Ekonomi Hijau Harus Mampu Kurangi Angka Kemiskinan

Ekonomi hijau harus dimulai dari sektor pertanian

Bandung, IDN Times - Pemerintah Indonesia telah menetapkan ekonomi hijau (green economy) sebagai salah satu strategi transformasi ekonomi. Strategi ini berusaha menciptakan perekonomian yang berkelanjutan dengan menjaga keseimbangan alam.

Ekonomi hijau juga dinilai sebagai solusi dari sistem ekonomi eksploitatif yang selama ini cenderung merusak lingkungan menuju perekonomian yang rendah karbon, hemat sumber daya, dan memitigasi perubahan iklim untuk mencapai pengurangan kemiskinan, inklusi sosial, dan kelestarian lingkungan yang berkelanjutan. 

Program penanganan perubahan iklim ini telah dimasukkan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, dengan strateginya yaitu pembangunan rendah karbon.

Direktur Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Kementerian PPN/Bappenas, Maliki, menjelaskan agenda ekonomi hijau diterapkan melalui pemberdayaan masyarakat dan sinergi berbagai pihak untuk penanggulangan kemiskinan.

Bagi pemerintah, penganggulangan kemiskinan dan ekonomi hijau tidak bisa dipisahkan begitu saja.

1. Ekonomi hijau harus dimulai dari industri tempat masyarakat miskin dan rentan bekerja

Ekonomi Hijau Harus Mampu Kurangi Angka Kemiskinanilustrasi pertumbuhan ekonomi (IDN Times)

Menurut Maliki, penanggulangan kemiskinan dapat diperkuat dengan konsep ekonomi hijau. Sementara pemberdayaan masyarakat akan memberikan daya dukung atau dorongan yang lebih kuat untuk pelaksanaan ekonomi hijau.

Hal ini terjadi karena pelaku sektor informal lebih banyak berasal dari kalangan masyarakat rentan. Dengan kondisi ini, sudah seharusnya pemerintah memberdayakan masyarakat rentan sehingga mereka nantinya dapat memahami aspek dari ekonomi hijau itu sendiri.

“Kita mulai dari sektor utama, di mana masyarakat miskin rentan ini bekerja, terutama dari pertanian. Dari sini kita bisa mulai bagaimana kita bisa memberikan pemberdayaan terutama dari sisi keterampilan, mulai dari proses pertanian itu sendiri."

"Saya kira ini bisa ditingkatkan sehingga bisa memenuhi kaidah ekonomi hijau,” kata Maliki, dalam webinar Ekonomi Hijau: Transisi Berkeadilan dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam yang digelar Knowledge Sector Initiative (KSI), Selasa (22/3/2022).

2. Rendah karbon dan ketahanan iklim jadi tulang punggung dari ekonomi hijau

Ekonomi Hijau Harus Mampu Kurangi Angka KemiskinanIlustrasi Pajak Karbon (IDN Times/Aditya Pratama)

Bagi Perencana dari Direktorat Kementerian PPN/ Bappenas, Anggi Putri Pertiwi, pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim adalah tulang punggung dari pelaksanaan ekonomi hijau.

“Kami berusaha supaya pengelolaan sumber daya alam untuk pembangunan Indonesia bisa lebih berkelanjutan yang diiringi oleh pertumbuhan ekonomi. Dengan tentunya menciptakan lapangan pekerjaan hijau dan juga pengentasan kemiskinan,” kata Anggi, dalam acara yang sama.

3. Bermacam strategi untuk capai pembangunan rendah karbon

Ekonomi Hijau Harus Mampu Kurangi Angka KemiskinanTwitter DW Indonesia

Ada beberapa strategi untuk mencapai pembangunan rendah karbon, misalnya dengan mengembangkan pertanian berkelanjutan, pengelolaan lahan gambut, hingga mangrove.

Strategi tersebut, kata dia, dapat dicapai dengan tata kelola kawasan yang baik serta berbagai kondisi yang memungkinkan (enabling condition) lainnya, seperti pendanaan, teknologi, regulasi, dan reformasi agraria.

“Seperti misalnya kehutanan sosial, dan juga mungkin kalau di pertanian ada regulasi LP2B untuk perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) sebagai salah satu upaya,” ujar Anggi.

Baca Juga: Jokowi: Transisi Ekonomi Hijau Harus Dimanfaatkan dalam G20 dan B20

Baca Juga: Hadiri KTT APEC, Jokowi Bahas Vaksinasi hingga Ekonomi Hijau

Baca Juga: Bertemu Dubes Uni Eropa, Moeldoko Bahas Ekonomi Hijau Hingga Sawit

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya