Seorang warga perlihatkan poster kawasan tanpa rokok. IDN Times/Debbie Sutrisno
Dari sisi pelaku industri kreatif lainnya, Mohamad Ade Syafei, menilai regulasi tambahan terhadap industri hasil tembakau (IHT) akan memberikan tekanan besar terhadap ekosistem ekonomi kreatif, terutama sektor periklanan.
Ia menegaskan bahwa IHT dan industri periklanan selama ini sudah berada di bawah aturan dan etika yang ketat.
Ade, yang dikenal sebagai Kang Ijul, menyebut bahwa pasca pandemi, sektor periklanan—termasuk media luar ruang (OOH)—mengalami pemulihan signifikan. Karena itu, pembatasan visual melalui larangan radius dinilai dapat mengubah lanskap industri dan menurunkan peluang usaha.
“Periklanan itu sangat bergantung pada visibilitas. Jika ruang geraknya makin disempitkan, pekerja dan pelaku usaha akan terdampak. Efeknya bisa memanjang ke banyak sektor,” katanya.
Para pelaku usaha berharap pemerintah kabupaten mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sebelum menerapkan kebijakan lebih lanjut.
Mereka mengingatkan, sektor periklanan tidak hanya berkaitan dengan papan reklame, tetapi juga menjadi sumber penghidupan bagi banyak pekerja kreatif
Kang Ijul menegaskan bahwa pengaturan yang terlalu mengekang dapat menimbulkan efek domino di sektor ekonomi kreatif.
"Kami berharap dialog antara pemerintah daerah dan pelaku industri dapat terus dilakukan agar Perda KTR tetap berjalan tanpa memukul sektor usaha yang bergantung pada ekosistem periklanan," katanya.