Apa Perbedaan Resesi dan Depresi Ekonomi?

Dua fenomena ekonomi dengan dampak yang berbeda

Jakarta, IDN Times - Kata resesi ekonomi dalam beberapa bulan terakhir cukup masif diperbincangkan. Resesi disebut-sebut sebagai hal yang memberikan pengaruh signfikan kepada kehidupan mereka. Wajar bila masyarakat akhirnya tertarik dengan fenomena sekaligus istilah tersebut dalam ekonomi.

Tanda-tanda datangnya resesi sudah dirasakan masyarakat. Salah satu contoh yang bisa dirasakan jelas adalah banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga menurunnya daya beli masyarakat lantaran penghasilannya tergerus.

Belakangan ini, bukan hanya resesi ekonomi yang santer jadi pembicaraan, Ada juga yang namanya depresi ekonomi. Dua fenomena itu mungkin saja terjadi pada semua negara di dunia, termasuk Indonesia.

Lalu, apa sebenarnya perbedaan resesi dan depresi ekonomi ya? Berikut IDN Times beri penjelasannya buat kamu!

Baca Juga: GoTo dan Ruangguru PHK Karyawan, Rhenald Kasali: Bukan karena Resesi

1. Resesi adalah kontraksi ekonomi selama dua kuartal berturut-turut

Apa Perbedaan Resesi dan Depresi Ekonomi?IDN Times/Istimewa

Dilansir dari Forbes, resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Resesi dianggap sebagai bagian tak terhindarkan dari siklus bisnis atau irama teratur ekspansi dan kontraksi yang terjadi dalam ekonomi suatu negara.

Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah menjelaskan, resesi adalah kondisi perekonomian sebuah negara yang mengalami kontraksi berturut-turut. Artinya, pertumbuhan ekonomi negara tersebut negatif selama dua kuartal (enam bulan).

Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi negara A pada kuartal I (Januari-Maret) tumbuh - 2 persen. Kemudian di kuartal II (April-Juni), pertumbuhan ekonomi negara A kembali negatif, yakni minus 2,5 persen. Bila kondisi tersebut terjadi, maka negara A sudah dipastikan mengalami resesi ekonomi.

"Jadi definisinya seperti itu. menjelaskan kondisi dimana perekonomian, berarti pertumbuhannya negatif. Kalau cuman satu triwulan terus balik lagi ya gak resesi," kata Piter kepada IDN Times beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Ada Ancaman Baru Namanya Resflasi, Indonesia Aman?

2. Bedanya dengan depresi ekonomi

Apa Perbedaan Resesi dan Depresi Ekonomi?Ilustrasi pertumbuhan PAD (IDN Times/Arief Rahmat)

Sementara, depresi ekonomi merupakan kondisi yang lebih parah dibanding resesi. Sebab, terjadi penurunan aktivitas ekonomi yang berkepanjangan. Bisa dibilang, jika resesi terjadi dalam kurun waktu yang panjang, terjadilah depresi.

Menurut Ekonom INDEF Bhima Yudhistira, depresi ekonomi bisa terjadi bila ekonomi dalam negeri mengalami kontraksi atau minus lebih dari empat kuartal atau 12 bulan. Depresi ekonomi terjadi cenderung disertai dengan pengangguran yang masif dan inflasi yang rendah.

Indonesia, kata Bhima, berpotensi mengalami depresi ekonomi di 2021. Hal itu bisa terjadi bila indikator-indikator ekonominya mengalami kontraksi yang buruk dan berkepanjangan.

"Situasinya (ekonomi Indonesia) mengarah pada depresi. Resesi tahun 2008 masih mencatatkan inflasi 11 persen. Sementara tahun 2020 ada kecendurungan inflasi rendah bahkan deflasi selama beberapa bulan berturut-turut," kata Bhima.

Baca Juga: Ada Ancaman Baru Bernama Resflasi, Begini Respons Sri Mulyani 

3. Dampak depresi bisa lebih besar dari resesi

Apa Perbedaan Resesi dan Depresi Ekonomi?Ilustrasi PHK (IDN Times/Arief Rahmat)

Bhima menuturkan bahwa dampak dari depresi jauh lebih besar dibanding resesi ekonomi. Jumlah pegawai yang di PHK akan semakin besar. Kondisi itu jelas akan membuat pengangguran dan kemiskinan meningkat tajam.

Hal itu tentu bukan kabar baik bagi pemerintah. Sebab, ada biaya lebih yang harus dikeluarkan untuk memulihkan kondisi ekonomi dari dampak depresi. "UMKM sampai perusahaan itu bisa bangkrut," ucap dia.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya