Kondisi Lapas untuk Terpidana Mati Tak Manusiawi, Ini Kata Ditjen PAS

KontraS dan ECPM beberkan kondisi lapas

Jakarta, IDN Times - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) bersama Ensemble Contre La Peine De Mort (ECPM) mengungkap kondisi tahanan mati, dalam buku yang berjudul Tidak Manusiawi Kondisi Lembaga Pemasyarakatan Bagi Terpidana Mati di Indonesia.

Kepala Divisi Advokasi Hak Asasi Manusia KontraS Arif Nur Fikri mengatakan, pihaknya telah melakukan penelitian selama Desember 2018 hingga Juli 2019, dengan metode wawancara langsung kepada tujuh terpidana mati di delapan lapas, dua pengacara, dan dua perwakilan keluarga.

"Kami menemukan berbagai persoalan di lapas, mulai tindakan kekerasan, fasilitas, aktivitas yang terbatas, kesehatan juga makanan, lapas terkadang jadi tong sampah yang menyerahkan semua ke lapas," ujar Arif dalam acara Peluncuran Laporan Situasi Lapas dan Terpidana Mati di Indonesia, Jakarta, Kamis (10/10).

Baca Juga: 275 Terpidana Mati Menunggu Eksekusi di Hari Anti Hukuman Mati Sedunia

1. Terpidana mati di Lapas Nusakambangan merasa terkekang

Kondisi Lapas untuk Terpidana Mati Tak Manusiawi, Ini Kata Ditjen PAS(Lapas Kelas II A Pasir Putih di Nusa Kambangan) ANTARA FOTO/Idhad Zakaria

Arif membeberkan terpidana mati di Lapas Nusakambangan mengeluhkan aktivitas mereka dibatasi, sehingga merasa terkekang dibanding lapas lainnya.

Sementara, kondisi terpidana mati di luar Lapas Nusakambangan lebih bebas dalam beraktivitas namun overkapasitas.

"Jika di Lapas Nusakambangan satu sel diisi satu orang, sedangkan di lapas lain, satu sel diisi melebihi batasnya," kata Arif.

2. Minimnya anggaran untuk napi minum obat warung dengan dosis separuh

Kondisi Lapas untuk Terpidana Mati Tak Manusiawi, Ini Kata Ditjen PASIDN Times/Surya Aditya

Penelitian KontraS juga menemukan minimnya anggaran kesehatan untuk para tahanan, sehingga mereka hanya mendapatkan pelayanan kesehatan yang minim.

"Jika ada napi sakit yang tidak terlalu keras, hanya diberikan obat warung, itu hanya cuma separuh, karena terbatasnya anggaran," ujar Arif.

3. Tokoh rohaniawan merangkap psikolog di lapas

Kondisi Lapas untuk Terpidana Mati Tak Manusiawi, Ini Kata Ditjen PASIDN Times/Prayugo Utomo

Arif juga menyayangkan ketiadaan psikolog di lapas, hingga tidak sedikit napi, bahkan petugas lapas depresi. Terlebih, terpidana mati yang tiap hari menunggu kapan waktu eksekusi.

"Saya mempunyai klien tahanan yang beberapa kali akan bunuh diri atau membahayakan tahanan lain, dia dimasukkan dalam tahanan isolasi seminggu kemudian dilepas," ungkap dia.

Ketiadaan psikolog membuat masalah mental napi diserahkan ke tokoh rohaniawan.

"Pendekatan dengan napi yang depresi bukan dengan dokter, namun secara agama," kata Arif.

4. Akses kunjungan terbatas dan ketiadaan perpustakaan di lapas

Kondisi Lapas untuk Terpidana Mati Tak Manusiawi, Ini Kata Ditjen PASIDN Times/Dini Suciatiningrum

Selain itu, Arif menilai, akses kunjungan keluarga dan pengacara terhadap terpidana mati sulit, seperti di Lapas Yogyakarta.

"Kunjungan ini juga jadi catatan kami, karena banyak keluarga yang mengeluhkan tidak dapat bertemu terpidana mati atau membutuhkan izin jaksa penuntut umum yang memakan waktu," kata dia.

Para napi, khususnya narapidana asing, juga mengeluhkan ketiadaan perpustakaan. Menurut Arif, petugas lapas banyak yang menilai daya baca napi di lapas rendah dan minim anggaran untuk hal ini.

5. Beberapa rekomendasi KontraS untuk masalah napi di lapas

Kondisi Lapas untuk Terpidana Mati Tak Manusiawi, Ini Kata Ditjen PASIDN Times/Dini Suciatiningrum

Dari sejumlah temuan tersebut, KontraS dan ECPM merekomendasikan beberapa hal yakni selidiki kasus kekerasan, penyiksaan atau perlakuan buruk terhadap narapidana secara transparan dan akuntabel.

Kemudian, mendorong penghapusan hukuman mati, mengubah peraturan pemasyarakatan menjadi standar internasional, dan meningkatkan anggaran kesehatan dan makanan.

"Kalau masalah makanan para tahanan sudah paham kalau lapas minim anggaran," kata Arif.

Meski demikian, KontraS menemukan tidak adanya perbedaan perlakuan antara terpidana mati dan lainnya.

6. Untuk anggaran makan napi lapas harus utang miliaran

Kondisi Lapas untuk Terpidana Mati Tak Manusiawi, Ini Kata Ditjen PASIDN Times/Aan Pranata

Menanggapi temuan tersebut, Kasubdit Pembinaan Kepribadian Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Zainal Arifin tidak membantah bahwa lapas kekurangan anggaran, sehingga mempengaruhi kondisi dan pelayanan lapas karena jumlah napi terus bertambah, sementara anggaran tidak.

"Anggaran kami memang kurang, sehingga tidak ada psikolog, dokter, bahkan kami punya utang sampai miliaran hanya untuk makan napi," ungkap Zainal.

Baca Juga: Peringatan Hari Menentang Hukuman Mati, Jokowi Dituntut 3 Hal Ini

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya