TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Industri Kerajinan Rotan Cirebon: Meniti Benang Melawan Kepunahan

Ekspor rotan di Cirebon menurun dampak perlambatan ekonomi

Pekerja rotan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (IDN Times/Hakim Baihaqi)

Cirebon, IDN Times - Deru mesin yang biasa terdengar ramai di Tegalwangi, Kecamatan Weru, Kabupaten Cirebon kini perlahan memudar. Di tengah perlambatan ekonomi global yang berkepanjangan, para pengrajin rotan di wilayah ini harus menghadapi kenyataan pahit.

Permintaan dari luar negeri terus menurun, dan industri yang menjadi salah satu tulang punggung ekonomi daerah mulai goyah. Seperti air yang perlahan surut dari pantai, arus pesanan yang dulu membanjiri bengkel-bengkel pengrajin kini perlahan mengering.

Di sebuah desa kecil di kawasan Cirebon, tepatnya di Desa Tegalwangi, Kecamatan Weru, Darma, seorang pengrajin rotan berusia 52 tahun, duduk termenung di depan hasil karyanya. Meja rotan dan buatan tangannya, yang biasanya langsung terjual dalam beberapa hari, kini mengendap di gudang selama berminggu-minggu.

Darma adalah satu dari ratusan pengrajin di Cirebon yang menggantungkan hidup dari permintaan pasar ekspor. Namun, sejak awal tahun ini, langit seolah mendung tanpa tanda-tanda cerah.

"Biasanya pesanan datang dari Eropa dan Amerika, tapi sekarang jumlahnya jauh menurun. Ada yang membatalkan pesanan, ada juga yang mengurangi kuantitas. Mereka bilang kondisi ekonomi di sana sedang sulit, jadi mereka harus menghemat pengeluaran," ujar Darma dengan nada lirih, Sabtu (21/9/2024).

1. Terdampak perlambatan ekonomi global

Darma bukan satu-satunya yang merasakan dampak perlambatan ekonomi global. Data dari Bank Indonesia Cabang Cirebon menunjukkan bahwa sektor mebel dan kerajinan rotan mengalami penurunan ekspor hingga 20 persen dalam beberapa tahun terakhir.

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Cirebon, Anton Pitono menjelaskan, penurunan ini tidak hanya disebabkan oleh melemahnya daya beli di negara tujuan ekspor, tetapi juga akibat dari rantai pasok global yang terganggu.

"Perang dagang antara beberapa negara besar, serta inflasi yang tinggi di beberapa wilayah seperti Amerika Serikat dan Eropa, telah membuat permintaan produk-produk kerajinan turun drastis. Ini menjadi tantangan besar bagi sektor industri di daerah, terutama industri yang sangat bergantung pada ekspor seperti mebel dan rotan," kata Anton.

Menurut Anton, tantangan ini diperparah oleh masalah di dalam negeri. Biaya bahan baku, khususnya kayu dan rotan, semakin meningkat akibat kelangkaan pasokan dan kebijakan pembatasan ekspor bahan mentah oleh pemerintah pusat.

Di satu sisi, langkah tersebut diambil untuk mendorong hilirisasi dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri, tetapi di sisi lain, pengrajin kecil seperti Darma malah terjepit.

Di tengah situasi ini, pemerintah daerah dan pusat tak tinggal diam. Penjabat Bupati Cirebon, Wahyu Mijaya menjelaskan, ia telah menggulirkan sejumlah program untuk membantu para pengrajin bertahan di tengah badai ekonomi global.

Salah satu program yang sedang digarap adalah upaya memperluas pasar ekspor yang diharapkan dapat menjadi alternatif pasar bagi produk-produk kerajinan Cirebon dan dan membangun pusat logistik rotan.

"Kami bekerja sama dengan dengan banyak pihak untuk membuka akses ke pasar-pasar baru. Selain itu, kami juga menggelar berbagai pameran dan event promosi untuk meningkatkan daya saing produk lokal," kata Wahyu.

Namun, di balik berbagai upaya tersebut, pengrajin seperti Darma merasa dampaknya belum begitu terasa di lapangan. "Kami memang diajak ikut pameran di luar negeri, tapi untuk pengrajin kecil seperti saya, biaya dan waktu untuk ikut pameran itu tidak sedikit. Belum lagi kalau ternyata tidak ada pembeli yang tertarik, kami malah rugi waktu dan tenaga," ujar Darma, mengeluh.

2. Inovasi jadi jalan keluar di tengah krisis

Meskipun tantangan tampak berat, sebagian pengrajin di Cirebon mencoba mencari jalan keluar melalui inovasi. Salah satu di antaranya adalah Novan Parlindungan Hakim, seorang pengrajin muda yang memanfaatkan platform digital untuk memasarkan produknya.

Novan beralih dari metode pemasaran konvensional ke penjualan online melalui media sosial dan marketplace internasional. Dengan strategi ini, ia berhasil menjangkau konsumen dari negara-negara yang mungkin sebelumnya tidak ia ketahui.

"Saya sadar kalau pasar ekspor besar sedang lesu, jadi saya coba fokus ke pasar retail dan konsumen individu melalui platform online. Walaupun tidak sebesar pesanan dari perusahaan besar, setidaknya saya masih bisa bertahan," ungkap Novan.

Novan juga mencoba mengembangkan desain mebel dan rotan yang lebih modern, mengikuti selera konsumen muda yang lebih mengutamakan estetika minimalis. Langkah ini, menurutnya, cukup berhasil menarik perhatian pembeli dari negara-negara tujuan ekspor.

Namun, tidak semua pengrajin mampu mengikuti jejak Novan. Banyak pengrajin yang usianya sudah lanjut dan kurang memahami teknologi merasa kesulitan untuk beradaptasi dengan perubahan ini.

Mereka masih bergantung pada metode pemasaran tradisional, yang semakin tertinggal di era digital.

3. Diversifikasi jadi kunci

Anton dari Bank Indonesia menyampaikan, meskipun tantangan saat ini terasa berat, ada harapan bahwa kondisi akan membaik di tahun-tahun mendatang. Perlambatan ekonomi global diprediksi bersifat sementara, dan beberapa negara mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan.

Namun, Anton menekankan pentingnya diversifikasi pasar dan produk agar pengrajin tidak terlalu bergantung pada satu sumber permintaan.

"Sektor mebel dan rotan ini punya potensi besar, terutama karena produknya sangat khas dan memiliki nilai seni tinggi. Tantangannya sekarang adalah bagaimana kita bisa meningkatkan nilai tambah produk, baik dari segi kualitas maupun inovasi desain, sehingga bisa bersaing di pasar yang semakin kompetitif," katanya.

Selain itu, Bank Indonesia juga aktif memberikan pelatihan kepada para pengrajin mengenai literasi keuangan dan manajemen usaha.

“Kami percaya bahwa dengan peningkatan kapasitas dan pemahaman yang baik tentang pengelolaan usaha, para pengrajin akan lebih siap menghadapi tantangan ekonomi yang semakin kompleks,” tuturnya.

Di akhir hari, bagi Darma dan ratusan pengrajin lainnya di Cirebon, perlambatan ekonomi global adalah ujian yang sulit. Namun, mereka tetap mencoba bertahan dengan cara mereka masing-masing. Bagi Darma, harapan masih ada.

"Saya yakin badai ini akan berlalu. Mungkin sekarang sulit, tapi selama kita terus bekerja keras, pasti ada jalan keluar," katanya.

Mereka percaya bahwa dengan dukungan yang tepat dari pemerintah, inovasi dari dalam diri, serta doa dan kerja keras, sinar terang akan kembali menyinari industri kerajinan dan mebel di kota mereka.

Baca Juga: Ekspor Rotan Berdalih Kirim Kelapa hingga Negara Rugi Rp2,5 Miliar

Baca Juga: 4 Tips Merawat Perabotan Berbahan Rotan agar Gak Gampang Lapuk

Berita Terkini Lainnya