Usung Musik Unik, Parahyena Disidang di DCDC Pengadilan Musik

Parahyena usung genre kawinan musik tradisional dan modern

Bandung, IDN Times - Pengadilan Musik Djarum Coklat Dot Com (DCDC) kembali digelar, Jumat(28/2), malam. Pada sidang edisi ke-41 ini, band asal kota Bandung, Parahyena menjadi terdakwa.

Keunikan konsep musik yang diusung Parahyena menjadi alasan band itu disidangkan. Parahyena mengadaptasi elemen musik-musik tradisional nusantara dan menggabungkannya dengan gaya musik modern. Benar saja, keunikan itu pun tergambar dari singel pertama di album kedua Parahyena yang berjudul "Celementree".

Sidang dimulai. Keunikan musik Parahyena diuji oleh Budi Dalton dan Pidi Baiq yang duduk di bangku Jaksa. Kursi Pembela ditempati oleh Yoga (PHB) dan Ruly Cikapundung. Sedangkan persidangan dipimpin oleh Man (Jasad) selaku hakim. Tidak luput juga Eddi Brokoli sebagai Panitera mengatur jalannya persidangan.

Sementara terdakwa, Adapun yakni 6 personel Parahyena di antaranya, Sendy Novian (gitarlele, vokal), Fariz Alwan (bangsing), Radi Tajul (gitar), Iman Surya (violin), Saipul Anwar (kontrabass) dan Fajar Aditya (cajon).

1. Budi Dalton cecar Parahyena dengan sejumlah pertanyaan

Usung Musik Unik, Parahyena Disidang di DCDC Pengadilan MusikIDN Times/Bagus F

Jaksa Penuntut Budi Dalton pun memulai pertanyaan dengan sejarah berdirinya Band Parahyena. Suanasa pun tampak ramai disaksikan oleh ratusan Coklat Friend.

"Bagaimana awal mulanya terbentuk band kalian?," tanya Jaksa Budi di DCDC Pengadilan Musik, Kantin Nation Rumah The Panas Dalam, Jalan Ambon, Kota Bandung, Jumat (28/2).

Selain sejarah terbentuknya band itu, Jaksa Budi juga mencecar sejumlah pertanyaan terkait konsep musik yang dibawa Parahyena.

2. Mengadopsi ritme musik tradisional dimainkan dengan alat modern

Usung Musik Unik, Parahyena Disidang di DCDC Pengadilan MusikIDN Times/Bagus F

Sang vokalis Sendy Novian pun mengungkapkan, Band Parahyena terbentuk dari sebuah ketidaksengajaan. Pada mulanya mereka sering melakukan aktivitas di alam terbuka bersama-sama. Dan tiba-tiba tercetus lah sebuah ide untuk membuat sebuah band dengan format akustik sederhana namun menyenangkan. Menurut Sendy, jika mau digolongkan, Parahyena bisa masuk ke genre folk.

Menurutnya, nama Parahyena dipakai atas dasar kesepakatan bersama seluruh personel. Setelah nama itu diambil, barulah Parahyena diberi makna. Parahyena diambil dari salah satu satwa, Para merupakan kumpulan, Hyena (Satwa) yang memiliki karakter yang cerdas.

"Band ini pada mulanya teman-teman kampus saja sering kumpul. Kemudian kami mencoba membuat band dengan jenis genre baru," ujar Sendy.

"Kita mencoba memadukan musik tradisional dengan barat, ritme bonang misalkan kita adopsi ke gitar. Kendang ke cajon dan sebagainya. Intinya kita mencoba nuansa baru dalam musik di Indonesia, khusunya di Kota Bandung," tambahnya.

3. Parahyena diharap jadi pemantik kreatifitas bermusik kaum muda

Usung Musik Unik, Parahyena Disidang di DCDC Pengadilan MusikIDN Times/Bagus F

Perwakilan DCDC Dikki Dwisaptono mengatakan, dari edisi ke edisi hingga edisi ke-41 ini, pihaknya selalu berupaya menghadirkan nuansa baru. Satu diantaranya Band Parahyena yang dinilainya memiliki keunikan tersendiri dalam bermusik.

"Mereka ini unik memadukan nuansa tradisonal dan modern, ini cukup menjadi angin segar untuk musik indie di Kota Bandung yah," ujar Dikki.

Dikki juga menyebutkan, konsep bermusik Parahyena diharapkan dapat mewakili Band-band muda di Indoensia untuk berani tampil. Dari sana diharapkan lahir musisi-musisi muda dengan konsep ynag terus menyalurkan keatifitasnya. Sehingga regenerasi dalam dunia musik dapat berjalan dengan baik.

"Kita ingin Parahyena ini mewakili band-band muda untik lebih percaya diri. Pasalnya, kita fokus pada band yang terbilang baru tapi memiliki talenta yang luar biasa," kata Dikki.

4. DCDC Pengadilan Musik bakal terus berinovasi

Usung Musik Unik, Parahyena Disidang di DCDC Pengadilan MusikIDN Times/Bagus F

Sementara itu, perwakilan dari Atap Promotion, Uwi Fitriani mengatakan, DCDC Pengadilan Musik senantiasa mendukung industri musik di tanah air. Oleh karena itu, untuk terus meningkatkan suguhan musik hang tidak membosankan, bersama tim kita selalu mengadakan evaluasi segiap edisi.

Evaluasi itu, dilakukan untuk menganalisis konsep yang kurnag dan menambal dengan konsep yang baru.

"Dari edisi ke edisi kami selalu evaluasi, dan kami lihat antusiasme masyarakat sangat baik, khususnya para Coklat Friends yang selalu hadir dalam setiap gelaran DCDC Pengadilan Musik," pungkasnya.

5. Parahyena terbentuk sejak 2014

Usung Musik Unik, Parahyena Disidang di DCDC Pengadilan MusikIDN Times/Bagus F

Untuk diketahui bersama, pada tahun 2014 Parahyena merilis single perdana dengan judul ‘Penari’. Pada lagu ini Parahyena mulai mencoba meramu dan mengemas musik akustik dengan sentuhan warna etnik.

Melalui single ini Parahyena mencoba untuk memberi pilihan baru yang lain bagi penggemar musik folk sekaligus menjadi penanda identitas bagi musik Parahyena.

Ditahun 2015 mereka kembali merilis Single kedua berjudul ‘Ayakan’. Lirik dalam lagu ‘Ayakan’ ini menggunakan tehnik ‘Paparikan’ yaitu salah satu tehnik dalam penulisan puisi dalam sastra Sunda yang dikombinasikan dengan lirik Inggris.

Dalam single ‘Ayakan’ ini Parahyena berkolaborasi dengan Dimas Wijaksana dari band Mr. Sonjaya. Single ketiga berjudul ‘Dibawah Rembulan” di rilis pada tahun 2016. Pada lagu ini Parahyena memasukan unsur seni bernyanyi ‘beluk’ khas sunda dan disisipi lirik berbahasa sunda.

Setelah merilis single ditahun yang sama pada 3 Agustus 2016 Parahyena resmi meluncurkan albumnya berjudul ‘Ropea’. Judul album ini mempunyai arti memperbaiki atau memperbaharui dalam bahasa sunda.

Melalui album ini Parahyena semakin memperlihatkan karakter musik mereka. Musik yang diperoleh dari beberapa unsur tradisi yang ditransformasikan menjadi sebuah karya pop folk yang unik.

Selanjutnya, Pada tahun 2019 Parahyena mengeluarkan album kedua berjudul ‘Kirata’. Album ini adalah bentuk respon Parahyena, selama proses pengerjaan album yang memang mempraktekan pola membuat lagunya dahulu ketimbang judulnya, yang tentu saja segala tafsir lahir setelahnya.

Kirata merupakan akronim dari “di kira-kira tapi nyata“. Bentuk musikalitas khas nusantara (timur) disenyawakan dengan musik dari genre (barat) secara umum dan dieksplorasi bukan sebagai bentuk terasing, melainkan warna unik berbaur harmonis dalam kesatuan.

Tujuh lagu instrumental dengan racikan gipsy, melodic core, swing, Arabic, latin, melayu dan lain sebagainya diramu dan dibalut dengan bumbu nusantara dengan menghadirkan ruang kreasi sebebasnya terutama dalam keterbukaan pikiran serta penuangan menjadi titik utama yang coba Parahyena bagikan.

Terbaru, diawal tahun 2020 mereka kembali merilis sebuah video klip dari lagu berjudul ‘Celementree’ yang disutradarai oleh SWKRS.

Topik:

  • Yogi Pasha

Berita Terkini Lainnya