Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi menyampaikan kritik ke atasan (freepik.com/pressfoto)
ilustrasi menyampaikan kritik ke atasan (freepik.com/pressfoto)

Intinya sih...

  • Pisahkan kritik dari harga diri, fokus pada perilaku atau hasil kerja, bukan nilai diri.

  • Kelola emosi sebelum bereaksi, tarik napas dan beri waktu untuk menenangkan pikiran.

  • Jadikan kritik sebagai alat evaluasi, pilih mana yang relevan dan gunakan sebagai panduan untuk memperbaiki diri.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kritik sering kali datang tanpa aba-aba. Bisa dari atasan, rekan kerja, pasangan, bahkan orang asing di media sosial. Sayangnya, meski niatnya baik, kritik kerap terasa seperti serangan personal.

Banyak orang langsung defensif atau justru menyimpan emosi negatif setelah dikritik. Padahal, cara kita merespons kritik sangat menentukan kesehatan mental sekaligus perkembangan diri ke depan.

Kabar baiknya, menghadapi kritik itu bisa dipelajari. Dengan pendekatan yang tepat, kritik bukan lagi hal yang menjatuhkan, tapi justru jadi bahan bakar untuk bertumbuh.Berikut beberapa tips yang bisa kamu terapkan agar kritik tidak lagi bikin mental drop. 

1. Pisahkan kritik dari harga diri

ilustrasi mendapat kritik (freepik.com/freepik)

Saat dikritik, reaksi paling umum adalah merasa “aku yang salah”, bukan “tindakanku yang perlu diperbaiki”. Padahal, kritik seharusnya ditujukan pada perilaku atau hasil kerja, bukan nilai dirimu sebagai manusia.

Cobalah berhenti sejenak dan dengarkan isi kritiknya. Tanyakan pada diri sendiri: bagian mana yang faktual dan bisa diperbaiki? Dengan begitu, kamu tidak langsung membawa kritik ke ranah personal.

Ingat, menerima kritik bukan berarti kamu gagal atau tidak kompeten. Justru, orang yang diberi kritik biasanya dianggap punya potensi untuk berkembang lebih jauh.

2. Kelola emosi sebelum bereaksi

ilustrasi emosi (freepik.com/jcomp)

Wajar jika kritik memicu emosi seperti marah, kecewa, atau malu. Namun, bereaksi saat emosi masih memuncak sering kali membuat situasi jadi lebih buruk.

Ambil jeda sebelum merespons. Tarik napas, beri waktu pada diri sendiri untuk menenangkan pikiran, lalu baru tentukan respons yang paling tepat dan rasional.

Mengelola emosi bukan berarti memendam perasaan. Justru dengan menenangkan diri, kamu bisa menyampaikan pendapat atau klarifikasi tanpa memperkeruh keadaan.

3. Jadikan kritik sebagai alat evaluasi

ilustrasi mengevaluasi konsistensi (pexels.com/Liza Summer)

Tidak semua kritik harus ditelan mentah-mentah, tapi hampir semua kritik bisa dijadikan bahan refleksi. Pilih mana yang relevan dan mana yang memang tidak sesuai konteks.

Jika kritik tersebut membangun, gunakan sebagai panduan untuk memperbaiki diri. Kamu bisa bertanya lebih lanjut agar tahu langkah konkret apa yang bisa dilakukan ke depannya.

Dengan sudut pandang ini, kritik bukan lagi ancaman, melainkan masukan. Semakin sering kamu berlatih melihat kritik sebagai alat belajar, semakin kuat pula mentalmu menghadapi berbagai situasi.

Menghadapi kritik memang tidak selalu nyaman, tapi cara kamu menyikapinya bisa membuat perbedaan besar. Saat kamu mampu mengelola emosi, memisahkan kritik dari harga diri, dan mengambil pelajaran darinya, mental pun jadi lebih tangguh.

Pada akhirnya, kritik bukan untuk menjatuhkan—melainkan membantu kamu naik level.

Editorial Team