Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi (pexels.com/Mikhail Nilov)
ilustrasi (pexels.com/Mikhail Nilov)

Intinya sih...

  • Akui bahwa perasaan dan kebutuhanmu juga valid, jangan merasa bersalah saat ingin menolak atau memilih diri sendiri.

  • Biasakan berkata “tidak” tanpa perlu menjelaskan segalanya, penting untuk menjaga kesehatan mental dan memberi batasan.

  • Terima kenyataan bahwa kamu tidak bisa menyenangkan semua orang, berhenti menjadi people pleaser bukan proses instan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Selalu berusaha jadi orang yang pengertian memang terdengar mulia. Kamu hadir saat dibutuhkan, cepat mengiyakan permintaan, dan berusaha tidak mengecewakan siapa pun. Namun tanpa disadari, kebiasaan ini sering membuatmu mengabaikan diri sendiri.

People pleaser bukan berarti lemah. Justru sering kali mereka terlalu peduli, terlalu empatik, dan terlalu takut kehilangan. Masalahnya, ketika terus-menerus mengorbankan perasaan sendiri, kelelahan emosional jadi hal yang tidak terhindarkan.

Jika kamu mulai merasa capek menjalani peran ini, mungkin sudah waktunya berhenti sejenak dan memihak dirimu sendiri.

Berikut tiga cara perlahan berhenti menjadi people pleaser tanpa harus merasa bersalah:

1. Akui bahwa perasaan dan kebutuhanmu juga valid

ilustrasi wanita (pexels.com/ANTONI SHKRABA production)

Banyak people pleaser tumbuh dengan keyakinan bahwa mengutamakan diri sendiri adalah tindakan egois. Akibatnya, setiap kali ingin menolak atau memilih diri sendiri, muncul rasa bersalah yang berlebihan. Kamu merasa harus selalu tersedia, meski sebenarnya sudah lelah.

Padahal, mengakui kebutuhan diri bukan berarti mengabaikan orang lain. Justru dengan memahami batas emosimu, kamu bisa memberi dengan lebih tulus. Mulailah bertanya pada diri sendiri sebelum mengiyakan sesuatu: aku benar-benar mau, atau aku hanya takut mengecewakan?

Kesadaran kecil ini bisa jadi langkah awal untuk berhenti mengorbankan diri.

2. Biasakan berkata “tidak” tanpa merasa perlu menjelaskan segalanya

ilustrasi (pexels.com/Vera Arsic)

People pleaser sering merasa harus memberi penjelasan panjang saat menolak. Kamu takut dianggap jahat, tidak peduli, atau berubah. Padahal, tidak semua penolakan membutuhkan pembenaran. Kadang, satu kata “tidak” sudah cukup.

Belajar berkata “tidak” memang terasa canggung di awal, tapi ini penting untuk menjaga kesehatan mental. Kamu berhak menjaga waktu, tenaga, dan emosimu. Orang yang menghargaimu akan memahami batasanmu, sementara yang hanya terbiasa diuntungkan mungkin akan keberatan, dan itu bukan tanggung jawabmu.

3. Terima kenyataan bahwa kamu tidak bisa menyenangkan semua orang

ilustrasi (pexels.com/Samson Katt)

Salah satu ketakutan terbesar people pleaser adalah membuat orang lain kecewa. Namun faktanya, sebaik apa pun kamu, akan selalu ada yang tidak puas. Mengorbankan diri terus-menerus tidak akan menjamin semua orang bahagia.

Saat kamu mulai menetapkan batasan, mungkin ada respons yang berubah. Ada yang menjauh, ada yang memanipulasi rasa bersalahmu, bahkan ada yang menilai kamu egois. Di titik ini, kamu belajar memilah: siapa yang menghargaimu sebagai manusia utuh, dan siapa yang hanya nyaman saat kamu selalu mengalah.

Berhenti menjadi people pleaser bukan proses instan. Akan ada rasa takut, tidak enak, bahkan ragu pada diri sendiri. Namun perlahan, kamu akan merasakan kelegaan karena tidak lagi hidup dari validasi orang lain.

Menjaga diri sendiri bukan tanda keegoisan, melainkan bentuk tanggung jawab emosional. Kamu berhak didengar, dihargai, dan diprioritaskan, terutama oleh dirimu sendiri.

Dari sana, kamu bisa membangun hubungan yang lebih sehat, tanpa harus terus mengorbankan diri.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team