Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
SDN 01 Kalibaru terapkan PJJ dan Program Trauma Healing
SDN 01 Kalibaru terapkan PJJ dan Program Trauma Healing. (Dok. Kominfotik JU)

Intinya sih...

  • Rantai pasok pangan jadi ladang pembiayaan baruMenurut Darwisman, perputaran ekonomi dari satu SPPG bisa menggerakkan puluhan hingga ratusan UMKM. Jika seluruh Ciayumajakuning memiliki jaringan SPPG dalam jumlah besar, lonjakan aktivitas ekonomi akan meluas dari hulu produksi hingga hilir distribusi.

  • Tantangan 2026: risiko kredit, digitalisasi, dan ketidakpastian globalOJK menilai risiko operasional dan risiko kredit berpotensi meningkat sepanjang 2026. Dinamika geopolitik global, fluktuasi harga komoditas, dan perubahan kebijakan perdagangan dunia menjadi faktor eksternal yang perlu diantisipasi.

  • M

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Cirebon, IDN Times - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jawa Barat menempatkan bank perkreditan rakyat (BPR) sebagai tulang punggung pembiayaan ekosistem pangan nasional di wilayah Ciayumajakuning menjelang implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada 2026.

Peran tersebut mencakup dukungan kredit bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) hingga penguatan rantai pasok pangan yang melibatkan ribuan pelaku UMKM di Kabupaten Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan.

Kepala OJK Jawa Barat, Darwisman, menyampaikan UMKM sengaja ditempatkan di posisi strategis sebagai motor ekonomi pangan. Pemerintah menginginkan sirkulasi ekonomi berbasis lokal dan BPR dinilai paling dekat secara sosial dengan dunia usaha skala kecil di desa hingga kecamatan.

Jaringan ini menjadi dasar penugasan BPR untuk mempermudah akses pembiayaan, terutama pada sektor-sektor produksi bahan pangan harian.

Darwisman mencontohkan kebutuhan logistik harian di satu SPPG yang terus berputar: beras, telur, ayam, produk hortikultura, ikan, buah, serta susu. Seluruh rantai tersebut bersandar pada pelaku UMKM yang memproduksi komoditas secara rutin. Keberadaan pembiayaan BPR diperkirakan menutup celah permodalan yang sering menghambat kapasitas produksi.

1. Rantai pasok pangan jadi ladang pembiayaan baru

SDN 01 Kalibaru terapkan PJJ dan program Trauma Healing. (Dok. Kominfotik JU)

Menurut Darwisman, perputaran ekonomi dari satu SPPG bisa menggerakkan puluhan hingga ratusan UMKM. Jika seluruh Ciayumajakuning memiliki jaringan SPPG dalam jumlah besar, lonjakan aktivitas ekonomi akan meluas dari hulu produksi hingga hilir distribusi.

"Sektor-sektor yang berpotensi masuk pembiayaan mencakup peternak ayam pedaging, produsen telur, penggemukan sapi perah, petani hortikultura, petambak ikan, hingga pemasok susu," kata Darwisman, Jumat (12/12/2025).

Menurut Darwisman, skema pembiayaan ini dianggap lebih produktif daripada portofolio kredit konsumtif yang selama ini cenderung stagnan.

Selain itu, BPR juga didorong memperluas keterlibatan dalam Kredit Pemilikan Rumah bersubsidi melalui skema FLPP demi menjaga stabilitas penyaluran kredit serta memastikan sektor konstruksi tetap bergerak di daerah-daerah pinggiran.

Namun, posisi tersebut datang dengan beban ekspektasi baru. Masyarakat menuntut layanan BPR yang lebih cepat dan praktis.

Persaingan dengan rentenir dan lembaga keuangan informal—yang kerap memberikan dana dalam hitungan menit—membuat digitalisasi menjadi kebutuhan mendesak.

"Beberapa BPR mulai membangun sistem layanan berbasis teknologi, tetapi percepatannya masih dinilai belum sejalan dengan kebutuhan pasar," ujarnya, Jumat (12/12/2025).

2. Tantangan 2026: risiko kredit, digitalisasi, dan ketidakpastian global

Sejumlah siswi SMP IT Al Fateeh Tahfidz dan Entrepreneur, Pedurungan Semarang mengonsumsi masakan MBG. (IDN Times/bt)

OJK menilai risiko operasional dan risiko kredit berpotensi meningkat sepanjang 2026. Dinamika geopolitik global, fluktuasi harga komoditas, dan perubahan kebijakan perdagangan dunia menjadi faktor eksternal yang perlu diantisipasi.

Pembahasan ulang tarif di Amerika Serikat pada periode pemerintahan Trump juga menjadi perhatian karena dapat menekan ekspor Indonesia di sektor tertentu.

Dalam konteks domestik, BPR dituntut memperkuat manajemen risiko, meningkatkan kualitas layanan, serta memadukan operasional dengan teknologi digital.

"Tanpa transformasi tersebut, BPR dikhawatirkan tertinggal dari fintech dan bank digital yang menawarkan proses lebih ringkas dan fleksibel," katanya.

Menurut Darwisman, perputaran ekonomi dari satu SPPG bisa menggerakkan puluhan hingga ratusan UMKM. Jika seluruh Ciayumajakuning memiliki jaringan SPPG dalam jumlah besar, lonjakan aktivitas ekonomi akan meluas dari hulu produksi hingga hilir distribusi.

"Sektor-sektor yang berpotensi masuk pembiayaan mencakup peternak ayam pedaging, produsen telur, penggemukan sapi perah, petani hortikultura, petambak ikan, hingga pemasok susu," kata Darwisman.

Menurut Darwisman, skema pembiayaan ini dianggap lebih produktif daripada portofolio kredit konsumtif yang selama ini cenderung stagnan.

Selain itu, BPR juga didorong memperluas keterlibatan dalam Kredit Pemilikan Rumah bersubsidi melalui skema FLPP demi menjaga stabilitas penyaluran kredit serta memastikan sektor konstruksi tetap bergerak di daerah-daerah pinggiran.

Namun, posisi tersebut datang dengan beban ekspektasi baru. Masyarakat menuntut layanan BPR yang lebih cepat dan praktis. Persaingan dengan rentenir dan lembaga keuangan informal—yang kerap memberikan dana dalam hitungan menit—membuat digitalisasi menjadi kebutuhan mendesak.

"Beberapa BPR mulai membangun sistem layanan berbasis teknologi, tetapi percepatannya masih dinilai belum sejalan dengan kebutuhan pasar," ujarnya.

Darwisman menegaskan peningkatan kualitas layanan tidak bisa ditunda. Masyarakat kini menginginkan pinjaman cepat, informasi transparan, serta akses layanan tanpa harus menempuh proses manual yang panjang.

Keunggulan BPR selama ini berupa kedekatan sosial harus dipadukan dengan sistem yang responsif agar kompetitif.

3. Momentum kemandirian pangan dan peran strategis BPR

Siswi SMP IT Al Fateeh Pedurungan bersiap makan MBG. (IDN Times/bt)

Meski tantangan cukup besar, OJK tetap optimistis prospek ekonomi 2026 bergerak ke arah positif. Akselerasi kemandirian pangan, industrialisasi nasional, serta meningkatnya minat investasi swasta menjadi titik tolak pemulihan ekonomi daerah.

Pembangunan ekosistem pangan berbasis UMKM dipandang selaras dengan semangat pemerataan yang selama ini diusung pemerintah.

Darwisman menilai peluang BPR sangat besar ketika ekosistem pangan mulai berjalan sejak awal. Jika BPR mampu menempatkan diri sebagai penyokong modal UMKM, dampaknya bukan hanya pada kinerja kredit, tetapi juga kontribusi nyata terhadap pembangunan ekonomi daerah.

BPR dapat menjadi simpul penting yang menghubungkan kepentingan nasional dengan kebutuhan lokal, terutama dalam penyediaan pangan harian untuk jutaan penerima MBG.

“Jika BPR terlibat sejak tahap awal, efek ekonominya akan meluas di seluruh Ciayumajakuning. Ini bukan sekadar program sosial, tetapi pengungkit ekonomi yang akan menggerakkan banyak sektor,” ujar Darwisman.

Editorial Team