2. Pengumuman sempat bikin kaget

IDN Times/Galih Persiana

Setelah sukses membawakan lagu pertama, Trie mulai menyapa penonton lebih intim. Dia kemudian mengumumkan bahwa Krakatau Reunion tak akan tampil lagi di hadapan para penggemarnya.

Kejadian tersebut sempat bikin penonton kecewa, tentu. Tapi, begitulah cara Trie mengumumkan kabar baik buat Krakatau dan para pecintanya. “Ini adalah panggung terakhir kami, Krakatau Reunion,” tutur Trie.

“Karena, ke depannya kami tak lagi menggunakan nama ‘Reunion’. Kami Krakatau,” katanya, disambut tepuk tangan dari para Keluarga Krakatau, panggilan untuk para penggemarnya.

IDN Times/Galih Persiana

3. Krakatau adalah kebanggaan Bandung

IDN Times/Galih Persiana

IDN Times/Galih Persiana

Dalam catatan sejarah musik Kota Kembang, Krakatau tak bisa diabaikan. Mereka menjadi salah satu grup musik yang memomulerkan skena fusion-jazz, setelah sebelumnya grup musik D’Marzio yang juga asal Bandung menjadi pionir jazz Kota Kembang pada era 1970-an.

Krakatau diprakarsai oleh empat pendirinya, di mana tiga di antaranya masih menukangi grup musik tersebut hingga saat ini. Mereka adalah Pra Budi Dharma, Dwiki Dharmawan, Donny Suhendra, dan Budhy Haryono. Nama terakhir awalnya berperan sebagai drummer daripada Krakatau, namun belakangan memilih berpisah (konon karena alasan tak lagi satu pemikiran).

Keempat pendiri tersebut merupakan kumpulan anak Bandung. Singkat cerita, sekitar tahun 1984 di kawasan Cipaganti, mereka sepakat untuk melahirkan grup musik bernama Krakatau dengan genre fusion-jazz.

Kehadiran Krakatau di Bandung memberi warna baru pada dunia kreatif Kota Kembang yang telah dikenal sebagai daerah pengorbit musisi. Bagaimana tidak, mereka berhasil merangkul pasar baru di tengah gempuran musisi-musisi rock kenamaan Bandung kala itu.

Seiring berjalannya waktu, tepatnya setelah ditawari rekaman pada 1986 oleh Billboard, Krakatau mengalami perombakan. Mereka mengajak Trie Utami, yang ketika itu merupakan penyiar radio asal Bandung, untuk menjadi vokalis Krakatau.

Tak hanya itu, Gilang Ramadhan pun dipilih untuk menggantikan Budhy yang hengkang, dan Indra Lesmana diajak untuk menjadi duet Dwiki Dharmawan dalam urusan instrumen keyboard. Dari formasi baru ini, hanya Indra Lesmana yang tercatat tidak berdarah Bandung.

Sejak saat itulah, nama Krakatau mulai menasional. Mewakili Kota Bandung, mereka tampil di panggung-panggung megah di seluruh Indonesia, bahkan sampai ke mancanegara.

IDN Times/Galih Persiana

4. Bandung milik Krakatau

IDN Times/Galih Persiana

Selayaknya orang rindu kampung halaman, yang tak tahan bersenang-senang di rumahnya sendiri, begitulah kiranya penampilan Krakatau dalam Papandayan Jazz Festival 2019. Keenam personel Krakatau tidak hanya menunjukkan jam terbangnya sebagai seorang musisi profesional, melainkan pula terlihat sangat nyaman membawakan tiap lagunya.

Saking nyamannya, Trie Utami sampai-sampai lebih sering menggunakan Bahasa Sunda dalam berkomunikasi dengan penonton. Padahal, jika melihat agenda pertunjukkan selama tiga hari berturut-turut, Papandayan Jazz 2019 merupakan festival musik berskala nasional. Tapi, mungkin itulah Trie, yang tengah menikmati detik demi detik penampilannya di Bandung.

Krakatau mengakhiri penampilannya, setelah satu jam penuh manggung, dengan memberi hormat pada penonton yang terlihat masih antusias melihat aksi ciamik mereka. Apa yang Krakatau sajikan Jumat malam itu sesuai dengan harapan penyelenggara Papandayan Jazz Festival 2019. “Lewat Krakatau, kami ingin memberi yang terbaik bagi penikmat jazz senior,” kata Bobby renaldi, General Manager The Papandayan Hotel, tepat dua pekan lalu.

Tak bisa dipungkiri, Krakatau memang telah menampilkan yang terbak malam itu.

IDN Times/Galih Persiana