Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi multi tasking (pexels.com/Kampus Production)
ilustrasi multi tasking (pexels.com/Kampus Production)

Intinya sih...

  • Tidak bisa lepas dari pekerjaan, bahkan saat libur atau di rumah

  • Jam kerja jauh lebih panjang dari orang lain, termasuk akhir pekan

  • Sulit menolak pekerjaan tambahan dan mengabaikan kesehatan demi pekerjaan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Bekerja keras memang dianggap sebagai salah satu kunci kesuksesan. Namun, ada kalanya semangat kerja justru berubah menjadi kebiasaan yang tidak sehat. Orang yang terlalu larut dalam pekerjaan biasanya disebut sebagai workaholic.

Istilah ini bukan sekadar sebutan, melainkan sebuah kondisi di mana seseorang begitu terikat dengan pekerjaan hingga mengorbankan aspek lain dalam hidupnya.

Menjadi workaholic seringkali tidak disadari oleh orang yang mengalaminya. Mereka menganggap bahwa bekerja lebih lama atau terus produktif setiap saat adalah hal normal.

Padahal, kondisi ini bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental, fisik, bahkan hubungan sosial. Agar lebih waspada, berikut enam ciri-ciri orang yang tergolong workaholic.

1. Tidak bisa lepas dari pekerjaan

ilustrasi sibuk bekerja (pexels.com/MART PRODUCTION)

Salah satu tanda paling jelas dari seorang workaholic adalah kesulitannya untuk benar-benar melepaskan diri dari pekerjaan. Bahkan ketika libur atau berada di rumah, pikirannya tetap terikat dengan urusan kantor.

Mereka merasa gelisah jika tidak membuka laptop, membalas email, atau menyelesaikan pekerjaan yang sebetulnya bisa ditunda.

Kondisi ini membuat seseorang sulit menikmati waktu istirahat. Padahal, jeda dari pekerjaan sangat penting untuk menjaga keseimbangan hidup.

Jika setiap momen selalu diisi dengan aktivitas kerja, lambat laun tubuh dan pikiran akan mengalami kelelahan yang tidak disadari.

2. Jam kerja jauh lebih panjang dari orang lain

ilustrasi lembur (pexels.com/Dziana Hasanbekava)

Orang yang workaholic cenderung menghabiskan lebih banyak waktu bekerja dibanding rekan-rekannya. Mereka sering datang lebih awal, pulang lebih larut, bahkan membawa pekerjaan ke rumah. Tidak jarang, akhir pekan pun dipenuhi dengan urusan kantor yang seharusnya bisa ditunda.

Hal ini berbeda dengan orang yang sekadar rajin. Workaholic merasa tidak tenang jika tidak menggunakan waktunya untuk bekerja. Rutinitas yang berlebihan ini justru bisa membuat performa menurun, karena tubuh yang terus dipaksa bekerja tanpa istirahat lama-kelamaan akan kehilangan energi.

3. Sulit menolak pekerjaan tambahan

ilustrasi tugas menumpuk (pexels.com/Ron Lach)

Workaholic seringkali tidak bisa berkata “tidak” ketika ada tugas tambahan. Mereka merasa harus menerima setiap permintaan, meskipun sebenarnya beban kerjanya sudah penuh.

Bahkan, ada kecenderungan untuk merasa bersalah jika menolak pekerjaan, seakan-akan itu tanda tidak profesional.

Sikap ini sering menimbulkan stres, karena pekerjaan menumpuk tanpa henti. Alih-alih merasa puas, justru ada tekanan besar yang menghantui pikiran. Rasa tidak enakan dan dorongan untuk selalu terlihat mampu bisa menjadi jebakan yang membuat seseorang semakin terikat dengan pekerjaannya.

4. Mengabaikan kesehatan demi pekerjaan

ilustrasi bekerja saat sakit (pexels.com/Gustavo Fring)

Ciri lain yang cukup berbahaya dari seorang workaholic adalah mengesampingkan kesehatan. Mereka rela begadang untuk menyelesaikan pekerjaan, melewatkan waktu makan, atau bahkan tetap bekerja meski sedang sakit.

Seakan-akan pekerjaan jauh lebih penting dibandingkan kondisi tubuhnya sendiri.

Padahal, pola hidup seperti ini bisa menimbulkan risiko jangka panjang. Stres kronis, gangguan tidur, hingga masalah pencernaan bisa muncul akibat gaya hidup yang tidak seimbang.

Ironisnya, orang workaholic sering menganggap hal itu normal dan tetap memaksakan diri bekerja.

5. Hubungan sosial menjadi terganggu

ilustrasi jadi bahan gosip (pexels.com/Antoni Shkraba Studio)

Ketika seseorang terlalu terikat dengan pekerjaan, biasanya hubungan sosial pun ikut terabaikan. Orang workaholic cenderung menolak ajakan berkumpul dengan teman atau jarang meluangkan waktu untuk keluarga. Alasannya selalu sama: ada pekerjaan yang harus diselesaikan.

Dampak jangka panjang dari kebiasaan ini adalah rasa kesepian dan renggangnya hubungan dengan orang-orang terdekat. Padahal, dukungan sosial sangat penting untuk menjaga kesehatan mental. Tanpa interaksi yang seimbang, seseorang bisa merasa terisolasi meski sibuk setiap hari.

6. Definisi diri hanya berdasarkan pekerjaan

ilustrasi bersalaman (pexels.com/Khwanchai Phanthong)

Ciri terakhir yang sering ditemui adalah ketika seseorang menilai harga dirinya hanya dari pekerjaan. Workaholic merasa bahwa keberhasilan hidup semata-mata ditentukan oleh produktivitas dan pencapaian karier. Jika sedang tidak bekerja, mereka merasa tidak berharga atau bahkan tidak berguna.

Pandangan seperti ini sangat berisiko, karena membuat identitas seseorang hanya bergantung pada profesinya. Padahal, hidup tidak hanya soal pekerjaan, tetapi juga kesehatan, hubungan, dan kebahagiaan pribadi.

Jika semua aspek di luar pekerjaan diabaikan, keseimbangan hidup akan hilang.

Menjadi seorang yang berdedikasi dalam pekerjaan tentu baik, tetapi jangan sampai berubah menjadi workaholic yang mengorbankan aspek lain dalam hidup. Mengenali ciri-cirinya sejak awal bisa membantu seseorang menyeimbangkan waktu antara kerja, istirahat, dan kehidupan pribadi.

Ingat, bekerja adalah bagian penting, tetapi hidup bukan hanya soal pekerjaan. Jadi, yuk mulai belajar menyeimbangkan semuanya agar tetap sehat dan bahagia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team