Sepak Terjang Pengadaan Vaksin demi Gebuk COVID-19 di Akhir Tahun

Pemerintah siap-siap vaksinasi COVID-19 di November 2020

Jakarta, IDN Times - Minggu sore, 18 Oktober 2020, saat jarum jam menunjukkan pukul 16.30 WIB, dua anak muda Indonesia mengadakan siaran langsung Instagram membahas tentang pengadaan vaksin COVID-19. Ruangan siaran langsung itu dijejali tiga ribu lebih penonton, yang juga sibuk mengirimkan komentar haus informasi perkembangan vaksin di Tanah Air. 

Berbeda dengan mimik wajah Juru Bicara Penanganan COVID-19 yang selalu datar dan tegang, dua anak muda tersebut membahas lika-liku pengadaan vaksin dengan santai dan nyentrik. Mereka adalah Dokter Tirta dan Dokter Adam Prabata. Siapa yang tidak kenal mereka? Dua putra berbakat Indonesia yang menaruh fokus terhadap kondisi pandemik di Ibu Pertiwi.

Dokter Adam Prabata, seorang kandidat doktor di Medical Science Kobe University, Jepang, mengatakan bahwa Indonesia menjalin kerja sama dengan tiga perusahaan vaksin asal Tiongkok, yaitu Sinovac, CanSino, dan Sinopharm.

Adam mengatakan, vaksin harus menyelesaikan setidaknya tiga tahapan uji klinis apabila ingin diklaim bermanfaat. Akan tetapi, hingga kini, vaksin dari tiga perusahaan Tiongkok yang menjalin kerja sama dengan Indonesia tersebut, belum selesai uji klinis tahap tiga.

"Sebenarnya tiga vaksin tersebut hingga saat ini belum ada yang selesai uji klinis fase tiga," ujar Adam saat live melalui Instagram pribadinya, @adamprabata, bersama @dr.tirta, Minggu (18/10/2020). 

Sinovac diketahui melakukan uji klinis di Tiongkok, Turki, Bangladesh, Indonesia, Brasil, dan Chile. Sementara uji klinis Sinopharm dilakukan di Tiongkok, Uni Emirat Arab, Peru, Maroko, dan Argentina. Sedangkan Cansino melakukan uji klinis di Tiongkok, Arab Saudi, Pakistan, dan Rusia. 

Baca Juga: Dokter Paru Minta Kemenkes Umumkan Syarat-syarat Penerima Vaksin

1. Alasan dibalik keputusan memborong vaksin COVID-19 asal Tiongkok

Sepak Terjang Pengadaan Vaksin demi Gebuk COVID-19 di Akhir TahunInfografik Perkembangan Vaksin COVID-19 di Dunia (IDN Times/Arief Rahmat)

Topik mengenai vaksin COVID-19 memang semakin tenar di kalangan masyarakat belakangan ini. Bagaimana tidak, pemerintah dengan yakin mengatakan bahwa vaksin COVID-19 akan tiba di Indonesia pada November 2020 mendatang.

Pernyataan itu pun menjadi perbincangan hangat, lantaran vaksin yang diproduksi oleh Sinovac, CanSino, dan Sinopharm belum selesai uji klinis tahap tiga. Respons dari kalangan masyarakat pun terpecah, ada yang menyambut ada juga yang mengaku takut.

Seperti dikutip dari Laporan Tahunan 2020 yang dirilis Kantor Staf Presiden (KSP), Selasa 20 Oktober 2020, dikatakan bahwa Indonesia sebenarnya sedang menyiapkan Vaksin Merah Putih. Lembaga Biomolekuler Eijkman memimpin konsorsium pengembangan vaksin tersebut. 

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/ Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan, Vaksin Merah Putih ditargetkan rampung pada pertengahan tahun 2021.

"Vaksin Merah Putih dibuat khusus dengan strain COVID-19 asli Indonesia. Pengembangannya saat ini sudah lebih dari setengah jalan," demikian tertulis dalam Laporan Tahunan KSP itu.

Namun, menyadari jumlah penduduk yang mencapai 267 juta jiwa, maka pemerintah mencari jalan keluar untuk bisa memenuhi kebutuhan vaksin yang mendesak di tengah pandemik ini. Langkah yang diambil pemerintah pada akhirnya menjalin kerja sama dengan produsen vaksin asing yang telah disebutkan di atas.

Indonesia menandatangani kesepakatan dengan Sinovac untuk 143 juta dosis konsentrat vaksin COVID-19, yang di mulai pada November 2020. Selanjutnya, 15-20 juta dosis vaksin dari CanSino, dan 65 juta dosis dari Sinopharm. 

Vaksin yang didapat dari perusahaan asal Negeri Tirai Bambu tersebut nantinya akan diproduksi di dalam negeri, oleh perusahaan farmasi milik BUMN yang berkutat di bidang proyek vaksin, yaitu Bio Farma.

2. Uji klinis tahap tiga vaksin belum selesai, pemerintah targetkan EUA

Sepak Terjang Pengadaan Vaksin demi Gebuk COVID-19 di Akhir TahunOngkos penanganan COVID-19 yang digelontorkan pemerintah (IDN Times/Sukma Shakti)

Pertanyaan soal mengapa vaksin yang belum lulus uji klinis tahap tiga sudah bisa ditetapkan jadwal vaksinasinya pun bermunculan. Untuk menjawab serbuan pertanyaan di kolom komentar, Adam pun menjelaskan bahwa terdapat sebuah masa darurat yang memperbolehkan sebuah lembaga obat negara untuk mengizinkan penggunaan vaksin, walaupun belum selesai uji klinis tahap tiga. Masa darurat itu disebut sebagai emergency use authorization (EUA). 

"Jadi yang mengeluarkan izin (perusahaan) pemilik vaksin atau lembaga obatnya?" tanya Tirta.

"Lembaga obatnya di setiap masing-masing negara," jawab Adam. 

Adam menjelaskan, sistem pengajuan EUA dilakukan oleh perusahaan penyedia vaksin kepada lembaga obat di suatu negara. Akan tetapi, Adam mengatakan bahwa terdapat syarat-syarat untuk memberlakukan EUA. 

Misalnya, Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat menerapkan syarat, yaitu efektivitas dari vaksin minimal 50 persen. Bukan hanya itu saja, minimal dua bulan setelah vaksinasi harus dilakukan evaluasi.

"Tujuannya, karena ada beberapa efek samping yang mungkin munculnya baru satu dua bulan ke depan," kata Adam. 

Walau belum lulus uji klinis tahap tiga, ada beberapa negara yang sudah memberikan izin penggunaan darurat (emergencey use authorization) dan langsung melakukan vaksinasi kepada warganya.

Tiongkok telah memberikan EUA bagi tiga perusahaan farmasi tersebut. Tiongkok telah memberikan vaksin massal kepada kelompok yang diprioritaskan sejak Juli 2020 lalu. Hingga saat ini memang belum ada laporan mengenai efek samping dari pemberian vaksinasi massal secara darurat.

Indonesia sepertinya sedang berencana meniru langkah Tiongkok. Vaksin COVID-19 buatan Sinovac akan diberikan kepada kelompok prioritas dengan izin penggunaan darurat atau UAE.

Menampilkan sebuah keseriusan, pemerintah Indonesia bahkan membuat tim yang terdiri dari BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan), MUI, Kemenkes, dan Bio Farma. Mereka berangkat ke Tiongkok pada 14 Oktober 2020 lalu untuk berkunjung ke pabrik Sinovac dan Cansino. 

3. MUI akan lakukan sertifikasi halal vaksin COVID-19 asal Tiongkok

Sepak Terjang Pengadaan Vaksin demi Gebuk COVID-19 di Akhir TahunWakil Presiden RI, Maruf Amin (Dok. Setwapres)

Terkait pertimbangan kehalalan, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga akan melakukan sertifikasi halal pada vaksin COVID-19.

"Tetapi andai kata di dalam satu ketika, seperti (vaksin) meningitis ternyata belum ada yang halal, tetapi kalau tidak ada (atau) tidak digunakan vaksin akan timbul bahaya, akan timbulkan penyakit, atau penyakit berkepanjangan, maka bisa digunakan walau tidak halal, secara darurat," kata Ma'ruf yang juga berstatus sebagai Ketua Umum MUI nonaktif itu, pada diskusi bersama Dokter Reisa melalui live streaming YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (16/10/2020).

Apabila belum ada vaksin yang halal, Ma'ruf mengatakan bahwa MUI tetap harus melakukan penetapan terkait vaksin tersebut. Misalnya saja dengan mengumumkan bahwa vaksin tersebut adalah kedaruratan yang harus dilakukan. 

"Secara darurat tetapi dengan penetapan oleh lembaga (MUI) bahwa ya ini (vaksin), boleh digunakan karena keadaan darurat," tuturnya.

4. Kemenkes pastikan 9,1 juta penduduk Indonesia dapat vaksinasi COVID-19 pada November-Desember 2020

Sepak Terjang Pengadaan Vaksin demi Gebuk COVID-19 di Akhir TahunDistribusi Alat Material Kesehatan per 10 Oktober 2020 (IDN Times/Sukma Shakti)

Kementerian Kesehatan memastikan, 9,1 juta penduduk Indonesia akan mendapatkan vaksinasi COVID-19 secara bertahap, mulai akhir November sampai Desember 2020. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Achmad Yurianto mengatakan, prioritas pertama yang mendapat vaksin adalah tenaga kesehatan.

"Dari diskusi yang kami lakukan dengan beberapa pihak, termasuk dengan WHO, para ahli dan beberapa negara lain yang sudah melakukan vaksinasi, yang menjadi prioritas adalah tenaga kesehatan, karena merekalah yang akan lebih berisiko, dan sangat berisiko untuk tertular dan menjadi sakit oleh COVID-19" ujar Yuri dalam diskusi daring, Senin (19/10/2020).

Ada pun tenaga kesehatan yang pertama kali mendapat vaksin, ucap Yuri, adalah tenaga kesehatan yang bertugas di RS rujukan yang melayani pasien COVID-19.

"Kemudian, urutan berikutnya adalah petugas laboratorium yang bertugas di tempat pemeriksaan spesimen COVID-19. Ini paling bahaya karena berhadapan langsung dengan virus bukan pasien," imbuhnya.

Selanjutnya, tenaga kesehatan yang melakukan kontak tracing yang mencari kasus-kasus baru. Menurutnya, mereka adalah kelompok-kelompok yang sangat berisiko kemungkinan terpapar COVID-19.

"Jumlah kelompok ini hampir 2 jutaan dan data ini akan kami update karena tidak semua pegawai ada di BPSDM (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia), namun juga data dari dinkes di provinsi," papar Yuri.

Selain tenaga kesehatan, prioritas vaksin selanjutnya adalah kelompok public service atau pemberi layanan masyarakat, yang bertugas menegakkan operasi yustisi kepatuhan protokol kesehatan.

"Mereka memiliki risiko yang besar di antaranya teman-teman kita dari Satpol PP, Polri, TNI yang bersama-sama melakukan operasi yustisi terhadap protokol kesehatan, ini yang menjadi prioritas," ucapnya.

Kelompok berikutnya yakni petugas yang bekerja di bidang jasa public service lainnya, misal di bandara, stasiun, pelabuhan. Hal itu karena pekerjaannya berisiko terhadap COVID-19.

"Total orientasi kita pada ketersediaan jumlah vaksin, jika 9,1 juta nanti dinyatakan bermanfaat ditandai dengan surat emergency use authority dari BPOM kita dan surat dari Kemenag dan MUI terkait kehalalan, maka sejumlah itulah yang akan kita lakukan penyuntikan," ucap Yuri.

5. Bio Farma siap pasok kebutuhan vaksin COVID-19 di Tanah Air

Sepak Terjang Pengadaan Vaksin demi Gebuk COVID-19 di Akhir TahunBio Farma ( ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Untuk mendukung vaksinasi COVID-19 tersebut, Bio Farma mengaku siap memproduksi 16-17 juta dosis vaksin COVID-19 per bulannya. 

"Kira-kira 16-17 juta dosis per bulan yang kita bisa produksi, tetapi ini juga tergantung dari ketersediaan atau supply dari Sinovac," ujar Corporate Secretary PT Bio Farma, Bambang Heriyanto, melalui streaming YouTube BNPB Indonesia, Senin (19/10/2020).

Bambang mengatakan, Bio Farma memiliki kapasitas produksi vaksin sebanyak 250 juta dosis. Kendati, produksi vaksin virus corona tentunya akan dilakukan secara bertahap.

"Tidak mungkin semuanya datang kemudian diproses, jadi diproduksi secara bertahap," ujar dia.

Ia menjelaskan bahwa produksi vaksin COVID-19 sudah bisa dilakukan apabila izin dari BPOM sudah keluar. Namun, sebelum izin tersebut keluar, Bio Farma bisa melakukan persiapan-persiapan produksi vaksin virus corona. 

"Sebelum dilakukan produksi ada stability, ada quality control, semuanya harus dilakukan secara hati-hati untuk menjaga mutu keamanan maupun efektivitas dari vaksinnya," kata dia. 

Bambang menyebutkan, saat ini vaksin COVID-19 merek dagang Sinovac yang akan diproduksi Bio Farma, sedang dalam uji klinis tahap ketiga. Uji klinis tersebut dilakukan Universitas Padjajaran. 

"Per Jumat (16 Oktober 2020) kemarin sudah 1.620 relawan yang mendapat suntikan pertama," kata dia.

Vaksinasi COVID-19 akan dilakukan sebanyak dua kali. Hingga kini, tercatat sudah ada 1.074 relawan yang telah mendapatkan suntikan tahap kedua.

"Mudah-mudahan akan selesai di akhir bulan atau awal Januari 2021, sehingga laporan untuk uji klinis bisa digunakan untuk mendapatkan emergency use authorization dari regulator, yaitu Badan POM," jelas dia. 

6. PO vaksin yang dilakukan pemerintah demi menjamin keamanan stok

Sepak Terjang Pengadaan Vaksin demi Gebuk COVID-19 di Akhir TahunBeleid Pemerintah untuk Basmi COVID-19 (IDN Times/Sukma Shakti)

Dua anak muda yang ahli di bidang medis, Dokter Tirta dan Dokter Adam, ternyata belum usai membahas vaksin COVID-19. Mereka masih berbincang dan mencari tahu mengapa negaranya sangat sibuk melakukan kerja sama dengan perusahaan vaksin yang belum jelas hasil uji klinis tahap tiganya.

Adam bercerita, pada 2009 terjadi sebuah pandemik yang dikenal sebagai flu babi atau H1N1. Kala itu, permintaan vaksin jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan supply. 

"Akibatnya, penyebaran gak merata, penyebaran gak meratanya ke mana? Ke negara-negara kaya, negara-negara yang susah dan menengah justru gak kebagian, atau kebagian tapi lama, kloter ke dua, ke tiga," jelas Adam.

Akibat keadaan tersebut, pada pandemik COVID-19 saat ini, banyak negara yang ingin merasa aman dari segi pemenuhan kebutuhan vaksin. 

"Kaya pre order (PO) dong berarti?" celoteh Tirta

Adam menjelaskan, vaksin yang sudah mencapai uji klinis tahap tiga kemungkinan berhasilnya itu adalah 85 persen. 

"Jadi apa yang harus disampaikan oleh pemerintah ke masyarakat soal tiga vaksin ini uji klinis tahap tiga belum selesai, soalnya sudah ada jadwalnya, November?," tanya Tirta.

Adam menjelaskan, berdasarkan informasi di website WHO, Sinovac paling cepat di Indonesia dan Turki dengan jangka waktu selesai uji klinis tahap tiga pada Maret-April 2021. Namun, pada website Sinovac, tertulis bahwa akan mengeluarkan hasil interim analysis pada akhir 2020. Hasil interim analysis itulah salah satu syarat diberlakukan EUA. 

"Sinopharm paling cepat (uji klinis tahap tiga) di UAE (United Arab Emirates) itu Juli 2021, kalau CanSino paling cepat juga sama Juli 2021," tuturnya. 

Adam berpendapat, seharusnya timeline vaksinasi COVID-19 di Indonesia menyesuaikan dengan tahapan uji klinis. Setidaknya, penentuan tanggal vaksinasi bisa dibuat setelah izin EUA dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) keluar. 

"Jangan menembak bulan ini, bulan ini, kalau nembak bulan, orang jadi bingung kan. Misalnya saja satu bulan setelah EUA per sekian juta, silakan, timelinenya malah bagus kalau begitu, jelas," tuturnya.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya