Roehana Koeddoes, Wartawati Pertama Bergelar Pahlawan Nasional

Yuk kenal lebih dekat sosok perempuan hebat ini

Jakarta, IDN Times - Jurnalis perempuan pertama asal Sumatra Barat, Roehana Koeddoes atau Ruhana Kuddus, mendapat gelar Pahlawan Nasional pada 2019 lalu. Hal itu tertuang dalam surat undangan dari Kementerian Sosial Republik Indonesia Nomor 555/3/PB/.05.01/11/2019 tertanggal 7 November 2019.

Surat yang ditujukan kepada Gubernur Sumatra Barat itu berisi perihal undangan kehadiran pada acara Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional 2019 di Istana Negara, Jumat (8/11/2019).

Yuk kenal lebih dekat dengan sosok Roehana Koeddoes, jurnalis perempuan pertama yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional. 

1. Roehana Koeddoes lahir dari keluarga jurnalis, kerabat tokoh Minang

Roehana Koeddoes, Wartawati Pertama Bergelar Pahlawan NasionalPara Republik saat ditangkap di kantor kepresidenan di Yogyakarta setelah Agresi Belanda II pada 19 Desember 1948. Dari kiri ke kanan: Perdana Menteri Sutan Sjahrir, Komandan Korps Pasukan Khusus Letnan Kolonel Van Beek, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta. (Wikimedia Commons/Nationaal Archief)

Roehana Koeddoes atau Ruhana Kuddus lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Sumatra Barat pada 20 Desember 1884. Ayahnya bernama Mohamad Rasjad Maharadja Soetan yang berprofesi sebagai jurnalis. Sedangkan ibunya bernama Kiam yang bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Ruhana Kuddus adalah kakak tiri dari Soetan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia yang pertama dan bibi dari penyair Chairil Anwar. Dia juga sepupu dari KH Agus Salim.

Kendati tak mengecap pendidikan formal, perempuan berdarah Minangkabau tersebut tetap bisa belajar membaca dan menulis dari sang ayah yang selalu membawakannya buku usai bekerja. Di usia yang masih belia, dia menguasai bahasa Belanda, Arab, Latin, dan Arab Melayu.

Terlebih saat ayahnya dipindahtugaskan ke Alahan Panjang, Ruhana bertetangga dengan isteri pejabat Belanda yang suka rela mengajarinya menjahit, merajut, dan menyulam. Dia juga bebas membaca majalah terbitan Belanda yang memuat berita politik, gaya hidup, serta pendidikan di Eropa.

Di usia 24 tahun, Ruhana kembali ke kampung halaman dan menikah dengan seorang notaris bernama Abdul Kuddus.

Baca Juga: Perempuan-perempuan Sumbar yang Tidak Kalah Harum dari Kartini

2. Roehana Koeddoes jurnalis perempuan pertama yang dimiliki Indonesia

Roehana Koeddoes, Wartawati Pertama Bergelar Pahlawan NasionalKota Bukittinggi (Google Street View)

Pernikahan tak lantas membuat Ruhana terkungkung di dapur, sumur, dan kasur seperti perempuan-perempuan lainnya. Sebagai perempuan yang hidup sezaman dengan RA Kartini, dia berhasil menjadi jurnalis perempuan pertama yang dimiliki Indonesia.

Pada 10 Juli 1912, dia mendirikan surat kabar perempuan bernama Soenting Melayu. Susunan redaksi mulai dari pemimpin redaksi, redaktur, dan penulis semuanya perempuan. Selain Soenting Melayu, karya-karya jurnalistik Ruhana Kuddus juga tersebar di banyak surat kabar, seperti Saudara Hindia, Perempuan Bergerak, Radio, Cahaya Sumatera, Suara Koto Gadang, Mojopahit, Guntur Bergerak, dan Fajar Asia. 

Pada 25 Agustus 1974, Ruhana Kuddus memperoleh gelar pelopor wartawan perempuan Sumatra Barat dan perintis pers oleh pemerintah atas jasanya dalam memperjuangkan bangsa melalui dunia jurnalistik.

3. Tidak hanya berkiprah di dunia jurnalistik, Roehana Koeddoes juga dorong perempuan mandiri secara ekonomi

Roehana Koeddoes, Wartawati Pertama Bergelar Pahlawan NasionalRumah Kerajinan Amai Setia yang didirikan Rohana Kudus di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatra Barat. (Google Street View)

Pada 11 Februari 1911, Ruhana Kuddus mendirikan Yayasan Kerajinan Amai Setia yang berfokus pada keterampilan. Kendati ditentang oleh para pemuka adat dan masyarakat laki-laki, Ruhana tak pantang menyerah. Di yayasan tersebut, Ruhana mengajari anak-anak perempuan berbagai macam keterampilan seperti menjahit, menyulam, dan merajut.

Dia menjalin hubungan kerja sama dengan pemerintah Belanda berupa pemesanan peralatan dan kebutuhan menjahit untuk mengajari para muridnya. Hasilnya, karya mereka berhasil diekspor ke Belanda. 

Tak hanya mengajar keterampilan, Ruhana juga memberikan pelajaran umum seperti baca tulis, agama, budi pekerti, dan Bahasa Belanda. 

Hingga saat ini, Yayasan Kerajinan Amai Setia masih berdiri di Koto Gadang kendati tak seramai dulu. Pepi, cucu Ruhana Kuddus, mengisahkan bagaimana yayasan tersebut tetap bergerak di tengah desakan bisnis kain pabrikan.

Yayasan Kerajinan Amai Setia menjual berbagai jenis kerajinan tangan, seperti selendang sulam dan kerajinan perak. Harganya pun bervariasi, mulai dari Rp3-6 juta.

Karya kerajinan tangan Yayasan Kerajinan Amai Setia juga dapat ditemukan di kawasan Gandaria, Jakarta. Salah seorang anggota yayasan dengan suka rela menghibahkan tempat tinggalnya sebagai cabang kerajinan.

Baca Juga: Ruhana Kuddus Wartawati Pertama Ditetapkan Jadi Pahlawan Nasional

Topik:

  • Umi Kalsum
  • Rochmanudin
  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya