Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow
WhatsApp Channel &
Google News
Bandung, IDN Times – Grup musik fusion-jazz kenamaan asal Kota Bandung, Krakatau, resmi meninggalkan embel-embel “Reunion” yang telah ia pakai sejak konser Java Jazz Festival pada 2014 silam. Hal itu diumumkan sang vokalis, Trie Utami, setelah membawakan lagu pertama dalam penampilannya untuk Papandayan Jazz Festival 2019, Jumat (4/10) malam, di Papandayan Hotel, Kota Bandung.
Trie tak menjelaskan secara rinci kenapa ia dan teman-temannya memutuskan untuk meninggalkan nama Karakatau Reunion. Terlepas dari kembalinya nama Krakatau, mereka tetap mampu menampilkan yang terbaik di Bandung, kampung halamannya.
1. Membuka penampilan dengan "sampurasun"
Penonton di Hotel Papandayan, Kota Bandung, sudah memenuhi Ballroom Suagi sekitar 30 menit sebelum Krakatau naik panggung. Pemirsa, yang didominasi orang tua, terlihat sangat antusias menunggu Krakatau tampil di atas panggung yang hanya setinggi kurang dari 1 meter itu—sebuah tata letak panggung yang guyub dengan penonton.
Sekira pukul 20.30 WIB, setelah pemadu acara memanggil nama Krakatau Reunion, lampu yang menyorot ke arah panggung dimatikan. Di sana, tiba-tiba muncul Dwiki Dharmawan (keyboard), Donny Suhendra (Gitar), Gilang Ramadhan (Drum), Indra Lesama (Keyboard), dan Pra Budhi Dharma (Bass). Cara tersebut cukup membuat penonton yang telah menunggu lama bersorak.
Tak lama, Trie Utama melompat ke atas panggung dan bikin suasana semakin riuh. Ia membuka penampilan Krakatau dengan kalimat sampurasun, yang artinya meminta dimaafkan dalam Bahasa Sunda (biasanya digunakan sebagai salam menyapa).
2. Pengumuman sempat bikin kaget
Setelah sukses membawakan lagu pertama, Trie mulai menyapa penonton lebih intim. Dia kemudian mengumumkan bahwa Krakatau Reunion tak akan tampil lagi di hadapan para penggemarnya.
Kejadian tersebut sempat bikin penonton kecewa, tentu. Tapi, begitulah cara Trie mengumumkan kabar baik buat Krakatau dan para pecintanya. “Ini adalah panggung terakhir kami, Krakatau Reunion,” tutur Trie.
“Karena, ke depannya kami tak lagi menggunakan nama ‘Reunion’. Kami Krakatau,” katanya, disambut tepuk tangan dari para Keluarga Krakatau, panggilan untuk para penggemarnya.
3. Krakatau adalah kebanggaan Bandung
Dalam catatan sejarah musik Kota Kembang, Krakatau tak bisa diabaikan. Mereka menjadi salah satu grup musik yang memomulerkan skena fusion-jazz, setelah sebelumnya grup musik D’Marzio yang juga asal Bandung menjadi pionir jazz Kota Kembang pada era 1970-an.
Krakatau diprakarsai oleh empat pendirinya, di mana tiga di antaranya masih menukangi grup musik tersebut hingga saat ini. Mereka adalah Pra Budi Dharma, Dwiki Dharmawan, Donny Suhendra, dan Budhy Haryono. Nama terakhir awalnya berperan sebagai drummer daripada Krakatau, namun belakangan memilih berpisah (konon karena alasan tak lagi satu pemikiran).
Keempat pendiri tersebut merupakan kumpulan anak Bandung. Singkat cerita, sekitar tahun 1984 di kawasan Cipaganti, mereka sepakat untuk melahirkan grup musik bernama Krakatau dengan genre fusion-jazz.
Kehadiran Krakatau di Bandung memberi warna baru pada dunia kreatif Kota Kembang yang telah dikenal sebagai daerah pengorbit musisi. Bagaimana tidak, mereka berhasil merangkul pasar baru di tengah gempuran musisi-musisi rock kenamaan Bandung kala itu.
Seiring berjalannya waktu, tepatnya setelah ditawari rekaman pada 1986 oleh Billboard, Krakatau mengalami perombakan. Mereka mengajak Trie Utami, yang ketika itu merupakan penyiar radio asal Bandung, untuk menjadi vokalis Krakatau.
Tak hanya itu, Gilang Ramadhan pun dipilih untuk menggantikan Budhy yang hengkang, dan Indra Lesmana diajak untuk menjadi duet Dwiki Dharmawan dalam urusan instrumen keyboard. Dari formasi baru ini, hanya Indra Lesmana yang tercatat tidak berdarah Bandung.
Sejak saat itulah, nama Krakatau mulai menasional. Mewakili Kota Bandung, mereka tampil di panggung-panggung megah di seluruh Indonesia, bahkan sampai ke mancanegara.