Jumlah Pengeluaran Warga Jabar yang Ternilai Miskin, Ini Angkanya

Berapa pengeluaran kamu dalam sebulan?

Bandung, IDN Times - Jumlah penduduk miskin di Jawa Barat mengalami penurunan. Dari data Badan Pusat Statistik, jumlahnya menjadi 3,85 juta orang atau hanya 7,46 persen pada Maret 2024. Jumlah ini turun sekitar 0,16 persen atau 39 ribu orang dibandingkan Maret 2023.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat Marsudijono mengatakan penilaian jumlah warga yang miskin ini mengacu pada Garis Kemiskinan (GK). GK merupakan representasi dari jumlah rupiah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum makanan dan kebutuhan pokok bukan makanan.

GK dipergunakan sebagai suatu batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin.

1. GK di perkotaan dan pedesaan berbeda

Jumlah Pengeluaran Warga Jabar yang Ternilai Miskin, Ini Angkanyailustrasi rupiah menguat (IDN Times/Aditya Pratama)

Marsudijono menuturkan, GK dihasilkan dari penjumlahan Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan Non Makanan. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari.

Sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah nilai pengeluaran minimum untuk kebutuhan nonmakanan berupa perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan.

Pada Maret 2024, GKM Jawa Barat mencapai Rp391.347 per kapita per bulan. Jika dibedakan menurut daerah tempat tinggal perkotaan dan perdesaan, GKM di perdesaan lebih tinggi dibanding GKM di perkotaan yaitu Rp394.120 per kapita per bulan dibanding Rp390.563per kapita per bulan.

Tetapi sebaliknya, untuk GKNM di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan yang di perdesaan, yaitu Rp134.926 per kapita per bulan di perkotaan dan di perdesaan sebesar Rp123.721 per kapita per bulan. GKNM secara total sebesar Rp132.705 per kapita per bulan.

2. Ada kenaikan angka GKM setahun ke belakang

Jumlah Pengeluaran Warga Jabar yang Ternilai Miskin, Ini Angkanyailustrasi uang rupiah (pexels.com/Ahsanjaya)

Pada periode Maret 2023-Maret 2024, terjadi peningkatan GK baik GKM maupun GKNM. Peningkatan ini terjadi baik di daerah perkotaan maupun di perdesaan. Perubahan GKM
periode Maret 2023-Maret 2024 sebesar 6,62 persen, sedangkan perubahan GKNM pada periode yang sama sebesar 3,52 persen.

Perubahan Garis Kemiskinan Total pada periode Maret 2023-Maret 2024 sebesar 5,82 persen.

Demikian halnya pada periode September 2022-Maret 2024, terjadi peningkatan GK baik GKM maupun GKNM dan terjadi di daerah perkotaan maupun di perdesaan. Perubahan GKM periode September 2022-Maret 2024 sebesar 10,19 persen. Sedangkan perubahan GKNM pada periode yang sama sebesar 6,01 persen. Untuk perubahan garis kemiskinan totalnya sebesar 9,10 persen.

Peranan komoditi makanan terhadap GK sangat dominan dibandingkan peran komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan). Hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi masyarakat pada tingkat ekonomi rendah lebih didominasi pengeluaran untuk kebutuhan makanan dibandingkan kebutuhan bukan makanan.

Sumbangan GKM terhadap GK pada Maret 2024 sebesar 74,32 persen di perkotaan dan 76,11 persen di perdesaan, sedangkan sumbangan GKNM terhadap GK pada Maret 2023 sebesar 25,68 persen di perkotaan dan 23,89 persen di perdesaan. Secara total peranan komoditi makanan terhadap GK sebesar 74,68 persen dan komoditi nonmakanan sebesar 25,32 persen.

3. Secara nasional angka GK berada di kisaran Rp580 ribu

Jumlah Pengeluaran Warga Jabar yang Ternilai Miskin, Ini Angkanyailustrasi rupiah menguat (IDN Times/Aditya Pratama)

Sementara itu, BPS RI menyebut garis kemiskinan per Maret 2024 sebesar Rp582,93 ribu, naik 5,9 persen dibanding garis kemiskinan per Maret 2023 sebesar Rp550,45 ribu.

Di perkotaan, garis kemiskinan per Maret 2024 adalah sebesar Rp 601,87 ribu, naik dari posisi Maret 2023 sebesar Rp569,29 ribu. Sementara itu, di pedesaan garis kemiskinan per Maret 2024 ialah sebesar Rp556,87 ribu atau naik dari posisi per Maret 2023 sebesar Rp525,05 ribu.

Garis kemiskinan itu mayoritas dipicu oleh komponen makanan yang menjadi komoditas utama pengeluaran masyarakat, dengan porsi mencapai 74,44 persen, sisanya bukan makanan hanya 25,56 persen. Dengan demikian peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibanding komoditas bukan makanan.

"Berdasarkan komponen pembentuknya peranan komoditas makan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dari komoditas bukan makanan," tutur Imam Plt Sekretaris Umum BPS Imam Machdi.

Baca Juga: 5 Alasan Mengapa Petani Sering Dikaitkan dengan Kemiskinan

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya