Euforia MPLS di Era Pandemik: Siswa Bahagia, Orangtua yang Gelisah

Ada sekolah yang meminta siswa datang, ada juga lewat online

Palembang, IDN Times - Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) tetap berlangsung sesuai jadwal Tahun Ajaran Baru 2020/2021, Senin (13/7/2020). Meski Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hanya memberi lampu hijau bagi sekolah di Zona Hijau yang menerima siswa datang ke sekolah, namun tak sedikit penyelenggara pendidikan di beberapa daerah mengharuskan siswa baru mereka datang.

Mau tak mau, siswa dan orangtua harus mengikuti aturan sekolah yang meminta datang saat MPLS dengan protokol kesehatan COVID-19: face shield, masker, cuci tangan, dan jaga jarak. Bagi orangtua, mengantarkan anak ke sekolah seperti dilema. Bukan karena tak percaya dengan penerapan protokol sekolah, tapi keberadaan dan di mana virus berukuran 125 nanometer itu menempel tak ada satupun yang tahu.

"Sudah hampir empat bulan ini tak pernah keluar rumah. Kalaupun harus jalan cukup di dalam mobil saja. Tiba-tiba disuruh datang ke sekolah untuk MPLS. Walaupun harus dengan proteksi segala macam, saya pikir rasa khawatir terhadap anak adalah hal wajar. Tenaga medis saja masih bisa kena, kan?" ungkap Defyarini, orangtua siswa di sebuah Sekolah Dasar (SD) swasta di Palembang, Minggu (19/7/2020).

Jika Defyarini mengungkap rasa khawatir, berbeda dengan anaknya Balqis Anaurah. Datang ke sekolah menjadi momen yang ia tunggu-tunggu sejak lama. Seragam sekolah sudah dikenakannya sedari subuh, lengkap dengan pelindung diri semisal face shield, masker, dan hand sanitizer.

"Setelah mendaftar beberapa bulan sebelumnya, Balqis gak berhenti bertanya kapan masuk sekolah. Padahal waktu itu sekolah saja belum tahu kapan bisa mulai aktivitas lagi. Kita kasih pengertian saja kondisi sekarang bagaimana," ungkap Defyarini warga Sukabangun II Palembang ini.

Menurutnya, sekolah meminta murid baru datang untuk mengenalkan lingkungan dan sistem belajar. Sebab pengenalan secara online agak sulit dipahami orangtua siswa. Pihak sekolah juga ingin mengenal orangtua dan siswa yang bersekolah di tempat mereka secara langsung.

Ia mengatakan, penerapan protokol saat MPLS di sekolah memang cukup ketat. Jumlah keluarga yang mendampingi pun dibatasi, termasuk pembagian kloter sesuai waktu yang telah ditentukan.

Mulai dari gerbang sekolah, pihak keamanan mengukur dan mencatat suhu tubuh siswa maupun orangtua. Tak jauh dari lokasi parkir kendaraan disediakan tempat suci tangan yang dijaga beberapa guru, sebagai langkah pencegahan buat orangtua siswa yang tekak.

Tak butuh waktu lama, setelah masuk sekolah dan ruang kelas yang diisi pengenalan, mereka lantas dipersilakan pulang. Kurang dari 1,5 jam, momen yang ditunggu-tunggu Balqis lebih dari 1,5 bulan pun selesai.

Lalu bagaimana dengan siswa dan sekolah lain yang juga mengikuti MPLS? Seperti apa kesiapan sekolah menghadapi MPLS, dan cara mereka meredam kecemasan orangtua di tengah pandemik COVID-19? 

1. Sekolah membagi waktu pengenalan menjadi dua sesi

Euforia MPLS di Era Pandemik: Siswa Bahagia, Orangtua yang GelisahIlustrasi Sekolah dari Rumah (IDN Times/Arief Rahmat)

Wakil Kepala SMA Negeri 22 Palembang Bidang Kesiswaan, Indra Utama mengungkapkan, pihaknya juga melaksanakan MPLS secara langsung khusus siswa kelas X. Indra mengatakan, pihaknya menjamin penerapan protokol kesehatan COVID-19 dengan ketat. Indra berujar, pihaknya menerapkan protokol kesehatan sesuai panduan atau surat edaran dari Dinas Pendidikan Sumatra Selatan (Disdik Sumsel).

"Tetap disiplin protokol kesehatan yang ketat, namun hanya untuk kelas X saja. Kelas yang lain seperti XI dan XII tetap belajar dari rumah. Siswa baru datang ke sekolah selama tiga hari, sesuai hasil rapat kepala sekolah bersama Disdik Sumsel," kata dia, Senin (13/7/2020).

SMA Negeri 22 Palembang membagi jadwal masuk menjadi dua sesi. Pada sesi pertama, siswa masuk pukul 8.00 WIB hingga 9.30 WIB dan dilanjutkan sesi kedua pada pukul 10.30 WIB hingga 12.00 WIB.

Sedangkan sistem pengenalan di SMP Negeri 12 Palembang hanya melakukan pertemuan satu hari dengan melibatkan guru, staf sekolah dan siswa-siswi baru, serta tetap mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP) kesehatan COVID-19.

"Dalam Surat Edaran dari Dinas Pendidikan (Disdik) Palembang, siswa boleh datang jam 07:00 WIB dan masuk jam 08.00 WIB sampai jam 11.00 WIB. Selanjutnya kegiatan belajar dan mengajar tetap dilakukan di rumah," jelas Kepala SMP Negeri 12 Palembang, Mgs Ahmad Fauzi.

2. Gunakan sistem drive thru sebelum masuk sekolah

Euforia MPLS di Era Pandemik: Siswa Bahagia, Orangtua yang GelisahSD IBA Palembang terapkan MPLS Drive Thru (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Sebagai antisipasi penyebaran COVID-19 di Palembang yang masih berada di zona merah, Yayasan IBA Palembang menerapkan sistem drive thru saat memvalidasi data siswa dan orangtua di hari MPLS. Kepala Sekolah Dasar (SD) Yayasan IBA, Paidi menerangkan, pihaknya memang meminta orangtua dan siswa datang untuk pengenalan. Paidi memastikan pihaknya sudah mengatur pola MPLS yang tidak membahayakan bagi siapapun.  

"Begitu mereka masuk sekolah, siswa dan orangtua akan divalidasi data dari kendaraan masing-masing. Selanjutnya mereka masuk ke dalam kelas dengan maksimal hanya 10-15 orang, dan mereka tidak boleh lebih dari 2,5 jam berada di ruang kelas," ujarnya.

Menurut seorang wali murid SD IBA Palembang, Aidil Hadi, konsep pengenalan lingkungan sekolah dengan drive thru tidak terlepas dari pengetatan ketertiban sekolah dan penerapan protokol COVID-19. Aidil tak mempermasalahkan jika dirinya dan sang anak harus datang ke sekolah di saat pandemik.

"Kalau menurut saya, pengenalan sekolah memang butuh bertemu langsung. Anak-anak ingin kenal dengan temannya, guru yang mengajar, dan di lingkungan sekolah. Tapi tetap sesuai protokol kesehatan. Saya lihat semua sudah ada, dari tes suhu, cuci tangan dan lainnya," tandas dia.

Namun tak semua sekolah pada MPLS mengharuskan siswanya datang. Ewin Nugraha, warga Kenten Palembang yang baru pindah dari Kota Medan, memasukkan anaknya ke sekolah baru di Palembang. Kedua anaknya, Senja dan Jingga, juga mengikuti MPLS meski lewat daring. "Syukurlah cuma lewat Zoom, jadi kita sebagai orangtua tak perlu repot apalagi cemas," ungkapnya.

Baca Juga: 19 Lembaga Ini Terancam Dibubarkan Presiden Jokowi

3. DKI Jakarta melaksanakan MPLS demi beberapa tujuan

Euforia MPLS di Era Pandemik: Siswa Bahagia, Orangtua yang GelisahKepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Nahdiana saat memberikan keterangan pers secara virtual (Dok. Humas Pemprov DKI Jakarta)

Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Nahdiana mengatakan, program MPLS dan Masa Ta'aruf Siswa Madrasah (MATSAMA) di tengah kondisi pandemik bagi peserta didik baru, tetap perlu dilakukan untuk memastikan beberapa hal.

Seperti, peserta didik menjadi bagian dari satuan pendidikan, mengenal satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, peraturan-peraturan, dan program satuan pendidikan. 

"Kegiatan ini adalah upaya menumbuhkan karakter, semangat belajar, kemampuan literasi, mengembangkan kompetensi sosial peserta didik, dan menumbuhkan semangat kolaborasi antara pihak satuan pendidikan dengan orang tua/wali peserta didik, serta membangun kebanggaan peserta didik terhadap almamaternya,” ujar Nahdiana dalam keterangannya, Sabtu (11/7/2020).

Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria juga mengatakan, penerapan MPLS sudah sesuai dengan protokol COVID-19, dan menjadi semangat bagi peserta didik baru.

"Serta dapat menumbuhkan semangat baru bagi peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan untuk melakukan kegiatan pembelajaran yang berkualitas dalam masa PSBB transisi, serta terbangunnya kolaborasi antara satuan pendidikan dengan orang tua peserta didik,” kata Riza dalam keterangannya, Senin (13/7/2020).

Baca Juga: Sepekan Dirawat Positif COVID-19, Sekjen Komisi Yudisial Meninggal

4. Ridwan Kamil sempat geram saat SMA Negeri di Bekasi terapkan MPLS offline

Euforia MPLS di Era Pandemik: Siswa Bahagia, Orangtua yang GelisahGubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil meninjau persiapan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka di SMA Negeri 4 Kota Sukabumi (8/7/2020). (IDN Times/ Dok. Humas Jabar)

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, sempat geram usai mendengar kabar Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Bekasi melaksanakan MPLS di hari pertama tahun ajaran baru di sekolahan, Senin (13/7/2020).

Dari penuturan pihak sekolah, sebanyak 48 orang dari 384 peserta didik baru menjadi perwakilan mengikuti upacara bendera sebagai rangkaian kegiatan MPLS selama tiga hari. Sang Gubernur, Kang Emil menegaskan, MPLS offline hanya boleh dilaksanakan oleh sekolah di zona hijau.

"Saya mohon masyarakat melaporkan kalau ada kegiatan pendidikan yang memaksa tatap muka, padahal daerahnya tak hijau itu adalah pelanggaran," ujar Ridwan Kamil dalam konferensi pers di Makodam III Siliwangi.

Menurut Emil, semua elemen masyarakat harus saling mengingatkan gugus tugas, orangtua dan sekolah, terkait aturan tersebut. Jika sekolah tak bisa membuktikan daerahnya berada di zona hijau, maka aktivitas tatap muka dilarang.

"Aturan surat keputusan bersama (SKB) sudah jelas, sebelum status hijau tatap muka tak boleh dilakukan. Sehingga MPLS masa pengenalan lingkungan sekolah semua masih secara daring. Saya akan cek, apakah zona hijau. Kalau tidak, berarti ada pelanggaran, kalau iya, artinya ada diskresi," katanya.

Sebanyak 48 ribu siswa TK-SMP baik swasta maupun negeri di Kota Bandung, mulai mengikuti MPLS. Namun berbeda dengan sebelumnya, tahun ajaran baru kali ini tak mengizinkan para siswa bertemu langsung dengan teman baru dan gurunya.

Sekertaris Dinas Pendidikan Kota Bandung, Cucu Saputra mengatakan, MPLS dilaksanakan selama beberapa hari. Para murid diminta melakukan tatap muka melalui online dengan guru dan teman barunya.

"MPLS digelar selama tiga hari, dari Senin (13/7/2020) hingga Rabu (15/7/2020). Seluruh prosesnya masih menggunakan online, belum diizinkan tatap muka langsung," ujar Cucu, Senin (13/7/2020).

Tak hanya MPLS, bahkan proses pembelajaran selanjutnya juga diterapkan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Menurut Cucu, langkah itu sudah sesuai dengan anjuran pemerintah pusat dan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.

"Belum diizinkan untuk ke sekolah. Siswa-siswi masih melakukan PJJ. Sudah, berdasarkan aturan bahwa belum diizinkan masuk sekolah," ungkapnya.

Dari seluruh wilayah di Jabar, menurut Kang Emil baru Sukabumi yang berstatus zona hijau. Namun Wali Kota (Wako) Sukabumi, Achmad Fahmi menegaskan, pihaknya tak gegabah meminta seluruh sekolah menerapkan pembelajaran tatap muka. Antara Disdik Jabar dan Disdik Kota Sukabumi masih membahas teknis persiapan pembukaan sekolah di Kota Sukabumi.

"Sekolah yang bisa memulai pembelajaran tatap muka langsung, hanya sekolah yang dapat memenuhi protokol kesehatan. Istilahnya dapat bukan harus. Nanti akan ada hasilnya berapa sekolah yang dibuka," tegasnya.

5. Sekolah di Tulungagung dan Madiun kirim perwakilan siswa hadiri seremonial pembukaan MPLS

Euforia MPLS di Era Pandemik: Siswa Bahagia, Orangtua yang GelisahSiswa baru di Tulungagung ikuti pembukaan MPLS online. IDN Times/ Bramanta Pamungkas

Puluhan siswa di SMA Negeri 1 Kedungwaru, Kabupaten Tulungagung, harus mendatangi sekolah mereka pada Senin (13/7/2020). Sebab seremonial MPLS dibuka oleh Gubernur Jawa Timur (Jatim), Khofifah Indar Parawansa melalui virtual.

Humas SMA Negeri 1 Kedungwaru, Mardiyani menjelaskan, jumlah keseluruhan siswa baru di sekolah ini mencapai 432 orang. Namun pembukaan MPLS hanya dihadiri langsung oleh beberapa siswa yang ditunjuk sebagai perwakilan.

"Mereka datang ke sekolah untuk mengikuti pembukaan saja setelah itu para siswa langsung pulang. Selanjutnya pelaksanaan MPLS sendiri akan dilakukan secara online hingga enam hari ke depan," ujarnya.

Para siswa itu menyimak paparan profil sekolah, ragam kegiatan ekstrakurikuler, hingga peraturan sekolah. Bahan materi MPLS juga disampaikan melalui grup WhatsApp. Sama halnya yang dilakukan oleh Wali Kota (Wako) Madiun, Maidi yang membuka MPLS di bumi perkemahan PDAM Kota Madiun, Senin (13/7/2020).

Puluhan siswa baru perwakilan dari SD dan SMP di Kota Madiun, mengikuti upacara pembukaan MPLS dengan protokol kesehatan. Maidi menjelaskan, pembukaan MPLS itu dapat disaksikan para siswa baru secara daring di rumah masing-masing.

“Mereka yang (ikut pembukaan) di sini merupakan duta yang diberi nama ‘pendekar waras’,” kata Maidi usai pembukaan MPLS.

Sebutan ‘pendekar waras’ itu menyesuaikan dengan slogan Kota Madiun, yakni ‘Kota Pendekar’. Setiap orang yang terlibat dalam upaya pencegahan COVID-19 dan peningkatan kedisiplinan dalam menjalankan protokol kesehatan, dinyatakan sebagai orang sehat atau waras.

Perwakilan siswa yang mengikuti upacara pembukaan MPLS, juga dilibatkan dalam upaya menyampaikan informasi seputar COVID-19 dan cara pencegahannya. Mereka bakal diterjunkan ke sejumlah lokasi keramaian, terutama tempat yang banyak didatangi anak-anak seusia mereka.

“Akan kami fasilitasi dengan bus pariwisata. Anak-anak memberikan edukasi kepada anak-anak,” ujar Maidi.

Baca Juga: Efektif Belajar Minggu Depan, Siswa Baru di Palembang Wajib Berseragam

6. Sebanyak 400 ribu siswa baru SMA/SMK di Jatim ikuti MPLS

Euforia MPLS di Era Pandemik: Siswa Bahagia, Orangtua yang GelisahSiswa baru di Tulungagung ikuti pembukaan MPLS online. IDN Times/ Bramanta Pamungkas

Berdasarkan data Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim, sebanyak 400 ribu lebih siswa baru mengikuti MPLS daring. Dilaksanakan oleh 423 SMA negeri dan 1.119 SMA swasta. Serta pada 297 SMK negeri dan 1.821 SMK swasta. MPLS 2020 dibuka oleh Khofifah Indar Parawansa melalui sambungan konferensi video di Gedung Negara Grahadi.

Kepala Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim, Wahid Wahyudi menjelaskan, pembelajaran wajib dilaksanakan dengan metode jarak jauh. Khususnya daerah yang belum masuk kategori zona hijau. Aturan itu kata Wajid sesuai dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendikbud, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri dalam Negeri (Mendagri).

“Memang perlu penyesuaian-penyesuaian yang lebih kreatif dan inovatif, dengan memanfaatkan teknologi informasi secara optimal. Sehingga meski tidak bertatap muka langsung, tujuan MPLS, khususnya yang terkait dengan pengenalan berbagai aspek pembelajaran di sekolahnya tetap tercapai dengan baik," paparnya.

Sekolah-sekolah di Jatim melaksanakan MPLS selama tiga hari. Namun penyelenggara pendidikan di masing-masing tempat, dapat menambah satu sesi kunjungan ke sekolah yang dilaksanakan secara bergantian. Kunjungan tersebut harus disertai dengan penerapan disiplin protokol kesehatan COVID-19.

Baca Juga: Begini Cegah Penularan COVID-19 Lewat Airborne Menurut PDPI

7. Rela bekerja agar bisa membeli kuota internet

Euforia MPLS di Era Pandemik: Siswa Bahagia, Orangtua yang GelisahSeorang guru SMPN 1 Mejayan, Kabupaten Madiun sedang memandu pelaksanaan MPLS secara daring, Senin (13/7). IDN Times/Nofika Dian Nugroho

Siswa di sekolah perkotaan mungkin mengamini sistem belajar dengan daring. Tapi bagaimana dengan siswa yang bersekolah di kawasan pelosok dengan jaringan internet terbatas? Kondisi ini dialami oleh beberapa siswa di Kabupaten Lebak, Banten. Mereka mengeluhkan pola belajar jarak jauh dengan metode daring, apalagi tahun ajaran baru 2020/2021 sudah dimulai, Senin (13/7/2020).

Seorang guru SMA di daerah Malingping, Kabupaten Lebak, Banten, Yudi Andriyanto mengungkapkan, seorang muridnya meminta izin untuk bekerja di kota demi mencari uang untuk membeli kuota internet, mengingat belajar menggunakan metode daring cukup menguras kuota internet.

Siswa itu kata Yudi terpaksa melakukan hal tersebut karena ekonomi kedua orangtuanya kurang mampu. "Ada salah satu murid saya tiba-tiba izin mau kerja, khawatir kalau belajar jarak jauh dia gak punya paket (internet)," katanya.

Dirinya juga sering mendapat keluhan dari siswa tentang pembelajaran dengan metode daring lantaran minimnya jaringan internet di rumah. Mayoritas rumah siswa berada di wilayah pedalaman.

"Ada beberapa siswa telepon saya untuk mengeluh di lemburnya (daerah) susah sinyal. Jangankan pembelajaran menggunakan Zoom meeting, buka Facebook saja susah," kata Yudi.

Tapi beberapa sekolah di Kabupaten Madiun, rela mengeluarkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk memberikan fasilitas pulsa internet kepada siswa baru yang kurang mampu. SMP Negeri 1 Mejayan misalnya, sebanyak 12 lulusan SD yang lolos dalam pendaftaran peserta didik baru (PPDB) di sekolah setempat dinyatakan berasal dari keluarga miskin.

“Kami memberi bantuan untuk pembelian paket internet dengan nominal Rp50 ribu per anak tiap bulan,” kata Kepala SMP Negeri 1 Mejayan, Agus Sucipto, Senin (13/7/2020).

Agus mengatakan, bantuan paket internet diberikan agar seluruh peserta didik baru di sekolahnya dapat mengikuti kegiatan MPLS secara daring dari rumah masing-masing. 

Langkah yang sama juga akan diambil Jabar. Menurut Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Jabar, Dedi Supandi, kuota internet akan diberikan setelah pihaknya melakukan survei dan evaluasi proses KBM secara daring dalam beberapa bulan ke belakang.

Dari survei tersebut, banyak siswa yang kesusahan belajar daring karena tak memiliki uang cukup untuk membeli kuota internet. "Nah dari sana kami buatkan petunjuk teknis dalam kebijakan sekolah secara daring, salah satunya membiayai kuota internet bagi siswa," ujar Dedi dalam konferensi pers, Kamis (16/7/2020).

Menurut Dedi, anggaran untuk kuota internet yang dibagikan kepada siswa SMA Negeri akan diambil dari anggaran Bantuan Operasional Pendidikan (BOP) yang mencapai Rp770 miliar.

BOP di Jabar selama ini dipakai sebagai pengganti uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP). Selain anggaran dari BOP, sekolah pun bisa memanfaatkan dana dari BOS dari pemerintah pusat.

Sekolah bisa memanfaatkan dana dari BOS atau BOP,  tapi tidak digunakan secara bersamaan. Setiap bulannya nanti, siswa bisa mendapatkan kuota maksimal Rp150 ribu. Dana sebesar itu diharap bisa mencukupi pembelajaran siswa selama satu bulan.

Baca Juga: Ternyata Virus Corona Bisa Bertahan di Udara Hingga 8 Jam

8. Bersemangat sambut hari pertama sekolah

Euforia MPLS di Era Pandemik: Siswa Bahagia, Orangtua yang GelisahIlustrasi sekolah hari pertama via daring. IDN Times/Dida Tenola

Alaric Mahira Dzikra Almastury, siswa baru SD di  MIN 1 Sidoarjo ini tampak atusias di hari pertamanya masuk sekolah, Senin (13/7/2020). Tapi sayangnya, bocah lelaki berusia 7 tahun itu tidak bisa menyapa teman barunya secara langsung. Pandemik COVID-19 memaksa ia dan banyaj anak-anak di Indonesia harus sekolah dari rumah menghadap laptop atau layar handphone, bukan papan tulis seperti biasanya.

Meski begitu, boca yang biasa dipanggil Dziyo ini tak kehilangan keceriaan. Begitu bangun tidur, Dziyo langsung bertanya di mana seragamnya. "Tadi pagi bangun jam 6, awalnya klewas-klewes, begitu melek langsung tanya seragam. Dari semalam malah, sudah tanya seragam," cerita ibunda Dziyo, Junesha Kirana Ayu kepada IDN Times.

Perempuan yang akrab disapa Rana itu melanjutkan, putra sulungnya memang tak sabar masuk sekolah. Apalagi sudah sebulan ia libur, atau sejak 15 Juni 2020. Sehabis mandi, Dziyo langsung pakai seragam. Ia sempat bersepeda sejenak, sekadar menyapa teman-teman seusianya di lingkungan perumahan tempat tinggal.

"Orangtua juga tak pernah bertemu dengan guru. Setelah diterima, ke sekolah itu cuma ambil seragam. Dua minggu sebelum masuk," lanjutnya.

Rana sudah terbiasa mendampingi Dziyo sekolah daring. Sejak COVID-19 mewabah dan sekolah ditutup, dia sudah memberi pengertian kepada Dziyo. "Ya, aku bilang gak boleh keluar rumah karena ada virus. Dia paham. Dulu guru-guru TK-nya juga sering ngirim video animasi tentang corona, itu cukup membantu," ujar ibu dari tiga orang anak ini.

MIN 1 Sidoarjo sendiri tahun ini menerima 56 siswa baru. Menurut Rana, nantinya kelas akan dibagi menjadi dua. Untuk sementara belum ada mata pelajaran yang diajarkan.

"Sekarang belum pakai Zoom, sekolah masih ngasih arahan lewat WA. Mungkin karena belum semua orangtua terbiasa pakai Zoom, ya. Jadinya masih adaptasi dulu, gak masalah," tutur Rana.

Antusiasme yang tinggi juga dirasakan Muhammad Azkanio Rahman. Bocah berusia 5 tahun yang akrab disapa Azka, naik kelas ke TK B Al Falah Darussalam Tropodo. Sekolah daring bukan hal baru baginya.

"Sebelumnya dia juga sudah merasakan sekolah lewat Zoom sewaktu di TK A," kata ibunda Azka, Finh Yutta Dhipiya.

Finh mengungkapkan, selama sebulan libur sekolah dirinya selalu mendampingi Azka mengulang-ulang materi belajar agar tak cepat lupa. Terutama mengaji dan murojaah. Kendati begitu, Finh tak menampik kalau anaknya lebih senang sistem sekolah konvensional.

"Kadang dia malas ya kalau video call terus. Harus cari mood-nya anak," imbuh Finh.

Selama ini, Finh juga memberikan pemahaman kepada anaknya seputar corona. Sudah tiga bulan lebih Azka banyak menghabiskan waktu di dalam rumah. Bosan, sudah pasti. Tapi sesekali Finh dan suami mengajak anak-anaknya keluar.

"Tapi ya cuma muter-muter aja. Di dalam mobil, gak keluar. Pas ambil rapor itu, dia juga di dalam mobil, untungnya bisa mengerti," ucap ibu dua orang anak ini.

9. Pedagang seragam bikin brosur dan sebar ke sekolah untuk tingkatkan penjualan

Euforia MPLS di Era Pandemik: Siswa Bahagia, Orangtua yang GelisahIlustrasi beli seragam di pasar tradisional (IDN Times/Feny Maulia Agustin)

Pandemik COVID-19 berdampak pada pedagang baju seragam sekolah di Pasar 16 Ilir Palembang. Menurut Mega Hanugra Matra, Penanggung Jawab Toko Radenmat di Lorong Basah Palembang mengatakan, penjualan baju seragam sekolah mengalami penurunan tahun ini. Ia pun mengatur strategi agar penjualan kembali meningkat.

Mega menjelaskan, ia menyebar brosur ke sekolah-sekolah agar penjualan kembali meningkat. Tak cuma itu, ia juga menggratiskan biaya pengiriman bagi orangtua yang memesan seragam ke tokonya.

"Kita juga telah melakukan upaya promosi ke sekolah- sekolah. Dibandingkan tahun lalu, sekarang penjualan baru 40 persen. Biasanya sudah ramai. Jadi kita jemput bola dengan membagikan brosur ke warga, dan menawarkan ke beberapa sekolah. Bagi yang membeli bisa diantar oleh kurir ke rumah dengan free ongkir," ujarnya, Selasa (30/6/2020).

Sekitaran Pasar Kosambi di Bandung juga sama. Sejumlah toko tampak sepi pembeli. Kegiatan jual beli tak terlihat ramai di sana. Pemandangan pun kontras jika diingat jelang tahun ajaran baru terakhir. 

"Kita sudah terasa seperti ini sejak Maret. Sampai sekarang berarti hampir empat bulan sepi pembeli," ujar Siswadi, pemilik toko Remaja yang menjual pakaian sekolah ditemui IDN Times, Senin (22/6/2020).

Sejak toko ini memulai usaha pada 1972, pandemik COVID-19 menjadi yang paling menyulitkan pedagang pakaian anak sekolah. Dibandingkan dengan krisis keuangan di Indonesia pada 1998 silam, Siswandi menyebut kondisi saat ini paling parah.

Dengan pemasukan yang sangat minim, Siswandi pun akhirnya menghentikan sementara aktivitas para pekerja yang selama ini menjahit pakaian anak sekolah. Sebelumnya, Siswandi memiliki sekitar 15 pekerja yang ada di Bandung dan Tasikmalaya.

Kondisi yang sama juga dialami pedagang seragam sekolah di Kota Serang, Banten. Padahal, masa tahun ajaran baru para pedagang selalu kebanjiran pembeli. Salah satu penjual seragam sekolah di Pasar Induk Rau, Kecamatan Serang, Kota Serang, Anis mengatakan, pelaksanaan PJJ membuat penjualan seragam sekolah menurun drastis.

Jika dibandingkan tahun lalu, imbuhnya, penjualan tahun ajaran baru kali ini turun hingga 60 persen.  "Kalau yang beli masih ada, karena ini kan ada siswa baru di sekolah, cuma memang menurun karena pandemik, kan sekolah online," kata Anis saat dikonfirmasi IDN Times, Jumat (17/7/2020).

10. Wapres Ma'ruf Amin menyebut pendidikan digital bisa menghapus kesenjangan

Euforia MPLS di Era Pandemik: Siswa Bahagia, Orangtua yang GelisahWapres RI Ma'ruf Amin didampingi Mendikbud Nadiem Makarim dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, meninjau persiapan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka di SMA Negeri 4 Kota Sukabumi (8/7/2020). (IDN Times/ Dok. Humas Jabar)

Wakil Presiden Ma'ruf Amin mendatangi salah satu sekolah di Sukabumi, Jawa Barat, untuk meninjau langsung simulasi penerapan sekolah secara tatap muka, Rabu (8/7/2020).

Mantan Rais Aam NU itu mengatakan, sistem pendidikan berbasis digital mampu mewujudkan pemerataan pendidikan di seluruh daerah di Indonesia, serta menghilangkan kesenjangan perbedaan tingkat pendidikan di masyarakat pada masa mendatang.

Hal itu disampaikan Ma'ruf saat menerima Pengurus Yayasan Memajukan Ilmu Kebudayaan (YMIK) di kediaman resmi Wapres, Jalan Diponegoro Nomor 2, Menteng, Jakarta Pusat.

"Dengan (pendidikan) digital mungkin juga bisa menghilangkan kesenjangan, bisa pemerataan kesenjangan. Saya kira ini suatu upaya yang luar biasa dan sebagai suatu terobosan, dan dampaknya akan mendorong pendidikan tinggi yang lain juga," kata Maruf melalui keterangan tertulisnya.

Tim penulis: Feny Maulia Agustin, Azzis Zulkhairil, Debbie sutrisno, Nofika Dian Nugroho, Bramanta Putra, Ardiansyah Fajar, Lia Hutasoit, Khaerul Anwar

Baca Juga: 7 Cara Mencegah Penularan COVID-19 Lewat Airbone dalam Ruangan

Topik:

  • Deryardli Tiarhendi
  • Yogie Fadila

Berita Terkini Lainnya