Mbah Sadiman, Pahlawan Kemarau di Wonogiri yang Dianggap Tak Waras

Wonogiri kabupaten terparah mengalami kekeringan

Jakarta, IDN Times - Siapa sangka Sadiman yang usianya sudah 68 tahun, menjadi pahlawan bagi desanya. Kakek yang biasa disapa Mbah Sadiman itu tinggal di Dusun Dali, Desa Geneng, Kecamatan Bulukerto, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, yang berjarak sekitar 100 km dari Kota Solo. 

Meski gigi sudah rongak, Mbah Sadiman tetap gigih melakukan penghijauan di kampungnya. Puluhan ribu pohon yang kini tumbuh indah menghiasi Desa Geneng, hasil jerih payahnya dulu. Hasilnya tak hanya membuat desa menjadi indah dan sejuk, tapi berlimpah air meskipun musim kemarau.

Atas usaha merawat dan melestarikan lingkungan, Sadiman menerima penghargaan berupa Apresiasi Dukungan Insan Inspiratif dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Baca Juga: Dampak Kemarau, 3.500 Hektare Padi di Kotawaringin Gagal Panen 

1. BNPB memberikan penghargaan Mbah Sadiman sebagai tokoh inspiratif Reksa Utama Anindha

Mbah Sadiman, Pahlawan Kemarau di Wonogiri yang Dianggap Tak Waras(Dok. BNPB)

BNPB memberikan Sadiman sebagai tokoh inspiratif Reksa Utama Anindha atau Penjaga Bumi yang Penuh Kebijakan, pada awal Agustus 2019. Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Lilik Kurniawan membuka acara penghargaan tersebut. 

“Apa yang telah dilakukan oleh Mbah Sadiman kiranya bisa menjadi contoh bagi kita semua, dan bisa mengikut jejak langkah Beliau dalam pelestarian lingkungan,” ujar Lilik, dalam keterangan tertulis baru-baru ini.   

Penyerahan Apresiasi Dukungan Insan Inspiratif kepada Sadiman dihadiri pejabat DPRD Wonogiri, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Tengah, dan BPBD Kabupaten Wonogiri, Perwakilan BRI Pusat dan BRI Kantor Wilayah Yogyakarta, apartur Kecamatan Bulukerjo, dan murid sekolah setempat.

2. Mbah Sadiman dianggap tak waras karena menanam pohon beringin

Mbah Sadiman, Pahlawan Kemarau di Wonogiri yang Dianggap Tak Waras(Dok. BNPB)

Mbah Sadiman tinggal batang kara, namun mengabdikan diri sebagai pekerja tanpa pamrih dalam melestarikan alam. Dia tidak mengharapkan imbalan atas jerih payahnya menanam pohon beringin. 

Masyarakat begitu heran dan aneh melihat Mbah Sadiman menanam pohon beringin di sekitar desanya, sedangkan masyarakat lainnya menanam tanaman pangan. Lantaran itu, masyarakat di desanya menganggap Mbah Sadiman mengalami gangguan kejiwaan.

"Dulu saya dianggap gila. Ketika (masyarakat) yang lain menanam tanaman pangan, saya malah menanam pohon beringin. Tapi sekarang, apa yang saya tanam itu bisa menghasilkan air untuk warga dan udara menjadi sejuk," tutur pria berjanggut putih itu. 

3. Mbah Sadiman menerima penghargaan

Mbah Sadiman, Pahlawan Kemarau di Wonogiri yang Dianggap Tak Waras

Meskipun Mbah Sadiman dianggap gila oleh masyarakat di desanya, ternyata dedikasi hidupnya pada lingkungan membuahkan hasil. Sejak 1996, ia sudah mengabadikan dirinya sebagai pekerja senyap dalam memulihkan ekosistem di lereng Gunung Lawu.

Karena itu, Sadiman layak menerima apresiasi dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), atas dedikasi hidupnya pada lingkungan selama 23 tahun. Menanam sekaligus merawat pohon-pohon beringin itu.

Wakil Pimpinan Wilayah BRI Yogyakarta Joko Sudarmo menyerahkan dana Rp100 juta kepada Mbah Sadiman, atas dedikasinya terhadap lingkungan dan kemanusiaan. 

4. Kondisi Desa Geneng pada saat itu

Mbah Sadiman, Pahlawan Kemarau di Wonogiri yang Dianggap Tak WarasGoogle Map

Sebelum sejuk nan asri, Desa Geneng begitu gersang. Musibah datang menghampiri desa ini, dimulai banjir saat musim hujan hingga kekeringan saat kemarau. Si jago merah yang melahap Desa Geneng pun berimbas pada kehidupan warga sekitar. 

Keresahan warga bermula dari kerusakan lingkungan, penebangan, dan penjarahan hutan yang dilakukan warga, hingga berimbas pada kehidupan warganya sendiri.

Sejak saat itu lah, 1996, Mbah Sadiman mengabdikan diri sebagai pekerja senyap dalam memulihkan ekosistem di lereng Gunung Lawu.

5. Warga merasakan hasil jerih payah Mbah Sadiman

Mbah Sadiman, Pahlawan Kemarau di Wonogiri yang Dianggap Tak Waras

Atas upaya yang dilakukan Mbah Sadiman, sekarang warga Desa Geneng di lereng Gunung Lawu merasakan hasilnya. Masyarakat setempat mendapatkan aliran air gratis dan mandiri lebih dari 340 kepala keluarga.

Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan masyarakat sekarang ini membutuhkan ribuan orang seperti Mbah Sadiman. “Meski usia sudah 68 tahun, Beliau ini masih segar-bugar dan semangat untuk menanam pohon."

"Bahkan alasan kenapa beringin yang ia tanam, antara lain selain kuat, penyuplai air dan udara, beringin juga dipercaya ada 'penunggunya'. Jadi warga tidak berani tebang. Ini unik dan menarik," ujar Doni pada 1 Agusutus 2019 lalu di Graha BNPB, Jakarta.

6. Kabupaten Wonogiri paling lama terjadi musim kemarau

Mbah Sadiman, Pahlawan Kemarau di Wonogiri yang Dianggap Tak WarasFoto hanya ilustrasi. (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Sejumlah wilayah di Jawa Tengah diprediksi akan mengalami hari tanpa hujan. Berdasarkan catatan dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Semarang, melalui akun resmi Twitter, @bmkg_semarang, dinyatakan rata-rata hari tanpa hujan terjadi lebih dari 60 hari.

Sebagian besar wilayah di Jawa Tengah tidak akan terjadi hujan selama lebih dari 60 hari. Prediksi ini terjadi di 35 kabupaten atau kota.

Untuk klasifikasi jumlah hari, banyak wilayah di Jawa Tengah berada dalam level kekeringan ekstrem atau lebih dari 61 hari, yang ditunjukkan pada warna merah. Disusul dengan level kekeringan yang sangat panjang atau sekitar 30-60 hari, pada warna merah muda.

Sebanyak tiga daerah menjadi wilayah terlama hari tanpa hujan. Pertama adalah Kabupaten Wonogiri di Kecamatan Pracimantoro selama 144 hari. Disusul Kabupaten Klaten, yaitu Kecamatan Cokrotulung yang akan mengalami hari tanpa hujan 117 hari.

Urutan ketiga terdapat tiga kabupaten. Di antaranya Kabupaten Magelang (Kecamatan Mungkid dan Ngrajeg), Kabupaten Wonogiri (Kecamatan Baturetno dan Giritontro), dan Kabupaten Grobogan (Kecamatan Karangasem). Daerah tersebut mengalami hari tanpa hujan selama 113 hari.

BMKG mengimbau kepada masyarakat untuk mewaspadai kekeringan ekstrem tersebut dari potensi mudahnya terjadinya kebakaran. Selain itu, kualitas udara yang menurun selama musim kemarau, dapat mengakibatkan penyakit pernapasan. 

 

Artikel ini pernah dipublikasikan pada 28 Agustus 2019, sebagai bentuk penghargaan kepada Mbah Sadiman dan memperingati Hari Menanam Pohon Indonesia yang jatuh pada hari ini.

Baca Juga: Perjuangan Warga Kamal Muara, Mencari Air Bersih di Musim Kemarau

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya