Ajip Rosidi dan Mengapa Orang Sunda Perlu Berterima Kasih Padanya
Ajip adalah arsip hidup budaya dan sastra Sunda.
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times – Sebagai orang Indonesia yang diutus untuk mengajar di Osaka, Jepang, pada 1981, Ajip Rosidi cukup sibuk dengan berbagai urusannya. Ia mengajar selama 18 jam selama dua hari dalam sepekan, dan lima hari sisanya ia sibukkan untuk membaca dan menulis. Hasilnya, selama berada di Negeri Matahari, pria berdarah Sunda itu berhasil menulis 50 buku berbahasa Indonesia dan Sunda.
Sebenarnya, siapa Ajip Rosidi?
1. Berbakat sejak belia
Sebenarnya cukup mudah mengenal Ajip Rosidi, terutama bagi masyarakat Pasundan. Secara singkat, Ajip merupakan pria kelahiran 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka, Jawa barat. dan memiliki seorang istri bernama Patimah (setelah Patimah berpulang pada 2017, Ajip menikahi aktris senior Nani WIjaya).
Ia merupakan seorang budayawan sekaligus sastrawan dengan segudang karya, dan menjadi pendiri dari Pusat Studi Sunda pada 2003. Tak hanya itu, Ajip juga pernah menjabat sebagai Ketua Yayasan Kebudayaan Rancage, Ketua Dewan Kesenian Jakarta (1972-1981), Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi, Direktur Penerbit Dunia Pustaka Jaya, Pemimpin Redaksi Majalah Kebudayaan Budaya Jaya (1958-1979), Redaktur PN Balai Pustaka (1955-1956), Pemimpin Redaksi Majalah Suluh Pelajar (1953-1955).
Ajip merupakan pria berbakat, utamanya dalam bidang tulis menulis. Dan, kenyataannya, bakat itu telah ia tunjukkan sejak berusia belia. Pada usia 15 tahun, Ajip telah menjadi Pemred daripada majalah Suluh.
Pada usia 17 tahun, yakni sekitar tahun 1955, Ajip mulai menyabet berbagai penghargaan nasional. Ia pernah menyabet Hadiah Sastra Nasonal BMKN untuk puisinya pada 1955-1966, dan untuk prosanya pada 1955-1956.