilanggar.

“Berpendapat itu boleh, tapi ada batasan yang harus dipahami sebagai topik pembicaraan antara lain yang bertentangan dengan norma sosial dan hal-hal yang dilarang oleh undang-undang,” tutur Fahmi.

Misalnya tema terkait LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender), kata Fahmi, akan menjadi atensi masyarakat digital karena berbagai alasan. “Karena tidak sesuai dengan norma serta aturan yang berlaku di Indonesia, salah satunya,” katanya.

4. UU ITE sejatinya untuk melindungi hak setiap warga negara

Jangan Ceroboh, Apa Saja Batasan Berekspresi di Dunia Digital?Instagram

Di sisi lain Anggota Komisi I DPR RI Muhammad Iqbal mengatakan bahwa sebelum berbicara soal digital, masyarakat memang semestinya memahami soal hukum yang berlaku dalam batasan-batasan berekspresi. Dengan memahami itu, masyarakat akan belajar untuk berekspresi dengan baik.

“Kita sebagai negara hukum, perlu menghormati hak yang dimiliki setiap individu yakni kebebasan berekspresi. Tetapi kebebasan itu jangan sampai malah merugikan orang lain. Oleh karena itu, pemerintah memiliki UU ITE sebagai batasan dari kebebasan yang dimiliki, tanpa menghilangkan hak setiap warga negara,” ujar Iqbal.

Baca Juga: Polda Metro: Raffi Ahmad Datang untuk Konsultasi UU ITE 

Baca Juga: Kekerasan dan UU ITE, Ancaman Nyata Kebebasan Pers di Sulsel

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya