Hidup Rukun, Ini Sejarah Etnis Tionghoa Kota Cimahi

Etnis Tionghoa sudah ada di Cimahi sebelum garnizun dibangun

Cimahi, IDN Times - Istilah "Chindo" atau kepanjangan China Indonesia atau peranakan Chinese di Indonesia tengah mengemuka, tak terkecuali di Cimahi, Jawa Barat. Memang, bagaimana sejarah keberadaan etnis Tionghoa di Kota Cimahi?

Etnis Tionghoa tersebar hampir di seluruh Indonesia, tak terkecuali di Kota Cimahi. Jejak keberadaan etnis Tionghoa terekam di kota mungil yang menang kental akan sejarah. Hal itu dibuktikan dengan adanya sejumlah bangunan yang identik dengan etnis tersebut.

Seperti di Jalan Djulaeha Karmita yang masih berdiri kokoh sebuah bangunan yang digunakan sebagai tempat niaga, dan tetap dipertahanakan hingga kini untuk aktivitas serupa yakni menjadi tempat usaha.

Ciri khas bangunan berarsiketur Tionghoa yang dipadukan dengan gaya kebarat-baratan itu hingga kini masih dipertahankan. Meski salah satu bagian ornamennya roboh tertiup angin kencang.

Bangunan bersejarah tersebut kini masih dipakai sebagai tempat niaga. Dari mulai jasa fotokopi, warung, hingga aneka makanan dan bergbagai usaha lainnya. Ada yang menyewa, ada pula yang yang memang sudah milik pribadi sejak zaman dulu.

Kemudian di Jalan Pacinan yang terdapat sebuah tempat fotokopi dan sebuah sekolah.
Pacinan sebelum tahun 1898 merupakan pemukiman dan dan pusat niaga warga Tionghoa di Kota Cimahi.

Lalu ada kawasan Pasar Atas yang dulunya bernama Pasar Luhur ada Kampung China atau Chinesse Wijk.

1. Sejarah keberadaan etnis Tionghoa di Cimahi

Hidup Rukun, Ini Sejarah Etnis Tionghoa Kota CimahiJalan Pacinan di Kota Cimahi yang Dulu jadi Kawasan Niaga Etnis Tionghoa. (Bangkit Rizki/IDN Times)

Awal mula keberadaan etnis Tionghoa diceritakan oleh seorang pegiat sejarah yang juga Ketua Tjimahi Heritage, Machmud Mubarok saat dihubungi IDN Times pada Sabtu (3/2/2024). Menurutnya, warga Tionghoa ada di Kota Cimahi sebelum dibangunnya
Garnizun tahun 1898.

"Kapan persisnya warga Tionghoa ke Cimahi saya belum temukan. Tapi saat Belanda membangun Garnizun, mereka sudah ada," ujar Machmud.

Sebagai pecinta sejarah, Machmud pun menggali sejadah etnis Tionghoa hingga menemukan arsip Belanda tahun 1930. Dalam arsip tersebut disebutkan bahwa jumlah warga Tionghoa ketika itu hanya 2,3 persen saja dari total penduduk Cimahi saat itu yang mencapai 59.993 jiwa.

Tujuan kebanyakan mereka datang ke Cimahi adalah untuk berniaga atau berdagang. "Ada yang sampai menikah dengan orang pribumi, tapi tidak banyak," ucap Machmud.

2. Etnis Tionghoa menginduk ke Bandung

Hidup Rukun, Ini Sejarah Etnis Tionghoa Kota CimahiBangunan Bersejarah yang Dulu jadi Tempat Berniaga Etnis Tionghoa di Kota Cimahi. (Bangkit Rizki/IDN Times)

Kemungkinan besar, kata dia, komunitas China di Cimahi saat itu menginduk ke Bandung. Sebab di Cimahi memang sejak dulu tidak ada Kelenteng atau Vihara, sehingga orang komunitas China di Cimahi yang ingin ke Vihara harus mengarah ke Kota Bandung. Ia belum menemukan catatan pangkat kapten atau letnan sehingga sering disebut Kapten atau Letnan China yang memimpin etnis Tionghoa di Cimahi.

Sejarah mencatat, dulunya di Cimahi ada tempat yang dijadikan sarana ibadah untuk umat Tionghoa. Namanya Chung Hwa hung Hwi yang bangunannya kini menjadi Sekolah Andreas di Jalan Pacinan atau Jalan Babakan.

"Di samping Sekolah Andreas, ada satu rumah orang China yang masih orisinil, mempertahankan gaya arstitektur tahun 1900-an dengan pola rumah seperti orang Belanda," kata Machmud.

Bahkan, kata dia, pemilik televisi pertama di Cimahi ternyata adalah seorang warga Tionghoa bernama Kim Kim. Televisi itu disimpan Kim Kim di toko miliknya di Jalan Gatot Subroto atau Gatsu, yang sering didatangi warga Kalidam dan Gatsu hanya sekadar untuk ikut menonton.

Bahkan Toko Kim Kim atau Toko Soerabaria disebut merupakan toko swalayan pertama di Cimahi. Namun, tahun 1963 toko milik Kim Kim menghilang sejak terjadinya kerusuhan rasial di Cimahi yang diperkirakan terjadi tahun 1963-an.

"Bahkan pemilik televisi pertama di Cimahi, sehingga warga Kalidam dan Gatsu sering nonton TV di toko Kim Kim," kata Machmud

3. Etnis Tionghoa hidup rukun hingga kini di Cimahi

Hidup Rukun, Ini Sejarah Etnis Tionghoa Kota CimahiJalan di Kawasan Pasar Atas Baru Cimahi yang Dulu jadi Kawasan Niaga Etnis Tionghoa. (Bangkit Rizki/IDNTimes)

Insiden yang memancing kemarahan etnis Tionghoa terjadi ketika memasuki orde lama. Ketika itu ada salah seorang warga Tionghoa yang disebut menjadi korban penembakan.
"Warga Tionghoa protes. Beberapa hari gak dimakamkan, ada hari duka cita. Ada perundingan juga," ucap Machmud.

Selang beberapa hari, kesalahpahaman itu akhirnya bisa diredam. Namun setelah itu etnis Tionghoa malah tersudutkan oleh orang-orang pribumi. Ditambah lagi dengan peristiwa G30SPKI, yang membuat keturunan Tionghoa banyak yang tersingkir.

Sejak saat itulah warga Tionghoa lebih banyak menghindar, tidak bergaul dengan orang-orang pribumi.

Namun diperkirakan setelah tahun 1970-an, orang-orang Tionghoa kembali bergaul lagi dengan warga Cimahi lainnya, dan sampai saat ini hidup berdampingan saling menjaga kerukunan dan toleransi.

"Tahun 1980-an saya banyak punya teman orang China. Bergaul biasa saja, tidak ada yang beda," tutur Machmud.

Baca Juga: Sejarah Kampung Kapitan Awal Wilayah Kekuasaan Etnis Tionghoa

Baca Juga: Zona 1 TPA Sarimukti Penuh, Pengangkutan Sampah dari Cimahi Terdampak

Topik:

  • Galih Persiana

Berita Terkini Lainnya