Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi fotografer (pexels.com/Andrea Piacquadio)
ilustrasi fotografer (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Intinya sih...

  • Hobi bisa kehilangan estetika dan kesenangannya

  • Tekanan profesional bisa membuat stres

  • Risiko jenuh dan kehilangan motivasi

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Banyak orang bermimpi bisa menjadikan hobi sebagai pekerjaan utama. Pasti rasanya menyenangkan jika aktivitas yang kita sukai sekaligus bisa mendatangkan penghasilan. Tidak sedikit juga motivator yang mengatakan bahwa bekerja sesuai passion akan membuat hidup terasa lebih ringan dan penuh makna.

Namun, kenyataannya gak selalu seindah yang dibayangkan, lho. Menjadikan hobi sebagai pekerjaan juga punya sisi buruk yang jarang dibicarakan.

Penasaran? Berikut empat sisi buruk yang perlu kamu waspadai. Keep scrolling!

1. Hobi bisa kehilangan estetika dan kesenangannya

ilustrasi freelancer (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Ketika hobi dijadikan pekerjaan, aktivitas yang dulu terasa ringan dan menyenangkan bisa berubah menjadi beban. Kamu tidak lagi melakukan hobi hanya karena suka, tapi karena ada target, permintaan klien, atau kejaran deadline.

Lambat laun, kesenangan itu bisa terkikis dan estetika dari hobi yang murni bisa ikut memudar.

Misalnya, kamu yang hobi fotografi mungkin awalnya menikmati setiap jepretan kamera untuk memuaskan rasa seni. Tapi begitu jadi pekerjaan, hasil fotomu harus sesuai permintaan orang lain, bukan lagi sesuai selera pribadi. Estetika yang dulu jadi ciri khas bisa hilang karena tuntutan pasar.

2. Tekanan profesional bisa membuat stres

ilustrasi lelah (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Menjadikan hobi sebagai pekerjaan juga berarti kamu harus siap menghadapi tekanan profesional. Ada target yang harus dicapai, ada standar yang ditetapkan, bahkan kritik yang mungkin datang bertubi-tubi. Semua ini bisa mengurangi rasa senang yang dulu kamu rasakan saat menekuni hobi tersebut.

Beban tanggung jawab membuat hobi tak lagi terasa sebagai ruang bebas berekspresi. Sebaliknya, ia bisa berubah menjadi sumber stres baru.

Akhirnya, hal yang seharusnya membuatmu bahagia justru bisa menguras energi dan membuatmu lelah.

3. Risiko jenuh dan kehilangan motivasi

ilustrasi malas kerja (pexels.com/cottonbro studio)

Hobi yang dilakukan sesekali memang terasa menyenangkan, tapi ketika harus dilakukan setiap hari untuk pekerjaan, risiko jenuh sangat besar.

Rutinitas yang berulang membuatmu kehilangan rasa antusias. Bahkan, hal-hal kecil yang dulu memicu semangat bisa terasa hambar.

Jika kejenuhan ini muncul, motivasi untuk melanjutkan pekerjaan pun menurun. Kamu bisa merasa stuck, sulit berkembang, dan kehilangan arah. Ironisnya, hobi yang awalnya jadi sumber kebahagiaan bisa berubah menjadi hal yang kamu hindari.

4. Sulit memisahkan kehidupan pribadi dan pekerjaan

ilustrasi bekerja di rumah (unsplash.com/Windows)

Saat hobi berubah menjadi pekerjaan, batas antara keduanya sering kali kabur. Kamu jadi kesulitan menentukan kapan waktunya bekerja dan kapan waktunya bersenang-senang. Setiap aktivitas hobi terasa harus bernilai produktif, sehingga kamu jarang punya waktu untuk benar-benar menikmatinya secara pribadi.

Kondisi ini bisa berdampak buruk pada kesehatan mental. Kamu mungkin merasa terus-menerus "bekerja" tanpa jeda. Padahal, setiap orang butuh ruang untuk menikmati sesuatu tanpa tekanan. Tanpa pemisahan yang jelas, hidup bisa terasa monoton dan membebani.

Menjadikan hobi sebagai pekerjaan memang terdengar ideal, tapi jangan sampai terjebak pada bayangan manisnya saja. Ada risiko kehilangan estetika, tekanan profesional, kejenuhan, hingga kaburnya batas antara hidup pribadi dan pekerjaan.

Semua ini bisa membuat hobi tidak lagi memberi kebahagiaan seperti dulu.

Kalau kamu ingin menjadikan hobi sebagai pekerjaan, pastikan kamu tetap punya ruang untuk menikmatinya secara personal. Jaga agar kreativitas tetap hidup, jangan biarkan tekanan merusak kesenangan yang dulu membuatmu jatuh cinta pada hobi itu.

Ingat, tidak semua yang kita sukai harus dijadikan ladang penghasilan.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team