Tak Ingin Kerusuhan 21-22 Mei Terulang, Kapolri Larang Demo di MK

Izin unjuk rasa saat putusan MK tidak akan dikeluarkan

Jakarta, IDN Times - Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Pol. Tito Karnavian meminta tak ada aksi unjuk rasa di depan Mahkamah Konstitusi (MK) jelang Sidang putusan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2019 pada 27 Juni mendatang.

"Saya juga sudah menegaskan pada Kapolda Metro (Irjen Pol. Gatot Eddy Pramono) dan BIN (Badan Intelejen Negara) tidak memberikan izin adanya demo di depan MK. Kenapa? Dasar saya Undang-Undang (UU) No. 9 tahun 1998 pasal 6 tentang penyampaian pendapat di muka umum," ujar Tito di Ruang Pertemuan Utama (Rupatama) Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (25/6).

"Penyampaian pendapat di muka umun itu ada lima yang tidak boleh. Di antaranya tidak boleh menggangu ketertiban umum dan tidak boleh mengganggu hak asasi orang lain dan harus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa," sambung Tito.

1. Polisi tidak ingin peristiwa kerusuhan 21-22 Mei terulang kembali

Tak Ingin Kerusuhan 21-22 Mei Terulang, Kapolri Larang Demo di MKIDN Times/Axel Jo Harianja

Tito kemudian menceritakan peristiwa demo yang berakhir ricuh pada 21-22 Mei 2019 lalu. Ketika di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), polri sudah sangat toleran dan melakukan diskresi meski hal itu sebenarnya tidak tepat. Hal itu dikarenakan, kawasan di depan Gedung Bawaslu merupakan jalan protokol.

"Karena akan mengganggu jalan publik dan mengganggu hak asasi jalan lainnya. Apalagi, dilaksanakan malam hari. Karena aturannya hanya berlaku kalau di luar atau outdoor sampai dengan jam 19.00 WIB, di dalam atau indoor sampai jam 22.00 WIB," kata Tito.

"Tapi, toleransi dan diskresi yang diberikan oleh Polri telah disalahgunakan adanya kelompok perusuh yang saya yakin sudah merencanakan," sambungnya.

Mantan Kapolda Papua itu pun menginginkan, peristiwa 21 dan 22 Mei tersebut tidak terulang kembali.

"Untuk itu, saya larang semua unjuk rasa di depan MK yang melanggar ketertiban publik. Dan saya juga sudah menekankan pada jajaran kita tetap waspada," katanya.

Baca Juga: Pernah Jadi Bagian KPU, Ini Sejarah Bawaslu Saksi Kerusuhan Mei 2019

2. Polisi belum mendapat surat pemberitahuan akan adanya aksi massa di MK

Tak Ingin Kerusuhan 21-22 Mei Terulang, Kapolri Larang Demo di MKIDN Times/Axel Jo Harianja

Beberapa hari terakhir, beredar informasi akan adanya aksi massa jelang sidang putusan PHPU 2019 pada 28 Juni mendatang di MK. Salah satu isu yang berkembang ialah adanya ‘Halal Bi Halal Akbar 212’ yang berlangsung pada 24 Juni-28 Juni, sejak pukul 09.00 WIB hingga 20.00 WIB.

Lantas, bagaimana respons Polri ?

"Untuk informasi (aksi massa) sudah kita dapat dari media sosial. Namun, dari Polda metro masih belum mendapat surat pemberitahuan dari beberapa pihak yang akan melakukan kegiatan demo atau menyampaikan aspirasi di beberapa wilayah di Jakarta," kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (24/6) kemarin.

Dedi menjelaskan, untuk mengantisipasi segala macam potensi gangguan kerawanan yang timbul selama proses dan penetapan persidangan di MK, pihaknya pun mengerahkan sekitar 13 ribu dari 47 ribu personel TNI/Polri yang difokuskan berjaga di MK.

Sedangkan sisanya, di tempatkan di beberapa objek-objek vital nasional seperti Istana Negara, kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan beberapa perwakilan keduataan besar asing yang ada di Jakarta.

"Jumlah kekuatan TNI 17 ribu sekian. Polri 28 ribu lebih. Kemudian dari pemerintah daerah hampir 2 ribu. Jadi, seluruh kekuatan yang terlibat dalam pengamanan di Gedung MK dan sekitarnya hampir 47 ribu," jelas Dedi.

Ia pun menjamin, 47 ribu aparat keamanan itu menjamin keamanan di Ibu Kota. Masyarakat pun diimbau untuk tidak perlu takut.

"Jaminan keamanan ini diberikan aparat keamanan baik dari unsur Polri maupun TNI dan tentunya dari unsur Pemda juga," katanya.

3. Tidak boleh ada mobilisasi massa selama tahapan PHPU berlangsung

Tak Ingin Kerusuhan 21-22 Mei Terulang, Kapolri Larang Demo di MKANTARA FOTO/Galih Pradipta

Seperti yang sudah diungkapkan sejak sebelum pelaksanaan sidang perdana gugatan tersebut, Dedi menegaskan kembali agar jangan ada satu pun masyarakat yang melakukan mobilisasi massa, pada tanggal 26,27,28 maupun pasca PHPU pada tanggal 29 Juni mendatang. Menurut Jenderal Bintang satu ini, seluruh tahapan PHPU di MK sudah dilakukan secara konstitusional.

Tak hanya itu, pihaknya kata Dedi juga telah menyampaikan, di Gedung MK harus steril dan tidak boleh ada kegiatan massa disana.

"Ini atas dasar pertimbangan kejadian kerusuhan 21-22 mei, dan berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 9 tahun 1998 bahwa menyampaikan pendapat dimuka publik sifatnya adalah linitatif, tidak absolut. Itu ada di pasal 6, ada 5 ketentuan yang harus ditaati semua warga negara terkait menyangkut menyampaikan pendapat di muka publik," ungkap Dedi.

Dedi menambahkan, berdasarkan prediksi dan analisa dari intelijen kepolisian, masa penetapan akhir putusan MK merupakan masa-masa yang cukup rawan. Hal itu lah yang membuat pengamanan di sekitar Gedung MK yang sebelumnya hanya 32 personel pengaman, dipertebal menjadi 47 ribu personel.

"(Ini) dalam rangka untuk mengantisipasi segala macam potensi gangguan kamtibmas (Kemanan dan Ketertiban Masyarakat). Artinya bahwa, polisi berpikir tidak boleh underestimate," katanya.

Lebih lanjut, Mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu menuturkan, pihaknya telah bekerja sama dengan Polda Jawa Barat dan Banten untuk memitigasi mobilisasi massa yang akan turun ke Jakarta.

"Tentunya, selalu melakukan himbauan-himbauan juga bersama tokoh masyarakat dan aparat keamanan setempat juga melakukan penyekatan-penyekatan. Penyekatan sifatnya juga dalam rangka persuasif dan edukasi ke masyarakat,'' tuturnya.

4. Beredar isu aksi massa jelang putusan pilpres di sekitar MK

Tak Ingin Kerusuhan 21-22 Mei Terulang, Kapolri Larang Demo di MKIDN Times/Istimewa

Dalam poster yang tersebar di media sosial, beredar isu aksi massa jelang sidang putusan pilpres di sekitar MK. Salah satunya, adanya ‘Halal Bi Halal Akbar 212’ yang berlangsung pada 24 Juni-28 Juni, sejak pukul 09.00 WIB hingga 20.00 WIB.

Dalam poster itu, yang menjadi Koordinator Lapangan ialah Abdullah Hehamahua, Bernard Abdul Jabbar dan Asep Syaripudin. Kegiatan itu bertema ‘Aksi Super Damai, Berdzikir & Berdoa serta Bersholawat Mengetuk Pintu Rahmat.’ Aksi itu diinisiasi oleh jajaran Gerakan Kedaulatan Rakyat untuk Keadilan dan Kemanusiaan.

Baca Juga: Pengumuman Putusan Sidang MK Dimajukan, Moeldoko Imbau Tak Ada Aksi

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya