OJK Jabar: 18 BPR Dicabut Izin dan 20 Dalam Pengawasan

Bandung, IDN Times - 18 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dari berbagai daerah izinnya dicabut oleh OJK hingga Desember 2024. Terbaru, BPR Pakan Rabaa Solok Selatan, di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat yang dipastikan tidak dapat beroperasi kembali.
Analis Deputi Direktur Layanan Manajemen Strategis dan Koordinasi Regional OJK Jawa Barat, Revina Febri Herman mengatakan, saat ini ada sekitar 20 BPR yang sedang dalam pengawasan karena modal intinya belum sampai Rp6 miliar. Aturan yang ada untuk BPR dalam beroperasi dengan baik salah satunya adalah ketersediaan modal.
"Memang dari data ada BPR dan BPRS ini belum memenuhi (modal inti) menjelang akhir tahun yah. Padahal harusnya di akhir tahun ini mereka bisa sampai Rp6 miliar," kata Revina dalam diskusi bersama OJK, Jumat (13/12/2024).
1. Upayakan ada peleburan
Selain itu, OJK pun sekarang sedang mendorong agar BPR atau BPRS melakukan konsolidasi agar bisa melakukan peleburan. Misalnya, untuk BPR dan BPRS yang ada di satu wilayah, satu pulau atau punya market sama bisa menjadi satu bank perkreditan.
"Kita ada POJK baru nomor 7 tahun 2024 dan ini diminta untuk konsolidasi dan paling lambat ini tiga tahun setelah aturan ini diberlakukan. Ini mayoritas milik pemerintah daerah (pemda)," kata dia.
2. Harus bisa berdaya saing
Menurutnya, saat ini OJK tengah berupaya menguatkan dari sisi permodalan dan manajemen resiko agar BPR ke depan bisa bersaing dengan industri bank umum serta pendanaan dari fintech. Dengan kecanggihan teknologi BPR akan bisa tersisihkan ketika mereka tidak melakukan inovasi dari segi layanan.
"Inilah upaya kita bersama untuk pengembangan BPR. Saat ini di Jabar sendiri ada 136 BPR dan BPRS yang menjadi pengawasan OJK," paparnya.
3. Siapkan strategi untuk perbaikan BPR-BPRS
Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara akan meluncurkan Peta Jalan (Roadmap) Penguatan dan Pengembangan Badan Perekonomian Rakyat (BPR) dan BPR Syariah (BPRS) (RP2B) 2024-2027. Peta jalan tersebut sebagai landasan kebijakan untuk memperkuat dan mengembangkan industri BPR dan BPRS, sekaligus menjawab tantangan industri BPR dan BPRS.
"RP2B 2024-2027 yang sedang disusun sejalan dengan pengaturan BPR dalam Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan fokus kebijakan sebagaimana Roadmap OJK tahun 2022–2027 Bidang Pengawasan Perbankan," kata Mirza beberapa waktu lalu dikutip dari ANTARA.
Mirza menuturkan peta jalan tersebut antara lain mencakup penguatan dan konsolidasi BPR/BPRS, penguatan tata kelola, efisiensi dan pengembangan sumber daya manusia (SDM) serta penyempurnaan metodologi pengawasan.
RP2B 2024-2027 akan mencakup visi industri BPR dan BPRS ke depan yaitu menjadi bank yang berintegritas, tangguh dan kontributif dalam memberikan akses keuangan kepada usaha mikro kecil (UMK) dan masyarakat di wilayahnya, yang kemudian akan diwujudkan melalui empat pilar utama RP2B yang berisikan action plan dan inisiatif turunannya.
OJK sedang memfinaliasi rancangan peraturan OJK (RPOJK) strategi antifraud bagi lembaga jasa keuangan (LJK) dalam rangka mengimplementasikan strategi anti fraud bagi seluruh LJK dengan menyempurnakan ketentuan sebelumnya.
"RPOJK tersebut akan memuat pengaturan mengenai jenis fraud, pilar dan kriterianya, kebijakan yang melingkupi internal, konsumen dan pihak lain, serta tata cara pelaporan yang harus disampaikan LJK dan pedoman yang bisa menjadi panduan LJK," paparnya.