TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Dedi Mulyadi: Jangan Kambing Hitamkan Harga Sembako dengan Inflasi

Perlu solusi atasi persoalan pertanian di Indonesia

IDN Times/Istimewa

Bandung, IDN Times - Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi mengkritik lembaga yang kerap menyebut harga produk pertanian menyebabkan inflasi.

Menurut Dedi, stigma penyebab inflasi itu kerap disampaikan, terutama ketika menjelang bulan puasa (Ramadan).

"Stigma itu menyebabkan produk pertanian sulit berkembang. Produk pertanian selalu menjadi kambing hitam inflasi, terutama menjelang bulan puasa," kata Dedi dalam rilis yang diterima IDN Times seusai menggelar rapat kerja nasional pertanian di Jakarta, Senin (27/1).

1. Kenaikan sembako selalu jadi omongan, berbeda dengan harga baju

IDN Times/Holy Kartika

Dedi menyebutkan, kenaikan harga sembako di Tanah Air selalu menjadi omongan dan ramai diperbincangkan dengan inflasi. Kondisi ini berbeda jika yang naik adalah harga baju atau biaya transportasi terutama jelang puasa atau lebaran.

"Kalau beli produk pertanian, semua ngomong inflasi. Ketika lebaran, orang ribut omong harga cabai, bawang, kol, dan lainnya. Tetapi mereka tak pernah meributi harga baju naik. Sepatu naik. Sewa mobil naik dan harga tiket naik," katanya.

2. Ubah stigma pertanian yang selalu menjadi penyumbang inflasi

Ilustrasi petani memanggul gabah usai panen di areal persawahan padi. ANTARA FOTO/Aji Styawan

Dedi mengatakan, selain stigma inflasi, problem di dunia pertanian lainnya adalah daya dukung lingkungan yang menurun dan perubahan iklim. Kemudian kerusakan hutan dan gunung, pencemaran sungai serta menyempitnya areal pertanian.

Daya dukung sumber daya manusia juga menjadi bagian dari problem pertanian. Kata Dedi, minat usaha pertanian menurun karena stigma negatif bahwa bertani itu kotor dan kumuh.

Lalu, problem pertanian lainnya adalah penurunan daya dukung masyarakat terhadap produk pertanian. Masyarakat lebih menyukai impor dibanding beli produk pertanian dalam negeri.

Kemudian perlakuan diskriminasi kebijakan untuk petani. Misalnya, subsidi untuk petani disebut inefisiensi.

"Tapi ketika orang-orang kaya ngemplang bank, harus diganti oleh keuangan negara. Investasi diberikan kepada orang kaya, terus hilang seperti kasus Jiwasraya, itu tak disebut inefisien. Padahal subsidi pertanian itu dinikmati jutaan orang," kata mantan bupati Purwakarta itu.

Berita Terkini Lainnya