Indonesia Jadi Resesi? Kepastiannya Hari Ini

Pengumuman angka pertumbuhan ekonomi oleh BPS siang nanti

Jakarta, IDN Times - Hari ini, Kamis (5/11/2020), Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal III 2020. Pengumuman tersebut bakal menentukan kondisi ekonomi Indonesia. Jika kembali mengalami kontraksi atau minus, Indonesia akan mengalami resesi.

Resesi terjadi bila pertumbuhan ekonomi suatu negara mengalami kontraksi selama dua kuartal berturut-turut atau selama 6 bulan. Pemerintah akhirnya realistis bahwa ekonomi Indonesia di kuartal III 2020 tidak akan bisa mencapai positif. Presiden Jokowi misalnya, telah mengatakan pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal minus 3 persen pada kuartal tersebut.

"Di kuartal III kita juga mungkin sehari, dua hari, ini akan diumumkan oleh BPS, juga masih berada di angka minus. Perkiraan kita di angka minus tiga. Naik sedikit," kata Jokowi seperti yang disiarkan langsung di channel YouTube Sekretariat Presiden, Senin (2/11/2020).

Bila perkiraan mantan Wali Kota Solo itu tepat, atau setidaknya benar-benar minus, Selamat datang resesi!

Sambil menunggu pengumuman resminya besok, mari kita tengok lagi perjalanan pertumbuhan ekonomi Indonesia di sepanjang 2020 ini, atau sampai menuju kuartal III 2020. IDN Times merangkumnya untuk kamu.

Baca Juga: Sibuk Bahas Resesi Ekonomi, Apa sih Artinya?

1. Kuartal I 2020 (periode Januari-Maret)

Indonesia Jadi Resesi? Kepastiannya Hari IniBursa efek Indonesia

Membuka lembaran baru di 2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia nyatanya tidak membaik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I 2020 sebesar 2,97 persen. Angka ini turun signifikan dibandingkan kuartal IV 2019 yang sebesar 4,97 persen.

Mandeknya pertumbuhan ekonomi Indonesia lantaran wabah virus corona atau COVID-19 membuat ekonomi global mengalami pelemahan, termasuk Indonesia. Pemerintah pun sudah memprediksi adanya pelemahan ekonomi tersebut.

Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, penurunan ini merupakan yang terendah sejak 2001. "Tetapi ini tidak bisa dibandingkan seperti itu karena situasi yang dihadapi berbeda, diliputi ketidakpastian," ujarnya dalam video conference, Selasa (5/5/2020).

Dikutip IDN Times dari data BPS, pada 2001, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 3,32 persen. Rinciannya, triwulan I sebesar 4,80 persen, triwulan II sebesar 3,79 persen, triwulan III sebesar 3,15 persen dan triwulan IV sebesar 1,60 persen.

Baca Juga: Ini Investasi yang Tepat Kamu Koleksi dan Jual saat Resesi

2. Kuartal II 2020 pertumbuhan ekonomi Indonesia anjlok signifikan dan mendekat ke resesi

Indonesia Jadi Resesi? Kepastiannya Hari IniIlustrasi resesi ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Pandemik COVID-19 benar-benar membuat ekonomi dalam negeri babak belur. Pada kuartal II 2020 atau periode April-Juni, pertumbuhan Indonesia minus 5,32 persen. Pada saat itu, pemerintah memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Imbasnya, banyak sektor usaha yang terdampak dan terpaksa merumahkan karyawannya hingga melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Dampak tersebut berimbas pada daya beli masyarakat. Mereka yang kehilangan penghasilan hingga mengalami ketidakpastian, mendorong terjadinya pelemahan konsumsi masyarakat. Mereka yang ada di golongan menengah atas pun ikut menahan uangnya lantaran ketidakpastian dari COVID-19.

Dengan realisasi tersebut, maka Indonesia menapakkan satu kakinya di jurang resesi. Resesi adalah kondisi dimana pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kontraksi atau minus selama dua kuartal berturut-turut atau selama 6 bulan.

3. Pertumbuhan ekonomi Indonesia banyak diprediksi bakal minus di kuartal III

Indonesia Jadi Resesi? Kepastiannya Hari IniIlustrasi krisis ekonomi (IDN Times/Arief Rahmat)

Realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal III 2020 memang belum diumumkan. Namun, baik dari kalangan profesional hingga pemerintah sudah meyakini bahwa Indonesia bakal mengalami resesi ekonomi.

Kabar baiknya, pertumbuhan ekonomi di kuartal III mengalami perbaikan dibanding kuartal sebelumnya yang minus 5,32 persen. Tapi tetap saja, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengalami kontraksi.

Sebelum Presiden Jokowi menyebut prediksi ekonomi Indonesia kuartal III akan kembali tumbuh negatif, Menteri Keuangan Sri Mulyani juga telah mengakui hal serupa. Bahkan, dia memprediksi kontraksi ekonomi dalam negeri diperkirakan masih akan berlanjut hingga akhir tahun. Jika ramalan Sri Mulyani tentunya Indonesia bakal resesi, bahkan mungkin depresi.

"Artinya negative teritory terjadi di kuartal III dan masih akan berlangsung di kuartal IV yang kita upayakan (pertumbuhan ekonominya) mendekati 0 persen atau positif," ujarnya dalam konferensi pers virtual APBN Kita, Selasa (22/9/2020).

Sementara itu, ekonom senior, Rizal Ramli, mengaku tidak terkejut bila Indonesia mengalami resesi. Dia menilai sejak awal, tim ekonomi Jokowi tidak memiliki terobosan dalam membangkitkan perekonomian yang tengah terpuruk.

"Tidak ada surprise sudah diperkirakan sejak awal tahun 2020 karena kebijakan ekonomi superkonservatif dan neoliberal yang sudah gagal. Pertanyaan yang lebih penting, apa yang akan dilakukan Jokowi? mengulangi cara yang sama yang telah berulang gagal atau ubah strategi dan pecat menteri neoliberal dan KKN?" ucap mantan Menko Bidang Kemaritiman tersebut.

Rizal Ramli menyatakan bahwa perekonomian Indonesia sudah masuk dalam resesi sejak kuartal II tahun 2020. Sebab, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 sebesar 2,97 persen sudah mengalami kontraksi 2 persen dibandingkan dengan kuartal IV 2019 yang tumbuh 4,97 persen.

"Kemudian pada kuartal II, pertumbuhan ekonomi lagi-lagi terkontraksi 5,32 persen atau minus 4,19 persen ketimbang kuartal I 2020. Kalau berdasarkan rumusan dunia internasional bila ekonomi terus merosot selama dua kuartal ya berarti resesi," ujarnya.

Terlepas dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang akhirnya mencatatkan resesi, Sri Mulyani meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2021 bakal bangkit. Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dalam negeri mencapai 4,5-5,5 persen atau forecast 5 persen.

"Semua forecast ini tergantung bagaimana perkembangan kasus COVID-19," ucap mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.

Baca Juga: Apa Perbedaan Resesi dan Depresi Ekonomi?

Topik:

  • Anata Siregar
  • Septi Riyani

Berita Terkini Lainnya