Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi berbohong (pexels.com/cottonbro studio)
ilustrasi berbohong (pexels.com/cottonbro studio)

Intinya sih...

  • Perubahan cara bicara dan pilihan kata yang janggal

  • Cerita yang tidak konsisten

  • Bahasa tubuh yang tidak selaras

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Kadang kita merasa ada sesuatu yang janggal saat berbicara dengan seseorang, seolah kata-kata yang keluar tidak sejalan dengan sikapnya. Menangkap kebohongan bukan soal menuduh orang di depan mata, tapi lebih pada memahami tanda-tanda kecil yang sering muncul tanpa disadari.

Bahasa tubuh, cara bicara, bahkan ekspresi wajah bisa memberi petunjuk. Dengan mengenali tanda-tanda ini, kita bisa lebih bijak dalam merespons, tetap tenang, dan tidak langsung berprasangka buruk. Yuk simak!

1. Perubahan cara bicara dan pilihan kata yang janggal

ilustrasi komunikasi (unsplash.com/LinkedIn Sales Solutions)

Orang yang berbohong sering kali tidak sadar mengubah cara bicaranya. Mereka bisa terdengar lebih kaku, menggunakan kalimat penuh tanpa singkatan, atau bahkan memakai kata-kata yang terlalu formal. Misalnya, mengatakan “aku tidak melakukannya” dibandingkan “aku gak melakukannya.” Pergeseran kecil seperti ini sering muncul karena orang tersebut berusaha menciptakan jarak dengan kebohongannya. Hal ini juga bisa terlihat dari pemakaian frasa tambahan seperti “sejujurnya” atau “sungguh.”

Selain itu, mereka cenderung memberikan penjelasan yang terlalu panjang dengan detail yang tidak penting. Tujuannya untuk terdengar meyakinkan, tetapi justru terkesan dipaksakan. Semakin banyak detail yang tidak relevan ditambahkan, semakin besar kemungkinan orang tersebut sedang merasa gelisah. Cara ini adalah bentuk kompensasi agar kebohongan tampak logis, padahal justru membuat lawan bicara semakin curiga. Perubahan kecil dalam pilihan kata dan cara penyampaian bisa jadi sinyal yang kuat bahwa ada sesuatu yang sedang ditutupi.

2. Cerita yang tidak konsisten

ilustrasi komunikasi (unsplash.com/Mimi Thian)

Membuat kebohongan itu berat karena otak dipaksa untuk mengingat detail yang sebenarnya tidak nyata. Inilah sebabnya cerita orang yang berbohong sering terdengar tidak konsisten. Mereka bisa mengulang-ulang jawaban, kehilangan alur, atau memberikan urutan peristiwa yang terlalu kaku. Saat diminta menceritakan sesuatu, biasanya mereka mulai dari awal sampai akhir tanpa variasi, seperti cerita yang sudah dilatih, bukan alur alami percakapan.

Ketidakkonsistenan juga bisa muncul saat ditanya ulang. Orang yang jujur biasanya menambahkan detail baru setiap kali bercerita karena mereka memang mengingat pengalaman nyata. Sebaliknya, orang yang berbohong cenderung menjaga ceritanya tetap sama agar tidak ketahuan. Akibatnya, cerita terdengar datar, berulang, dan kadang penuh jeda sebelum menjawab. Perbedaan kecil ini bisa menjadi tanda bahwa ada bagian cerita yang dibuat-buat.

3. Bahasa tubuh yang tidak selaras

ilustrasi berbohong (pexels.com/Alex Green )

Bahasa tubuh adalah salah satu hal yang paling sulit dikendalikan saat seseorang berbohong. Ketika kata-kata dan gerakan tubuh tidak selaras, itu bisa jadi sinyal adanya kebohongan. Misalnya, seseorang berkata “ya” tapi kepalanya menggeleng pelan, atau justru sebaliknya. Kontradiksi kecil semacam ini sering muncul tanpa disadari, dan hal itu membuat ucapannya terasa kurang tulus.

Selain itu, tanda fisik lain seperti memainkan rambut, mengetuk-ngetuk meja, atau menyentuh wajah berulang kali bisa menunjukkan kegelisahan. Tubuh merespons stres dengan gerakan kecil yang disebut “grooming behavior.” Orang juga cenderung menutup diri secara fisik, misalnya menyilangkan tangan atau menjauhkan tubuh. Semua sinyal ini bukan bukti mutlak seseorang berbohong, tapi ketika muncul bersamaan dengan tanda lain, bisa jadi petunjuk yang cukup jelas.

4. Tanda fisik dari stres dan kebocoran non verbal

ilustrasi stres (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Berbohong memicu stres yang bisa terlihat lewat reaksi tubuh. Detak jantung meningkat, napas lebih cepat, suara terdengar meninggi, bahkan keringat bisa muncul di situasi yang sebenarnya tidak terlalu panas. Beberapa orang juga memperlihatkan tanda fisik lain, seperti mata yang sering berkedip, kaki yang terus bergerak, atau tangan yang gelisah di pangkuan. Semua ini adalah cara tubuh menyalurkan ketegangan yang tidak bisa ditahan.

Selain itu, ada istilah “nonverbal leakage", yaitu ketika tubuh mengekspresikan hal yang berbeda dengan kata-kata. Orang mungkin berusaha terlihat santai, tapi wajahnya menunjukkan ekspresi tegang atau gerakannya kaku. Hal-hal kecil seperti ini adalah bocoran yang menunjukkan ada perasaan yang ditahan. Kita memang tidak bisa langsung memastikan bahwa semua tanda tersebut berarti kebohongan, tapi mereka bisa memberi gambaran bahwa orang tersebut tidak sepenuhnya nyaman dengan apa yang diucapkan.

5. Ekspresi wajah dan senyum yang tidak wajar

ilustrasi berbohong (pexels.com/Photo By: Kaboompics.com)

Senyum yang tulus selalu melibatkan mata, bukan hanya bibir. Saat seseorang tersenyum jujur, bagian sekitar mata ikut mengerut, menciptakan kerutan kecil yang disebut “crow’s feet.” Sebaliknya, senyum palsu sering terlihat kaku, hanya bertahan sebentar, lalu hilang dengan cepat. Ekspresi ini terasa tidak alami, seolah hanya tempelan untuk menutupi sesuatu.

Selain itu, kontak mata juga bisa menjadi tanda. Orang yang berbohong sering salah strategi, ada yang justru menghindari tatapan, sementara ada juga yang terlalu menatap lekat-lekat agar terlihat meyakinkan. Tatapan yang terasa dipaksakan atau tubuh yang terlihat terlalu tenang justru bisa memunculkan kesan sebaliknya. Perpaduan senyum palsu dan tatapan mata yang tidak wajar sering menjadi kombinasi yang paling mudah dikenali.

6. Cara menghadapi kebohongan

ilustrasi komunikasi (pexels.com/Helena Lopes)

Menghadapi kebohongan sebaiknya tidak dengan amarah atau tuduhan langsung. Cobalah tetap tenang, perhatikan cara orang tersebut biasanya berbicara, lalu bandingkan dengan perilakunya saat ini. Perbedaan yang muncul bisa menjadi bahan pertimbangan sebelum mengambil langkah lebih lanjut. Ajukan pertanyaan terbuka yang memungkinkan mereka bercerita lebih luas. Jika mereka jujur, biasanya akan muncul detail baru yang menguatkan cerita.

Yang terpenting adalah menjaga sikap netral. Menuduh secara langsung bisa membuat situasi semakin buruk dan menutup peluang untuk mendapatkan kebenaran. Lebih baik gunakan pendekatan yang lembut, dengarkan dengan tenang, lalu lakukan pengecekan fakta dengan cara yang bijak. Dengan begitu, kita tidak hanya menjaga hubungan tetap baik, tapi juga membuka jalan agar orang lain merasa lebih nyaman untuk berkata jujur.

Mendeteksi kebohongan bukan berarti kita harus menjadi detektif setiap kali berbicara dengan orang lain. Namun, mengenali tanda-tanda seperti perubahan cara bicara, cerita yang tidak konsisten, bahasa tubuh yang janggal, tanda fisik dari stres, hingga ekspresi wajah yang tidak alami bisa membantu kita lebih waspada. Kebohongan memang bisa merusak kepercayaan, tapi cara kita menanggapinya jauh lebih penting. Dengan tetap tenang, bijak, dan terbuka, kita bisa menjaga hubungan tetap sehat sekaligus mendorong terciptanya kejujuran.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team