Cerita Dendy Darman dan 347, Pelopor Local Brand di Indonesia

Dendy Darman menguatkan citra Bandung sebagai kota fashion

Bandung, IDN Times - Belum tandas segelas ice americano yang dipesan 15 menit lalu, Dendy Darman sudah muncul dari balik rumahnya untuk menyambut saya di halaman studionya. Jarak antara rumah dan studio milik pria berusia setengah abad ini mungkin hanya lima langkah saja, yang memang sengaja ia atur sedemikian rupa untuk memudahkan dirinya mengakses pekerjaan.

Kurang lebih pukul 08.00 WIB, pertengahan Maret 2024, kami bertemu di sana untuk mulai berbincang mengenai sejarah panjang industri sandang lokal di Indonesia. Banyak orang, khususnya yang menaruh perhatian pada jenama lokal Indonesia tentu tak asing dengan namanya. Dendy dan teman-temannya di medio 1990-an, boleh dibilang merupakan generasi pertama anak muda yang berani melahirkan jenama bernama 347 untuk bersaing dengan produk impor.

Keberhasilan 347 dalam bersaing dengan produk impor dan mendapat sambutan positif di kalangan anak muda ketika itu, menjadi bukti bahwa orang Indonesia dapat mencipta produk fashion dengan kualitas yang baik. Apa yang dilakukan 347 ketika itu, mungkin hingga saat ini, menginspirasi banyak orang untuk berani melahirkan jenama lokal.

Hingga saat ini, menurut data hasil survey Goodstats yang diterbitkan pada Mei 2023, sebanyak 40,2 persen anak muda Indonesia memilih merek lokal untuk gaya berbusana yang dikenakan sehari-hari. Sedangkan sebanyak 3,8 persen responden memilih sebaliknya: mengenakan produk impor untuk kepentingan berbusana sehari-hari.

Penelitian itu dapat dibuktikan dengan apa yang kita lihat saat ini. Di Kota Bandung, misalnya, kita dengan mudah melihat masyarakat yang berbangga hati menggunakan local brand.

Fenomena itu ternyata membuat Dendy Darman, salah satu founder dari 347, takjub. Bagaimana tidak, pasalnya, ia mengaku tak pernah berencana menjadi trend setter dari industri tersebut. Bahkan, ia tak pernah memiliki rencana yang pasti dalam menjalani hidupnya atau dalam melakoni karya-karyanya.

“Gue tuh gak pernah punya rencana, dan baru menjadi orang yang berencana di usia 50 tahun. Menurut gue, ngapain anak muda punya rencana?” kata Dendy Darman, memulai sesi wawancaranya dengan IDN Times.

1. Lahir dari patungan, hingga kini jadi panutan

Cerita Dendy Darman dan 347, Pelopor Local Brand di IndonesiaCerita Dendy Darman dan 347, Pelopor Local Brand di Indonesia (Instagram/@dendy_darman)

Percaya atau tidak, sebenarnya 347 lahir dari hasil patungan para pendirinya pada 1996, yang masing-masing menyumbangkan Rp50 ribu. Tanpa rencana yang matang, kata Dendy, mereka hanya berambisi untuk menciptakan produk yang diimajinasikan, dan menyesuaikan diri dengan kemampuan juga dukungan dari lingkungan.

Buktinya, hampir sepuluh tahun sejak awal berdiri, para pendiri 347 sebenarnya tidak mengambil keuntungan dari jenama lokal yang mereka buat.

“Kami benar-benar berangkat dari apa yang kami suka, dan apa yang kami punya. Begitu, dan hasilnya jadi (produk),” tutur Dendy.

Dendy dan lingkarannya memang dibesarkan dari lingkungan desain dan seni. Maklum, ketika itu ia merupakan mahasiswa Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB yang sehari-sehari tentu dijejali pengetahuan mengenai visual. Di sisi lain, mereka memiliki hobi bermain skateboard dan surfing, yang akhirnya menjadi DNA dari produk-produk 347 hingga saat ini.

Satu waktu dalam masa perkembangannya, Dendy bercerita, 347 sempat mendapat penolakan dari produsen karena masalah batas minimum order. Tanpa modal yang cukup, mereka memang tak bisa muluk-muluk memproduksi t-shirt dengan jumlah minimum yang ditetapkan oleh produsen.

Penolakan itu nyatanya tak membuat 347 berhenti. “Ya sudah, kalau gak ada yang bisa bikin, kami bikin sendiri saja. Kami belajar dan cari tahu bagaimana caranya nyablon, karena waktu itu mungkin kekuatan kami adalah masalah grafik. Jadi kami membeli baju polos yang sudah jadi, lalu kami sablon sendiri,” kata Dendy.

Soal keuntungan yang tak pernah mereka terima, lanjut Dendy, terjadi karena mereka getol membuat event untuk anak-anak muda di Bandung. Ketika itu mereka tidak termotivasi untuk menabung, karena kebutuhan sehari-hari masih mendapat dukungan dari orangtua.

“Kami suka bersenang-senang saja, bikin acara, bikin party gitu. Kami gak pakai teori, dan ternyata sekarang kami baru tahu kalau itu adalah salah satu praktik marketing sebenarnya,” ujar Dendy. 

Produk yang dirancang dan dikembangkan dengan penuh passion, juga dekatnya mereka dengan masyarakat muda sekitar, membikin 347 terus berkembang hingga populer di kota-kota besar Indonesia. Hingga pada masa puncaknya, antrean pembeli tak henti-hentinya menghiasi toko mereka yang berdiri di Jalan Trunojoyo, Kota Bandung.

2. ‘THIS IS NOT MADE IN CHINA’ bukan kampanye satire

Cerita Dendy Darman dan 347, Pelopor Local Brand di IndonesiaCerita Dendy Darman dan 347, Pelopor Local Brand di Indonesia (Instagram/@unkl347)

Seperti namanya, industri local brand semestinya diisi juga dengan rantai produksi lokal. Hal itu masih menjadi perdebatan hingga saat ini, mengingat banyak jenama yang melabeli diri mereka sebagai local brand, dengan produk yang diproduksi secara impor.

Di tengah fenomena itu, 347 justru muncul dengan kampanye mereka yang diberi judul “THIS IS NOT MADE IN CHINA”. Sebuah tajuk yang tentu menjadi perbincangan di industri local brand, dan tak sedikit menjadi gunjingan.

Namun, Dendy mengatakan, kalimat tersebut bukanlah satire yang disampaikan oleh 347. Menurut dia, tajuk itu merupakan pengingat untuk masyarakat Indonesia, bahwa negara ini sudah memiliki rantai produksi yang mapan sehingga dapat dimanfaatkan untuk memberi dampak ekonomi yang baik bagi sekitar.

“Itu supaya kami jangan lupa, visi awal kami tuh ingin mendesain hal-hal yang dibuat di lingkungan sekitar. Maka itu kami gak pernah membuat produk-produk yang hubungannya dengan teknologi, karena kami harus sadar bahwa kami hidup di negara yang lebih banyak kraftman tradisionalnya,” kata Dendy.

Tajuk itu dibuktikan dengan berbagai pengembangan produk yang dilakukan 347. Mereka menitik-beratkan produk-produknya pada desain dengan porsi yang pas, tidak berlebihan. Menurut Dendy, para desainer 347 memiliki keyakinan jika produk yang baik adalah yang disukai para desainernya. 

Hal itu berdampak pada 347 yang tak pernah merilis ulang produk best seller mereka. Menurut Dendy, ia justru menolak memproduksi ulang produk yang laris karena itu justru akan membunuh kreativitasnya dalam mengembangkan produk.

“Dengan begitu, gue mungkin gak makan secara duit, tapi batin gue kenyang,” ujarnya.

3. Menjadi apa adanya dan acuh terhadap tren belanja online

Cerita Dendy Darman dan 347, Pelopor Local Brand di IndonesiaCerita Dendy Darman dan 347, Pelopor Local Brand di Indonesia (Instagram/@unkl347)

Sejak 2010, Indonesia mengalami pertumbuhan dalam budaya berbelanja online, termasuk dalam urusan belanja produk fashion. Sejak saat itu, tumbuhlah berbagai forum daring yang melakukan aktivitas jual beli sehingga menjadi awal mula budaya belanja online di Indonesia. 

Hal tersebut terus berkembang hingga saat ini, di mana sebagian besar masyarakat perkotaan di Indonesia telah terbiasa dengan aktivitas berbelanja online.

Dendy Darman dan 347 boleh dibilang menjadi orang yang cuek dalam merespons situasi bisnis tersebut. Ia mengaku tak pernah ingin mengikuti tren belanja online, sebelum akhirnya 347 membuka toko mereka di berbagai e-commerce saat ini.

“Gue tidak terlalu peduli sama hal itu, tapi sebenarnya 347 harus peduli. Mangkanya sekarang tuh manajemen 347 pindah, bukan di saya lagi, karena memang sahamnya dibeli oleh salah satu perusahaan manajemen di Solo,” tutur Dendy.

“Karena mungkin kalau gue (yang mengurus), ya gue gak akan peduli sama hal itu (bisnis online).”

Meski saham 347 telah dilepas ke pihak lainnya, Dendy sebenarnya masih memiliki satu jenama turunan dari 347 bernama HOMEBREAKS yang hingga kini masih menjadi “arena bermain” baginya.

“HOMEBREAKS itu benar-benar dibuat untuk mereka yang tahu bagaimana 347 yang lama, karena dirancang sebaik mungkin tanpa mempedulikan nilai jual nantinya,” ujarnya.

4. Berakhir di Dendy Darman Studio

Cerita Dendy Darman dan 347, Pelopor Local Brand di IndonesiaCerita Dendy Darman dan 347, Pelopor Local Brand di Indonesia (Instagram/@dendy_darman)

Pengembangan produk-produk HOMEBREAKS saat ini dilakukan oleh tim profesional di bawah manajemen Dendy Darman Studio (DDS). Kini, sebagian besar waktu Dendy memang dihabiskan untuk mengurusi berbagai project di bawah kendali DDS.

Dendy sendiri mengaku masih turun untuk ikut merancang dan memberi “taste” pada setiap karya yang dihasilkan oleh DDS.

“Jadi studio ini dibikin karena gw memiliki banyak kesukaan. Sehingga gue ngerasa harus mengumpulkan orang di studio ini dari berbagai disiplin ilmu, mulai dari arsitek, desain interior, desainer produk, hingga desainer grafis,” katanya.

Salah satu produk DDS yang populer adalah karya-karya arsitektur yang memiliki sentuhan pribadi dari Dendy Darman. Berbagai bangunan bergaya mid-century menjadi ciri khas dari karya-karyanya. Setiap project arsitektur yang dibikin, kata dia, akan menghabiskan waktu hingga tiga bulan lamanya.

“Tapi gue pribadi bukan arsitek, ya, gue mungkin seniman karena gue sekolah seni. Semua yang gue lakukan, pokoknya, benang merahnya adalah seni,” tutur Dendy.

5. THE KALCER REPORT

Cerita Dendy Darman dan 347, Pelopor Local Brand di IndonesiaCerita Dendy Darman dan 347, Pelopor Local Brand di Indonesia (potongan gambar The Kalcer Report)

Cerita soal Dendy Darman, pengembangan local brand 347 yang tanpa strategi, persaingan era digital, dan bagaimana Dendy saat ini mengurus studionya, terangkum lengkap dalam video berdurasi 47 menit yang ditayangkan pada Minggu, 5 Mei 2024 siang di YouTube IDN Times.

Wawancara jurnalis IDN Times Persiana Galih bersama Dendy Darman menjadi Episode 01 dari program YouTube terbaru IDN Times berjudul THE KALCER REPORT. Dimulai dari Dendy Darman, program ini akan rutin ditayangkan saban bulan hingga satu tahun ke depan, untuk mencatat berbagai peran kreatif anak muda Indonesia dalam menciptakan local brand dan bersaing dengan produk-produk impor.

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya