TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Jelang COP26 Glasgow, Pemerintah Susun Pepres Nilai Ekonomi Karbon

Indonesia sudah siapkan aturan carbon trading

Pixabay.com

Bandung, IDN Times – Upaya penurunan emisi gas rumah kaca terus digalakan, salah satunya lewat regulasi yang disusun oleh pemerintah lewat peraturan presiden (perpres). Pemerintah mewacanakan sebuah perpres yang bisa disahkan sebelum konferensi PBB terkait perubahan iklim Conference of the Parties (COP26) di Glasgow, Skotlandia pada 31 Oktober 2021.

Menurut Asisten Deputi Agro, Farmasi, dan Pariwisata Kemenko Perekonomian Dida Gardera, perpres nilai ekonomi karbon akan menjadi oleh-oleh Indonesia pada saat COP26 akhir bulan ini.

“Setiap penyelenggaraan COP, Indonesia selalu membawa oleh-oleh. Pada 2016 sudah ada UU Ratifikasi Paris Agreement, dan 2017 soal ekonomi lingkungan."

"Tahun ini kami berharap perpres nilai ekonomi karbon akan menjadi oleh-oleh yang akan dibawa dalam pertemuan COP26 di Glasgow,” kata Dida, saat menjadi pembicara dalam webinar The Road to COP26, dalam rilis yang diterima IDN Times, Kamis (21/10/2021).

1. Apa saja isi pepres ini?

Pixabay

Saat ini, kata Dida, pemerintah masih menyusun perpres tersebut sebelum benar-benar disahkan sebagai bentuk dukungan regulasi terhadap penurunan emisi gas rumah kaca.

“Saat ini, teman-teman di Kemenko Maritim dan Investasi masih terus memfinalisasi perpres tersebut,” kata Dida.

Dida menjelaskan, perpres tersebut akan memuat pengaturan penyelenggaraan nilai ekonomi karbon, termasuk mekanisme perdagangan karbon (cap and trade dan carbon offset), Result Based Payment (RBP) dan pajak atas karbon.

Tak hanya itu, perpres juga akan memuat upaya pencapaian target National Determination Contribution (NDC) yang terkait dengan penyelenggaraan nilai ekonomi karbon dan pembentukan instrumen pengendalian dan pengawasan.

Diterbitkannya perpres ini kelak, akan menjadi landasan bagi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menyusun roadmap ekonomi karbon jangka panjang.

2. Indonesia sudah siapkan aturan carbon trading, salah satunya ialah pajak karbon

Ilustrasi Penerimaan Pajak. (IDN Times/Arief Rahmat)

Di sisi lain, Dida menambahkan, carbon trading akan menjadi salah satu hal yang krusial dalam pertemuan COP26. Menurutnya, Indonesia sudah menyiapkan sejumlah policy terkait carbon trading, salah satunya yang baru saja disahkan adalah pajak karbon.

“Seluruh opsi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sudah disiapkan. Seperti yang dikatakan Prof. Emil Salim, kita harus berlayar sambil membangun perahu. Selain menunggu perpres nilai ekonomi karbon, pembangunan yang low carbon juga sudah masuk di Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional,” tutur Dida.

3. PLN komit untuk bantu pemerintah

Apel siaga PLN UIW Sumut jelang Ramadan dan Idul Fitri 2021. (Dok PLN UIW Sumut)

Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan (Diraga) PT. PLN Bob Saril mengatakan, perusahaannya sudah siap dalam melakukan transisi energi dan membantu pemerintah mencapai target bauran energi 23 persen pada 2025.

“PLN sudah siap secara infrastruktur dan SDM untuk capai target bauran energi 23 persen. PLN akan mengganti PLTU dan diubah menjad biomassa. Sebanyak 5.000 PLTD juga akan diganti menjad EBT dengan harapan untuk mengurangi efek gas rumah kaca,” ujar Bob Saril, dalam rilis yang sama.

Ia menambahkan, PLN juga terus menyosialisasikan penggunaan energi bersih. Salah satunya adalah membentuk ekosistem penggunaan mobil listrik sebagai alat transportasi.

Baca Juga: Kementerian ESDM: Belum Ada Jaminan Pajak Karbon Khusus untuk Emisi

Baca Juga: Mengenal Pajak Karbon yang Siap Diterapkan Pemerintah Tahun Depan

Baca Juga: Indonesia Butuh Rp10 Ribu Triliun agar Bebas Emisi Karbon di 2060

Berita Terkini Lainnya