Transisi Iklim Bisa Untungkan Industri Sawit Indonesia
Minyak kelapa sawit merupakan komoditas utama Indonesia
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times – Industri kelapa sawit Indonesia berpeluang mendapat tambahan nilai hingga 9 miliar USD atau sekitar Rp130 triliun jika benar-benar proaktif melakukan mitigasi perubahan iklim global. Upaya ini dapat dicapai jika sektor perbankan dan investor, pemerintah pusat dan daerah, perusahaan dan organisasi kemasyarakatan merespons isu ini dengan sigap.
Seluruh pihak yang terkait mesti benar-benar menjalankan strategi dengan memanfaatkan permintaan minyak sawit yang terus tumbuh, sambil mengurangi emisi gas rumah kaca, serta melindungi hutan dan lahan gambut.
Kesimpulan tersebut merupakan buah dari kajian Orbitas, lembaga asal Washington, D.C., Amerika Serikat, yang berfokus meneliti risiko transisi iklim untuk investor yang mendanai komoditas tropis.
Dalam kajian terbarunya berjudul "Climate Transition Risk Analyst Brief, Indonesia Palm Oil" Orbitas mengungkapkan jika pelaku industri di Tanah Air akan mendapat manfaat dari transisi iklim jika menerapkan model produksi yang berkelanjutan.
1. Peluang bisa didapat jika seluruh pemangku kepentingan sigap
Laporan tersebut juga menunjukkan jika transisi iklim akan berdampak besar pada bisnis minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) sebagai komoditas ekspor utama Indonesia. Dampak daripada transisi iklim itu, baik negatif atau positif, akan bergantung pada kecepatan respons para pemangku kepentingan.
CEO of Climate Advisers UK and the Managing Director of Orbitas, Mark Kenber, dalam rilis yang diterima IDN Times menegaskan jika terdapat beberapa risiko yang mungkin akan dihadapi perusahaan sawit akibat transisi iklim.
“Perubahan kebijakan dan hukum, inovasi dan teknologi, serta perubahan pasar akan terjadi sebagai respons atas transisi iklim. Seluruh sektor yang terkoneksi dalam perdagangan global akan terdampak termasuk kelapa sawit,” ujar Mark, Jumat (27/8/2021).
Keuntungan yang tinggi selalu dibuntuti oleh risiko yang tinggi pula. Jika bisnis sawit tidak dikelola secara berkelanjutan, 76 persen lahan konsesi yang belum ditanami dan 15 persen konsesi yang sudah ditanami bisa menjadi aset terdampar (stranded assets).
Meski demikian, Mark menjelaskan perusahaan di Indonesia dapat mengambil kesempatan baik ini di antaranya dengan melakukan konservasi dan restorasi hutan secara masif.
Baca Juga: Ribuan Karyawan Perkebunan Sawit Langkat Ikut Vaksinasi
Baca Juga: Industri Sawit Pacu Pertumbuhan Ekonomi di 10 Provinsi
Baca Juga: Mengulik Upaya Pemerintah Menyokong Industri Sawit, Layakkah Dibela?