Indonesia Bisa Kehilangan Potensi Ekonomi Akibat Perubahan Iklim
Untuk perubahan iklim, APBN hanya punya Rp89,6 T per tahun
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Bandung, IDN Times - Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tengara yang memiliki risiko paling besar terkena dampak perubahan iklim. Berdasarkan data Bank Pembangunan Asia, perubahan iklim akan memangkas Pertumbuhan Domestik Bruto (GDP) negara-negara di Asia Tenggara sebesar 11 persen pada akhir abad ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Indonesia bisa kehilangan potensi ekonomi Rp112,2 triliun atau 0,5 persen dari GDP pada 2023 akibat krisis perubahan iklim.
Ia menjelaskan, tanda-tanda terjadinya krisis perubahan iklim bisa dilihat dari kenaikan emisi gas sebesar 4,3 persen dari 2010-2018, suhu udara yang naik 0.03 derajat celcius tiap tahun, serta tinggi permukaam laut yang naik 0,8-1,2 cm.
“Pada 2030, Indonesia bisa kehilangan potensi ekonomi akibat krisis perubahan iklim sebesar 0,6–3,45 persen dari GDP. Salah satu institut di Swiss membuat laporan bahwa dunia akan kehilangan potensi ekonomi hingga 10 persen jika kesepakatan Paris Agreement untuk mencapai emisi nol pada 2050 tidak tercapai,” kata Sri Mulyani, dalam acara HSBC Summit 2022: Powering the transition to net zero, Indonesia’s pathway for green recovery di Jakarta, Rabu (14/9/2022).
1. Alokasi APBN untuk mitigasi perubahan iklim jauh dari cukup
Sri Mulyani menambahkan, ada banyak pelajaran yang bisa diambil dari pandemik COVID-19 antara lain semua negara harus saling bekerja sama. Hal tersebut juga berlaku untuk perubahan iklim karena tidak ada satu negara pun yang tidak terkena dampaknya.
Pemerintah, kata Sri Mulyani, berkomitmen untuk mengurangi emisi lewat kesepakatan Paris Agreement yaitu menurunkan 29 persen emisi C02 dengan upaya sendiri serta 41 persen CO2 dengan bantuan internasional pada 2030.
“Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran untuk tindakan mitigasi dari perubahan iklim. Tapi untuk mencapai target tersebut perlu sumber dana yang besar yaitu sekitar Rp3.461 triliun atau Rp266 triliun per tahun. Sedangkan APBN hanya mengalokasikan Rp89,6 triliun per tahun atau 3,6 persen dari total pengeluaran pemerintah,” ujar Sri.
Karena itu, lanjut Sri, untuk bisa mencapai target pembangunan rendah karbon dan nol emisi, pemerintah memerlukan bantuan dari berbagai pihak.
Baca Juga: Transformasi ke Energi Terbarukan: Antidot dari Perubahan Iklim
Baca Juga: Sri Mulyani: Pemerintah Gak Sanggup Sendirian Tangani Krisis Iklim