TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Investasi Menggiurkan, Teknologi Kesehatan Diprediksi Makin Diperlukan

Teknologi di bidang kesehatan perlu bantuan publik

Aplikasi halodoc. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Bandung, IDN Times – Tidak dapat dipungkiri jika perkembangan teknologi kesehatan di masa pandemi COVID-19 semakin menjadi-jadi. Bagaimana tidak, pandemi COVID-19 memang telah mempercepat transformasi di berbagai bidang, tak terkecuali urusan kesehatan.

Salah satunya, ketika kebijakan protokol kesehatan dengan pembatasan mobilitas, memaksa masyarakat yang sebelumnya menggunakan layanan atau fasilitas kesehatan secara langsung (offline), menjadi tidak langsung (online).

Associate Dean (External Engagement, UTS Business School) Prof. Prabhu Sivabalan mengatakan, pandemi COVID-19 membawa perubahan secara global. Pelayanan kesehatan secara online yang sebelum COVID-19 dipandang tak wajar, kini menjadi pilihan yang tak dapat dipandang sebelah mata.

"Sebagian besar konsultasi kesehatan secara online meledak karena orang tidak bisa bertemu secara langsung dengan dokter," kata Prabhu, dalam webinar bertema Health Tech Prospect In Indonesia yang digelar pada Rabu (24/11/2021).

1. Investasi di bidang kesehatan meningkat selama pandemi

ilustrasi pemeriksaan dokter (freepik.com/jcomp)

Menurut Prabhu, pandemi membawa banyak penyesuaian baru, menggeser pola pikir masyarakat, sehingga layanan kesehatan digital menjadi pilihan yang bijak. Bahkan, kata dia saat ini banyak orang yang mulai nyaman dengan layanan kesehatan digital.

Kondisi ini membuat nilai belanja di bidang teknologi kesehatan mengalami peningkatan. "(nilainya) Berkembang empat kali lipat. Ada peluang investasi, di mana investasi health meningkat di masa pandemi. Sekarang tergantung kita ambil kesempatan ini atau tidak," ujarnya, dalam webinar tersebut.

Menurutnya, saat pandemi pembelanjaan kesehatan meningkat 12 kali. Tantangan yang kemudian dihadapi, ialah diperlukan riset dan pengembangan serta dukungan dana publik dan swasta yang akan menjadi indikator keberhasilan teknologi kesehatan.

"Tapi banyak dokter atau tenaga medis meminta dukungan regulasi terkait dengan pengantaran, diagonsis yang dikhawatirkan salah dibanding dengan tatap muka. Diagnosa (secara online) memakan waktu lama, berulang-ulang dibanding dengan bertemu langsung," katanya.

2. Prospek kesehatan digital masih perlu dukungan pemerintah

ilustrasi situs Halodoc (halodoc.com)

Associate Director of Product Halodoc, Michael Andreas mengatakan, populasi penduduk Indonesia dengan jumlah ratusan juta orang kini telah mengakses internet dan telepon pintar. Di antara mereka juga tidak sedikit yang getol berobat secara online lewat aplikasi ponsel yang kini tersedia.

"Ada 20 juta orang sudah akses digital health care. Halodoc jadi marketplace untuk pasien yang mencoba dapat layanan kesehatan. Terkait harga, kami mengikuti regulasi, layanan kami terjangkau oleh customer," kata dia, dalam webinar yang sama.

Ia menilai, prospek kesehatan digital saat ini belum berakhir. Sebaliknya, prospek tersebut masih memerlukan dukungan pemerintah dan publik untuk perkembangan kesehatan digital.

3. Digital health care jadi peluang besar bagi investasi

unsplahs.com/Jeshoots.com

Mantan Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), Lia Gardenia mengatakan jika meningkatnya pengguna internet dan digital health care menjadi sebesar 60 persen selama pandemi, adalah peluang besar dalam kaca mata investasi.

"Health care ini irisan dari berbagai sektor. Inovasi digital mengubah fasilitas kesehatan, dan kini masyarakat bisa menikmati digital health care," kata Lia.

Namun, menurut Lia, di tengah invoasi tersebut masih ada sederet permasalahan yang perlu segera dituntaskan, di antaranya terkait dengan keamanan dari layanan kesehatan digital. Sementara ini, digital teknologi dan konsultasi dipayungi dengan Permenkes Nomor 20 tahun 2019 tentang Penyelengdaraan Pelayanan Telemedisin Antar Faslitas Kesehatan.

"Untuk diagnosis setahu saya yang kalau diminta digital, butuh alat kesehatan, ada artificial inteligen, sehingga tahu berapa persen ketepatannya. Untuk keamanan saat ini masih perlu sentuhan manusia," ujarnya.

Baca Juga: Genjot Investasi Masuk, Menteri Investasi: Izin Sudah Tidak Dipersulit

Baca Juga: 5 Cara Memilih Investasi Reksa Dana, Apa yang Harus Dicermati?  

Baca Juga: Mengenal Halodoc, Telemedicine yang Sediakan Obat Gratis Pasien COVID

Berita Terkini Lainnya