Komnas HAM Soroti Hukuman Koruptor, Teroris Jadi Lebih Ringan di RKUHP
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Rencana DPR untuk mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) menuai penolakan dari berbagai penjuru. Salah satu alasan penolakan, karena di dalam RKUHP itu dinilai masih banyak pasal yang multitafsir.
Sementara dari sudut pandang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), RKUHP mesti ditinjau ulang karena di dalamnya ada pasal-pasal yang malah menguntungkan kelompok teroris, pelanggar HAM, koruptor, tindak pidana pencucian uang, serta mafia atau pemakai narkoba.
Baca Juga: YLBH Sebut Pasal Zina RKUHP Berpotensi Mengatur Moral Orang lain
1. Di RKUHP hukuman bagi pelanggar HAM, teroris, koruptor lebih ringan
Misalnya tentang pengadilan HAM. Dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, untuk pemidanaan HAM berat, tercatat ancaman pidana penjara minimal 10 tahun dan paling lama 25 tahun.
Namun dalam RKUHP, seperti dilansir Antara, Sabtu (21/9), ancaman penjaranya menjadi lebih ringan yaitu minimal 5 tahun dan paling lama 20 tahun.
2. RKUHP belum mengatur secara jelas soal makar
Tidak hanya soal berkurangnya hukuman bagi kelompok yang merugikan banyak orang itu, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik juga menyinggung soal makar yang dinilai pengaturannya belum tepat.
Editor’s picks
Di RKUHP, kata Taufan, pengertian makar belum diangkat secara tepat sesuai makna aslinya. Hal ini bisa berpengaruh pada proses pemidanaan tindak pidana tersebut.
3. Pasal penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden juga perlu ditinjau ulang
Pasal lainnya yang disorot yakni tentang penghinaan terhadap presiden dan wakil presiden. Kategori tindakan penyerangan yang dapat menyerang harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden sebagai individu manusia, dengan pembedaan penyerangan terhadap konsekuensi dari jabatannya, dinilai masih tidak jelas.
Karena itu, Komnas HAM mendukung ditundanya pengesahan RKUHP sebagaimana diminta oleh Presiden Joko Widodo sebelumnya, karena sejalan dengan permintaan yang berulang kali disampaikan oleh Komnas HAM.
"Poin-poin kritis yang kami sampaikan, kami harap jadi masukan penting dalam revisi setelah penundaan," ujar Taufan.
4. Jokowi minta pengesahan RKUHP ditunda
Sebelumnya, pada Jumat kemarin (20/9), Presiden Joko Widodo mengumumkan telah memerintahkan untuk menunda pengesahan RKUHP.
"Saya telah perintahkan Menkumham untuk menyampaikan sikap ini pada DPR RI agar pengesahan RUU KUHP ditunda, dan pengesahannya tidak dilakukan oleh DPR periode ini," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor.
Baca Juga: Jokowi Minta Tunda Pengesahan RKUHP, DPR: Kami akan Pertimbangkan