Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Ketika Rindu dan Karto Enggan Terpental di Era Digital

Sejumlah pembeli tengah melihat koleksi batik di Centra Batik Trusmi, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kamis (10/10/2024). Pembayaran secara digital kini berlaku di pasar tersebut (IDN Times/Hakim Baihaqi)

Angin laut silir semilir berembus dari arah Laut Jawa membawa aroma khas garam dan laut ke sudut-sudut Kota Cirebon. Di antara hiruk-pikuk pasar dan aktivitas pelabuhan, ada denyut kehidupan baru yang perlahan-lahan menggeliat.

Perekonomian di wilayah Ciayumajakuning atau Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan tak lagi sama seperti satu dekade silam. Kini, ia bersiap menyala lebih terang, menjadi jantung yang menghidupkan Metropolitan Rebana. Sebuah kawasan yang digadang-gadang sebagai pusat pertumbuhan baru di Jawa Barat.

Di antara gedung-gedung tua peninggalan kolonial di Cirebon, sawah-sawah luas di Indramayu, dan perbukitan hijau di Kuningan maupun Majalengka, cerita tentang perubahan ini terasa begitu nyata.

Infrastruktur yang dulunya terabaikan, kini diperbarui dan diperlebar. Jalan tol, jalur kereta api, hingga pelabuhan baru dibangun. Semua menjadi saksi bisu betapa cepatnya roda pembangunan berputar.

Namun, bukan hanya fisik yang berubah. Di balik layar, terjadi transformasi ekonomi yang tak kalah penting. Dari pasar tradisional hingga sudut-sudut desa, ekonomi digital mulai merasuk ke dalam setiap lini kehidupan.

Angin yang membawa perubahan di Ciayumajakuning

Sejumlah pembeli tengah melihat koleksi batik di Centra Batik Trusmi, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Kamis (10/10/2024). Pembayaran secara digital kini berlaku di pasar tersebut (IDN Times/Hakim Baihaqi)

Tak lagi hanya menjadi konsumsi kota besar, industri keuangan berbasis teknologi dan sistem pembayaran digital kini merambah pelosok-pelosok Ciayumajakuning.

Rindu, seorang pengrajin batik di Cirebon, mengisahkan bagaimana kini ia tak lagi bergantung pada wisatawan yang datang ke kota untuk membeli karyanya.

“Sekarang saya bisa jual batik ke luar kota, bahkan luar negeri, hanya lewat ponsel. Pembayarannya pun mudah, cukup dengan scan QRIS,” ujarnya dengan senyum bangga saat ditemui Kawasan Batik Trusmi, Kabupaten Cirebon, Kamis (10/10/2024).

Cerita Rindu hanyalah satu dari ribuan kisah sukses lainnya yang lahir dari perkembangan ekonomi digital di wilayah ini.

Pembangunan Metropolitan Rebana yang mencakup tujuh kabupaten/kota termasuk Ciayumajakuning telah membawa angin segar bagi ekonomi setempat.

Diresmikan sebagai kawasan ekonomi khusus, Rebana kini menjadi magnet baru bagi para investor. Industri manufaktur, logistik, dan pariwisata tumbuh pesat, didorong oleh akses infrastruktur yang semakin baik dan potensi besar pasar lokal.

Indramayu, yang dulu dikenal sebagai lumbung padi nasional, kini juga menjadi tujuan investasi baru. Rencana pengembangan Pelabuhan Patimban sebagai pusat logistik internasional diproyeksikan akan meningkatkan arus barang dan jasa ke kawasan ini.

Tak ketinggalan, Majalengka dengan Bandara Internasional Kertajati yang kian ramai, menjadi gerbang utama menuju kawasan Rebana dan sekitarnya.

Perubahan ini mengantarkan wilayah Ciayumajakuning ke dalam peta ekonomi nasional yang semakin strategis. Menyitir data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi wilayah ini mencapai 5,01% pada 2023, di atas rata-rata nasional sebesar 5%.

Cahaya digital yang menerangi jalan

Rindu, Perajin batik di Centra Batik Trusmi, Kabupaten Cirebon

Di tengah hiruk-pikuk pembangunan fisik, ada satu elemen yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi baru, yakni digitalisasi. Industri keuangan dan sistem pembayaran berbasis teknologi menjadi kunci penting dalam mendorong perubahan ini.

Fintech, e-commerce, dan berbagai platform digital lainnya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari masyarakat Ciayumajakuning.

Di Ciawigebang, Kabupaten Kuningan, kehidupan petani bernama Karto mengalami perubahan besar dalam beberapa tahun terakhir.

Sebagai petani berusia separuh abad, ia terbiasa dengan cara-cara lama, menanam padi dengan alat-alat tradisional, menjual hasil panennya ke tengkulak di pasar, dan menyimpan uangnya di bawah kasur.

Namun, anaknya, Dani, yang merantau ke Jakarta, memperkenalkannya pada aplikasi pembayaran digital yang disebut Dana.

Awalnya, Karto merasa bingung dan ragu. Bagaimana mungkin uang yang nyata bisa tersimpan dalam ponsel? Bagaimana jika uangnya hilang? Semua pertanyaan ini berputar-putar di benaknya.

Namun, dengan sabar Dani menjelaskan cara kerja aplikasi tersebut. Dani bahkan membantu Karto membuka rekening bank di sebuah bank digital yang tak memiliki kantor cabang fisik di desanya.

“Pak, ini aman. Uang bapak ada di sini, di HP ini. Nanti Bapak bisa bayar belanjaan di pasar pakai aplikasi ini juga,” ujar Dani.

Perubahan itu tidak datang dengan mudah. Karto butuh waktu untuk terbiasa dengan sistem baru ini. Ia juga masih merasa lebih nyaman menyimpan sebagian uangnya dalam bentuk fisik. Namun, lambat laun, ia mulai melihat manfaat dari teknologi ini.

Suatu hari, ketika tengah membutuhkan uang mendadak untuk keperluan membeli pupuk, Dani mengajarkan Karto cara melakukan pinjaman mikro langsung dari aplikasi.

Prosesnya cepat dan mudah, tanpa perlu jaminan, uang pun langsung masuk ke rekening digitalnya hanya dalam hitungan menit. Tak perlu lagi repot-repot pergi ke bank di kota atau mengandalkan tengkulak yang biasanya memberikan bunga tinggi.

Tak hanya Karto, banyak petani dan pedagang kecil di Ciayumajakuning yang kini mulai beralih ke sistem keuangan digital. Mereka tidak lagi terpaku pada cara-cara lama yang sering kali penuh dengan ketidakpastian dan ketidakadilan.

Pasar tradisional yang dahulu hanya mengenal transaksi tunai, kini mulai dipenuhi dengan pedagang yang menerima pembayaran melalui aplikasi seperti GoPay, Linkaja, dan ShopeePay. Di sudut-sudut pasar, sering terlihat pedagang dengan ponsel di tangan, memindai QR code dari pembeli yang lebih muda.

Masyarakat setempat juga mulai merasakan kemudahan dalam hal transfer uang. Sebelum ada layanan keuangan berbasis teknologi, mereka harus menempuh perjalanan jauh ke bank atau kantor pos hanya untuk mengirim uang ke saudara atau anak yang merantau.

Kini, dengan adanya e-wallet, transfer uang bisa dilakukan hanya dalam hitungan detik, cukup dari rumah atau kebun mereka.

Di sisi lain, para penyedia layanan keuangan digital juga tak tinggal diam. Mereka gencar melakukan edukasi ke desa-desa, mengadakan pelatihan, dan memberikan insentif bagi pengguna baru.

Bahkan, beberapa startup fintech bekerja sama dengan lembaga keuangan mikro lokal untuk menyediakan produk-produk keuangan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pedesaan.

Tantangan yang masih menghadang

Ilistrasi penggunaan QRIS

Namun, tak semua cerita manis. Meskipun ada kemajuan, tidak semua penduduk desa di Ciayumajakuning dapat langsung menerima perubahan ini.

Di beberapa tempat, ketidakpercayaan terhadap teknologi masih kuat. Mereka khawatir tentang keamanan data pribadi dan takut tertipu oleh layanan yang mereka tidak pahami sepenuhnya.

Salah satu hambatan terbesar adalah akses terhadap internet. Di beberapa daerah terpencil, sinyal internet masih lemah atau bahkan tidak ada sama sekali. Hal ini menjadi tantangan besar bagi penyedia layanan fintech yang ingin menjangkau masyarakat di daerah tersebut.

Selain itu, ada juga kendala dalam hal literasi keuangan. Meski sudah ada banyak program edukasi, tak semua orang dapat dengan cepat memahami cara kerja aplikasi keuangan.

"Sebagian besar masyarakat desa masih merasa lebih nyaman dengan uang fisik, dan butuh waktu bagi mereka untuk beradaptasi," kata Kepala Bank Indonesia Perwakilan Cirebon, Anton Pitono.

Namun, perubahan perlahan-lahan mulai terjadi. Generasi muda di desa, seperti Dani, memainkan peran penting dalam membawa teknologi ke kehidupan sehari-hari orang tua mereka. Dengan bimbingan dan dukungan, mereka membantu mengatasi ketakutan dan keraguan yang masih melanda.

Kehadiran teknologi keuangan berbasis digital di pelosok Ciayumajakuning tidak hanya membawa perubahan dalam hal cara bertransaksi, tetapi juga memiliki dampak yang lebih luas. Ekonomi lokal yang sebelumnya stagnan kini mulai bergerak lebih dinamis.

Hingga Agustus 2024, tercatat sebanyak 18,5 juta transaksi dilakukan melalui QRIS dengan nilai transaksi fantastis mencapai Rp2,38 triliun. Angka ini mencerminkan semakin kuatnya adopsi teknologi digital di sektor ekonomi lokal.

Salah satu indikator pertumbuhan ini adalah peningkatan jumlah merchant QRIS. Pada  2024, jumlah merchant di Ciayumajakuning melonjak menjadi 653.106, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 455.807 merchant.

Lonjakan ini menunjukkan kepercayaan pelaku usaha terhadap sistem pembayaran digital yang kian mendukung aktivitas ekonomi mereka, baik di pasar tradisional, pusat kerajinan, maupun toko-toko ritel modern.

Pertumbuhan merchant QRIS ini turut membawa dampak signifikan pada perekonomian setempat, menghubungkan pedagang kecil dan menengah dengan jaringan pembayaran nasional serta internasional.

Pedagang yang sebelumnya bergantung pada transaksi tunai kini merasakan manfaat dari transaksi digital yang lebih cepat, aman, dan praktis. Inovasi ini tak hanya mendorong efisiensi, tetapi juga membuka akses pasar yang lebih luas.

"Dengan perkembangan ini, Ciayumajakuning bergerak lebih dekat menuju visi sebagai pusat pertumbuhan ekonomi digital di Jawa Barat. Peningkatan penggunaan QRIS menjadi bukti masyarakat setempat semakin akrab dengan teknologi finansial, yang tidak hanya meningkatkan kesejahteraan mereka tetapi juga membuka jalan bagi kemajuan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan," ujar Anton.

Petani kecil yang biasanya terjebak dalam siklus utang kepada tengkulak, kini memiliki lebih banyak pilihan dalam hal pembiayaan. Dengan adanya akses ke pinjaman mikro dan asuransi pertanian berbasis digital, mereka dapat lebih mandiri dan berdaya.

Selain itu, para perempuan di desa-desa Ciayumajakuning juga mulai terlibat dalam ekosistem ini. Mereka memanfaatkan platform digital untuk memulai usaha kecil-kecilan, seperti menjual produk olahan hasil pertanian atau kerajinan tangan.

Dengan demikian, mereka tidak hanya membantu perekonomian keluarga, tetapi juga memperkuat posisi mereka di masyarakat.

"Sistem pembayaran digital juga membantu dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Dalam program-program bantuan sosial dari pemerintah, penggunaan e-wallet memungkinkan distribusi bantuan yang lebih tepat sasaran dan mengurangi potensi penyelewengan," ujar Anton.

Meskipun perjalanan menuju inklusi keuangan menyeluruh masih panjang, kemajuan yang telah dicapai di pelosok Ciayumajakuning memberikan harapan.

Teknologi telah membuka pintu bagi masyarakat desa untuk terhubung dengan dunia lebih luas, memberikan mereka akses ke layanan yang sebelumnya hanya bisa dinikmati oleh masyarakat perkotaan.

Di masa depan, dengan semakin berkembangnya infrastruktur digital dan semakin banyaknya edukasi yang dilakukan, bukan tidak mungkin seluruh masyarakat Ciayumajakuning akan sepenuhnya terintegrasi dalam ekosistem keuangan digital. Dan saat hari itu tiba, desa-desa di wilayah ini akan menjadi bagian penting dari revolusi keuangan di Indonesia.

Untuk saat ini, kisah seperti yang dialami oleh Karto dan Dani akan terus menjadi contoh bagaimana teknologi dapat mengubah kehidupan, bahkan di sudut-sudut terjauh negeri ini.

Teknologi telah membuktikan bukan hanya milik mereka di kota besar, tetapi juga milik mereka yang tinggal di pelosok desa.

Share
Topics
Editorial Team
Hakim Baihaqi
Yogi Pasha
Hakim Baihaqi
EditorHakim Baihaqi
Follow Us