Survei: Mayoritas Publik Dukung Revisi UU KPK
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Penolakan keras terhadap revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK), yang tergambar lewat banyak pemberitaan di media belakangan ini, nyatanya tidak mencerminkan kenyataan sebenarnya. Survei Litbang Kompas menunjukkan mayoritas publik mendukung revisi UU KPK.
Dalam survei tersebut menyatakan 44,9 persen masyarakat mendukung revisi UU KPK, sementara yang tidak setuju 39,9 persen, dan yang menjawab tidak tahu 15,2 persen.
Tidak hanya soal persetujuan umum, mayoritas responden juga menyatakan setuju terhadap poin-poin revisi UU KPK yang selama ini menjadi polemik.
Misalnya, 64,7 persen mayoritas publik setuju pembentukan Dewan Pengawas KPK, sedangkan 55,5 persen perlu ada Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) di KPK.
Selanjutnya, 48,5 persen masyarakat setuju proses penyadapan KPK dilakukan tanpa izin, dan 62,1 persen setuju lembaga antirasuah bisa merekrut penyidik sendiri, tidak harus dari kepolisian.
Baca Juga: Tok! Pemerintah dan DPR Sepakat Bawa Pembahasan RUU KPK ke Paripurna
1. Hasil survei tersebut menggambarkan keprihatinan masyarakat terkait pemberantasan korupsi
Anggota Komisi III DPR Nasir Djamil mengatakan, survei tersebut menggambarkan keprihatinan masyarakat dengan situasi dan kondisi pemberantasan korupsi selama ini. Salah satunya adalah terkait regulasi tentang KPK.
“Singkat kata, itu adalah contoh masyarakat yang memberikan kepada pemerintah dan DPR dalam rangka merevisi UU KPK,” kata Nasir melalui keterangan tertulisnya, Senin (16/9).
2. Nasir Jamil tidak setuju ada istilah penguatan dan pelemahan KPK
Editor’s picks
Politikus PKS ini menjelaskan, aspirasi mayoritas masyarakat Indonesia untuk merevisi UU KPK juga menunjukkan keinginan adanya checks and balances di KPK, sebagaimana lembaga negara lain di negara demokrasi seperti Indonesia.
“Saya sebenarnya tidak setuju dengan istilah 'menguatkan' atau 'melemahkan'. Kita tidak ingin dalam dua ekstrem itu. Tapi kita ingin aturan perundang-undangan itu menjamin adanya checks and balances,” ujar dia.
3. Penolakan terhadap revisi UU KPK sebaiknya disampaikan dengan baik
Politikus asal Aceh ini juga menganggap wajar, jika masih terjadi penolakan revisi UU KPK dari kalangan internal lembaga tersebut dan sejumlah LSM.
“Jadi kalau ada teman-teman LSM yang menolak, itu hak mereka untuk menolak. Cuma mungkin saran saya dikritisi saja pasal-pasal yang direvisi oleh DPR dan pemerintah,” kata dia.
4. Yang tidak setuju dengan revisi UU KPK bisa mengajukan uji materi ke MK
Nasir mengatakan jika dalam pandangan LSM, pasal-pasal yang direvisi tidak sejalan dengan konstitusi, maka mereka bisa melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Itu lebih elegan. Apa pun ceritanya, DPR punya kewenangan membentuk undang-undang,” ujar dia.
Perlu diketahui, survei Litbang Kompas tersebut dilaksanakan pada 11-12 September 2019. Sebanyak 546 responden diambil secara acak bertingkat di 17 kota besar di Indonesia, dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Baca Juga: Fraksi Gerindra Menolak, DPR Siap Sahkan Revisi Kedua UU KPK Hari Ini