Kematian Anak akibat COVID-19 Tertinggi, Yakin Mau Buka Sekolah? 

Mendikbud Nadiem targetkan sekolah tatap muka Juli 2021

Jakarta, IDN Times - Di tengah keinginan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim yang menargetkan sekolah melakukan kegiatan pembelajaran tatap muka mulai Juli 2021, ternyata pertumbuhan kasus kematian pada anak karena COVID-19 paling tinggi.

Berdasarkan data dari Pandemictalks kasus COVID-19 pada anak dan lansia naik dua kali lipat dalam dua bulan terakhir. Dalam rentang waktu 7 Januari 2021 sampai 6 Maret 2021 pertumbuhan kasus tertinggi pada usia anak sekolah yakni 6 sampai 18 tahun

Balita usia 0 sampai 5 tahun, kasus naik 79,7 persen, dari 20.957 menjadi 37.660 kasus. Anak usia sekolah yakni usia 6 sampa 18 tahun, kasus naik 83,1 perzen, dari 68.304 menjadi 125.084 kasus. Begitu pula pertumbuhan kematian tertinggi terjadi pada usia balita 0-5 tahun dengan kenaikan 58,9 persen.

 

1. Klaster keluarga masih mengintai

Kematian Anak akibat COVID-19 Tertinggi, Yakin Mau Buka Sekolah? Bahaya Klaster Keluarga (IDN Times/Arief Rahmat)

Menanggapi tingginya kematian anak dalam dua bulan terakhir, PLT Direktur Surveilans dan Karantina Kesehatan Kementerian Kesehatan Prima Yosephine, mengungkapkan saat ini klaster keluarga memang tinggi, ini memang sangat merisaukan terutama untuk anak-anak.

"Memang saat ini proses vaksinasi tengah berjalan tetapi protokol kesehatan harus tetap dijalankan," ujarnya saat menjawab pertanyaan IDN Times dalam konpers virtual media briefing yang digelar Wahana Visi, Kamis (18/3/2021).

Baca Juga: Kabupaten Bogor Uji Coba Belajar di Sekolah, Bupati: Biar Gak TikTokan

2. Protokol kesehatan turun di saat vaksinasi berjalan

Kematian Anak akibat COVID-19 Tertinggi, Yakin Mau Buka Sekolah? ANTARA FOTO/Fauzan

Prima mengakui sejak dimulai vaksinasi COVID-19, masyarakat mulai abai terhadap protokol kesehatan sebab merasa kebal terhadap virus corona.

"Kita berulangkali sampaikan bahwa kekebalan tubuh memerlukan waktu dan butuhkan dua dosis vaksinasi, karena suntikan pertama belum optimal, perlu waktu," katanya.

3. Anak yang terkena COVID-19 sebagian besar OTG

Kematian Anak akibat COVID-19 Tertinggi, Yakin Mau Buka Sekolah? Ilustrasi anak-anak (IDN Times/Dwifantya Aquina)

Prima menambahkan anak-anak yang terkena COVID-19 sebagian besar memiliki gejala ringan dan tidak bergejala, ini membuat anak tidak disiplin jalankan protokol kesehatan.

"Prokes anak turun apalagi banyak anak yang bermain dengan orang dewasa, ini yang buat khawatir," katanya

Baca Juga: Jeritan Hati Anak Indonesia: Ingin Sekolah Lagi karena Tak Punya HP

4. Wahana Visi buat panduan sekolah tatap muka di tengah pandemik

Kematian Anak akibat COVID-19 Tertinggi, Yakin Mau Buka Sekolah? Ilustrasi sekolah tatap muka (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Health Team Leader Wahana Visi Indonesia, dr Maria Adrijanti mengatakan pihaknya mendukung keputusan pemerintah termasuk persiapan pembukaan sekolah tata muka. Meski demikian, harus dilakukan dengan kehati-hatian.

"Kami juga sudah membuat panduan bagaimana anak-anak bisa melakukan protokol kesehatan di sekolah, baik jaga jarak, pakai masker, dan tidak berkerumun," katanya.

 

5. Mendikbud sebut risiko anak terpapar COVID-19 rendah

Kematian Anak akibat COVID-19 Tertinggi, Yakin Mau Buka Sekolah? Mendikbud Nadiem Anwar Makarim dalam acara kerjasama Kemendikbud dengan Netflix (Dok.IDN Times/Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mengatakan peserta didik punya risiko terinfeksi COVID-19 lebih rendah. Hal ini senada dengan hasil riset yang menunjukkan peserta didik dalam kelompok usia 3-30 tahun memiliki risiko terpapar virus COVID-19 lebih rendah dibanding kelompok usia lainnya.

"Hasil riset menunjukkan risiko terinfeksi COVID-19, orang muda apalagi anak muda sangat kecil," ujar Mendikbud Nadiem dalam Rapat Kerja dengan Komisi X DPR pada Kamis (18/3/2021).

Menurut Mendikbud Nadiem, dalam riset global ditemukan bahwa anak yang terinfeksi COVID-19 punya risiko yang lebih ringan. Selain itu, transmisi pada anak justru bukan di sekolah, namun di antara dewasa dan anak.

Nadiem mengatakan, anak-anak justru rentan terpapar dari orang dewasa. "Jadi bukan pada saat pembelajaran tatap muka di dalam ruang kelas, melainkan transmisi pada anak lebih banyak terjadi pada aktivitas sosial di luar ruang kelas," ujar Mendikbud lagi.

Baca Juga: Jokowi: Usai Semua Guru Divaksinasi, Uji Coba Sekolah Tatap Muka

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya