Bandung, IDN Times – Di sebuah minimarket di pusat Kota Bandung, seorang pria turun dari ojek online, memberikan helm kepada pengemudinya, dan dengan santai berjalan memasuki gerai. Dengan celana denim dan kaos polos pada tubuhnya yang tegap, sebenarnya tidak ada yang mencolok dari pria itu--kecuali kamu benar-benar cermat.
Setelah berbelanja, ia memasuki antrean pendek di kasir minimarket. Tidak ada yang aneh dalam situasi itu, tidak pula ada yang menyadari bahwa di pergelangan kiri tangannya terpasang Sea-Dweller—jam tangan idaman para penyelam.
Rolex Sea-Dweller dibikin tahun 1967 dan terus berkembang hingga sekarang. Jam tangan ini dirancang dan dialamatkan untuk penyelam laut dalam, dengan kebutuhan ketahanan air yang lebih tinggi daripada jenis Submariner. Harganya? Bisa membeli satu unit mobil multi-purpose (MPV) pabrikan Jepang teranyar.
Fenomena pria dengan satu unit MPV di tangannya itu disebut dengan quiet luxury. Kita dibikin bertanya-tanya, jika ia mampu membeli Rolex Sea-Dweller, sebenarnya kaos polos apa yang ia pakai? Berapa harganya? Bagaimana dengan celana denim yang ia kenakan? Apakah ada merek besar atau desainer populer di balik celana tersebut?
Fenomena quiet luxury ini menjelaskan gaya berbusana di mana menolak kemewahan yang mencolok, dan memilih kesederhanaan yang elegan.
Lantas, bagaimana dunia fashion memasuki mode quiet luxury?
